Apa Yang Dilakukan Rasulullah Saat Menyepi di Dalam Gua Hira?

Apa Yang Dilakukan Rasulullah Saat Menyepi di Dalam Gua Hira?

Yang dilakukan Rasulullah selama menyepi di Gua Hira memiliki kesinambungan dengan ajaran dan tradisi nenek moyang beliau, Nabi Ibrahim.

Apa Yang Dilakukan Rasulullah Saat Menyepi di Dalam Gua Hira?
Gua hira tempat turunnya wahyu pertama bulan Ramadhan

Peristiwa turunnya wahyu untuk yang pertama kali di gua Hira menjadi monumen bersejarah dalam perjalanan Nabi Muhammad Saw. pada momen ini lah, Malaikat Jibril turun ke bumi, untuk memberi kabar bahwa Nabi Muhammad telah resmi menjadi utusan Allah. Melalui surat Al-Alaq, Rasulullah secara resmi menerima surat tugas untuk menyebarkan ajaran rahmatan lil ‘alamin dan menyempurnakan akhlak manusia melalui agama Islam. Peristiwa ini diabadikan oleh Muslim seluruh dunia melalui peringatan Nuzulul Qur’an, yang diperingati tiap bulan Ramadhan.

Bicara tentang turunnya wahyu kepada Rasulullah Saw, yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah seputar aktivitas menyepinya Rasulullah Saw sendiri di gua Hira. Mengapa Rasulullah menyepi di gua Hira’? Apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah Saw selama beliau menyepi? Apakah hanya berdiam diri saja di dalam gua, atau kah ada ritual tertentu yang beliau lakukan?

Adapun tentang kegiatan menyepi yang dilakukan Rasulullah Saw, tidak datang secara serta merta begitu saja. Ia datang sebagai habit yang Allah berikan kepada beliau sejak usia muda. Disebutkan bahwa Allah memberi anugerah kepada Rasulullah dengan menumbuhkan sifat pada diri Rasulullah berupa senang menyendiri. Ini bukan berarti bahwa Nabi adalah orang introvert atau anti sosial, namun menurut hemat penulis, ini adalah sebuah kebiasaan untuk menjauhi kerumunan dan hal-hal yang tidak perlu. Jadi, menyendiri ala Rasul adalah perwujudan prinsip, bukan karena enggan bersosialisasi atau rasa minder.

Perlu kita ingat, di usia mudanya, Rasulullah Saw. sudah mendapatkan pengakuan sebagai social leader, sekaligus problem solver masyarakat Makkah sehingga diberi gelar oleh masyarakat sebagai al-Amin, alias sebagai orang yang dipercaya. A trusted person. Sehingga mustahil jika kebiasaan menyendiri ini semata anti-sosial.

Dan kebiasaan ini meningkat ketika Rasulullah menapaki usia dewasa, di usia ketika personality beliau makin bijaksana. Dengan segala keruwetan situasi Arab jahiliyyah pada masa itu, kebiasaan Rasulullah untuk menyendiri makin intens.

Kegiatan menyendiri ini disebut dengan tahannuts. Beliau melakukannya secara rutin dalam durasi dan jangka waktu tertentu. Ada satu pendapat yang menyebutkan Rasulullah ber-tahannuts selama sepuluh hari dalam satu tahun. Sebagian pendapat lain menyebutkan beliau melakukan tahannuts paling lama selama satu bulan setiap tahunnya.

Dalam rutinitas tahannuts ini, Sayyidah Khadijah memainkan peran yang tidak main-main. Terbukti, ia berperan sebagai pendukung Rasulullah, lahir maupun batin. Rasulullah disebut selalu membawa bekal dari rumah tiap berangkat tahannuts, sesuai kebutuhan beliau. Ketika bekal sudah habis, entah karena untuk beliau sendiri atau dibagikan kepada orang miskin, beliau kembali lagi ke rumah dan akan membawa bekal lagi di tahannuts selanjutnya. Begitu habis, beliau kembali lagi ke rumah. Begitu seterusnya berulang-ulang.

