Teori pertama, pada malam lailatul qadar, al-Quran — dalam jumlah dan bentuk yang utuh dan komplit — diturunkan ke langit dunia [sama’ al-dunnya]. Setelah itu, dari langit dunia, al-Quran diturunkan ke bumi secara bertahap sesuai kebutuhan selama 20/23/25 tahun.
Teori kedua, al-Quran diturunkan ke langit dunia selama 20 malam lailatul qadar dalam 20 tahun [lailatul qadar hanya turun sekali dalam setahun]. Setelah itu dibacakan kepada Nabi Muhammad SAW sesuai kebutuhan.
Teori ketiga, al-Quran turun pertama kali pada malam lailatul qadar. Selanjutnya, al-Quran diturunkan ke bumi secara bertahap dalam waktu berbeda-beda.
Teori pertama paling masyhur [populer] dan didukung banyak ulama. Teori ini diperkuat banyak hadis sahih. Teori kedua dipelopori oleh al-Muqatil dan Abu Abdillah al-Halimi dalam kitab Minhaj. Juga al-Mawardi dalam tafsirnya. Teori ketiga dikemukakan oleh al-Sya’bi dkk
Semua teori sepakat al-Quran “diturunkan” [munazzal] pada malam lailatul qadar. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat, apakah ia diturunkan sekali dalam lailatul qadar atau lebih. Masing-masing ulama juga berbeda pendapat soal apa makna “al-inzal” dan bagaimana proses “al-inzal” berlangsung.
Yang bertama mengatakan, “al-inzal” adalah “al-idzhar”, yaitu ”melahirkan”, “menjelaskan”, menghadirkan”, atau “memperlihatkan”. Jadi, posisinya tidak harus dari ketinggian [langit] menuju tempat rendah [bumi] seperti terkandung pada kata “nazala”.
Pendapat kedua, Allah SWT memberikan pemahaman kepada malaikat Jibril yang ketika itu berada di langit. Kemudian Jibril turun ke bumi menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Karena itu, pilihan katanya adalah “nazala”.
Lantas, bagaimana proses komunikasi antara Jibril dan Nabi Muhammad SAW berlangsung? Mengingat keduanya bukan dari jenis makhluk yang sama. Para ulama memberikan dua kemungkinan: Jibril beralih rupa menjadi manusia, atau sebaliknya.
Pertanyaan selanjutnya, “al-Quran” seperti apakah yang diturunkan kepada Jibril dan dibacakan kepada Nabi Muhammad SAW? Ada tiga teori.
Pertama, al-Quran diturunkan kepada Jibril lafdzan wa ma’nan [kata dan maknanya secara sekaligus]. Penjelasannya begini, Jibril menghapal al-Quran yang tertulis dalam lauhul mahfudz [tablet yang terjaga], kemudian dibacakan ulang kepada Nabi Muhammad SAW.
Menurut teori ini, ukuran setiap huruf di lauhul mahfudz sebesar gunung Qaf. Di bawah huruf-huruf itu ada maknanya masing-masing yang hanya diketahui Allah SWT.
Kedua, Jibril membacakan al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW menggunakan makna khusus. Selanjutnya Nabi Muhammad SAW menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Ketiga, Jibril hanya menyampaikan “makna” al-Quran. Agar al-Quran dipahami audiensnya, Nabi Muhammad SAW “membungkusnya” dengan bahasa Arab.
Sumber: Al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Quran, hal. 228, vol. I