Sebab ini lah yang mungkin juga mendasari pendapat Prof. Quraish Shihab, bahwa menyepi Rasulullah ini berbeda dengan pengertian bertapa yang kita (orang Indonesia) pahami, yakni menjauh dari segala sesuatu sehingga memutuskan segala hubungan sosial dengan manusia. Banyak kisah tentang para petapa yang pergi selama bertahun-tahun, sampai meninggalkan pekerjaan dan keluarganya. Yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. bukan yang demikian.

Satu lagi yang menunjukkan bahwa tahannuts Rasulullah bukan karena anti-sosial, adalah apa yang beliau lakukan semasa melakukan tahannuts. Saya kutip dari Prof. Quraih Shihab, dalam bukunya berjudul Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih., diriwayatkan dari riwayat Ibnu Ishaq, bahwa Rasulullah gemar memberi makan orang-orang miskin yang menghampiri beliau selama tahannuts.

Lalu, apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah ketika tahannuts di dalam gua Hira?

Adapun yang dilakukan Rasulullah selama ber-tahannuts di dalam Gua Hira ini kemungkinan besar memiliki kesinambungan dengan ajaran dan tradisi nenek moyang beliau, Nabi Ibrahim. Tahannuts bukan tradisi aneh bagi para Hunafa’ (penganut ajaran Hanif, ajaran Nabi Ibrahim) di masa jahiliyyah. Kakek beliau, Sayyid Abdul Muthalib diketahui juga melakukannya. Jadi ini merupakan tradisi yang sudah turun temurun.

Saya jadi ingat tentang risalah “pencarian Tuhan” Nabi Ibrahim, yang juga terjadi di dalam gua. Singkatnya, Nabi Ibrahim lari dari ayah beliau dan memutuskan berdiam diri di dalam gua. Sepanjang malam Nabi Ibrahim diperlihatkan keagungan Tuhan berupa bintang, bulan dan matahari yang semula beliau kira sebagai Tuhan. Namun pada akhirnya, beliau mendapatkan pencerahan bahwa Allah lah pencipta semua benda langit tersebut.

Dalam kitab Nurul Yaqin Syekh Khudhari Beik, disebutkan bahwa tahannuts Nabi di dalam Gua Hira dilakukan dengan melakukan ibadah menurut ajaran agama nenek moyang beliau, Nabi Ibrahim. Pendapat ini diperkuat pula dengan keterangan Prof. Quraish Shihab, bahwa kata tahannuts memiliki arti serupa dengan tahannuf. Wazan tafa’-‘ala yang ada pada kata tahannuf memiliki arti keterlibatan melakukan sesuatu. Demikian, tahannuf ini berarti sebuah kegiatan atau aktivitas yang mengantar kepada ke-Hanif-an, atau al-Hnafiyyah, ajaran Nabi Ibrahim.

Lebih rinci lagi, Prof. Quraish menerangkan tahannuts Rasulullah Saw dilakukan dengan cara merenung, bertafakkur, dan berdzikir kepada Allah serta mensucikan-Nya dari segala sifat yang tidak wajar bagi-Nya. Sebagaimana diketahui, ajaran nabi Ibrahim dikenal dengan ajaran Hanif, ajaran yang lurus, tidak bengkok, tidak menyimpang.

Masih dari riwayat Ibnu Ishaq, menguatkan pendapat ini. Tradisi ajaran hanif Nabi Ibrahim begitu mewarnai seputar aktivitas tahannuts Rasulullah. Biasanya, setelah Rasulullah mencukupkan tahannutsnya di gua Hira, yang pertama kali beliau lakukan adalah mendatangi Ka’bah untuk berthawaf sebanyak tujuh kali atau lebih sebagaimana yang beliau kehendaki.

Dari keterangan di atas, saya kira bisa diambil kesimpulan bahwa dalam peristiwa turunnya wahyu sendiri sangat kental diwarnai oleh tradisi Ibrahimiyyah. Yang menunjukkan pula bahwa agama Islam tidak serta merta berdiri sendiri, turun dari langit di ruang hampa. Melainkan ia datang sebagai penyempurna sekaligus penyambung pancaran cahaya dari ajaran nabi-nabi yang terdahulu.

Semoga bermanfaat. Wa Allahu a’lam bisshawab.