Tafsir Surat Maryam Ayat 2-6: Do’a Nabi Zakaria Supaya Mendapatkan Keturunan

Tafsir Surat Maryam Ayat 2-6: Do’a Nabi Zakaria Supaya Mendapatkan Keturunan

Dalam surat Maryam ini, Allah menceritakan rahmat-Nya kepada Nabi Zakaria yang tak pernah putus asa dalam berdoa agar ia dikaruniakan seorang anak keturunan.

Tafsir Surat Maryam Ayat 2-6:  Do’a Nabi Zakaria Supaya Mendapatkan Keturunan
Ilustrasi perempuan berdoa (Freepik)

 

ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهٗ زَكَرِيَّا ۚاِذْ نَادٰى رَبَّهٗ نِدَاۤءً خَفِيًّاقَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّاوَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا ۙيَّرِثُنِيْ وَيَرِثُ مِنْ اٰلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,(yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu,yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.”

Rangkaian ayat ini menunjukkan sebuah keteladanan bagi kita semua. Dalam surat Maryam ini, Allah menceritakan rahmat-Nya kepada Nabi Zakaria yang tak pernah putus asa dalam berdoa agar ia dikaruniakan seorang anak keturunan.

Ibnu Asyur dalam kitab tafsir Tahrir wa Tanwir menyatakan rangkaian ayat ini sebagai sebuah pengingat bagi umat islam bahwa Allah selalu merahmati hambanya yang selalu mengadu kepada-Nya.

Menurut Ibnu ‘Asyur, Nabi Zakaria yang disebutkan dalam Surat Maryam ini adalah Zakaria, suami dari bibi Siti Maryam. Nabi Zakaria dalam kisah ini adalah nabi dari kaum Bani Israil yang tidak diberikan wahyu syariat, berbeda dengan Nabi Zakaria bin Barkhiya yang diutus 6 abad sebelum masehi yang diturunkan kepadanya lembaran wahyu berupa kitab suci.

Doa Nabi Zakaria yang terekam lengkap dalam surat Maryam ini adalah doa yang dipanjatkan setelah melihat keajaiban rezeki makanan yang diberikan Allah kepada Siti Maryam di mihrabnya.

“….Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia dapati makanan di sisinya. Dia berkata, “Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam) menjawab, “Itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan, Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” Qs. Ali Imran : 37-38.

Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam kitab Mafahim Yajib at-Tushahah mengatakan ayat ini adalah sebuah dalil akan dianjurkannya berdoa di tempat para kekasih Allah beribadah dan makam mereka semayamkan. Karena, tempat-tempat tersebut telah menjadi tempat curahan rahmat Allah kepada kekasih-Nya. Sehingga berdoa ditempat-tempat tersebut lebih cepat dikabulkan oleh Allah. Sebagaimana Nabi Zakaria yang berdoa di mihrab Siti Maryam dan tak lama kemudian Allah mengabulkan doanya.

Menurut Dr. Muhammad Sayyid Thantawi dalam kitab tafsir al-Wasith, Al-Qur’an menyebutkan doa Nabi Zakaria adalah doa yang diucapkan dengan lembut dan penuh pengharapan sebagai bentuk sebuah keikhlasan dalam berdoa. Sedangkan menurut al-Baidhowi dalam kitab tafsir Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil, makna nida’an khofiyyah (doa yang samar) dalam ayat ini adalah doa yang sangat lirih karena faktor usia yang sudah sangat tua renta.

Nabi Zakaria sangat mengharapkan keturunan yang sholih. Meskipun ia tahu istrinya telah menua dan selama ini tak mampu memberikannya keturunan (mandul).

Ulama ahli tafsir berbeda pendapat mengenai usia Nabi Zakaria ketika dikabulkan doanya, ada yang berpendapat di usia 60 tahun, ada juga yang berpendapat di usia 70 tahub, dan ada yang berpendapat di usia 99 tahun.

Dalam doanya, Nabi Zakaria menyebutkan bahwa ia telah lemah secara fisik “sungguh tulangku telah lemah”. Dilanjutkan dengan pengaduan akan usianya yang kian menua “kepalaku telah dipenuhi uban”. Meskipun begitu, ia tetap memuji Allah sebagai dzat yang tak pernah mengecewakan harapannya “dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku”.

Al-Baidhawi dalam kitab tafsir Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil pujian Nabi Zakaria “dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku” adalah sebuah tawassul dalam berdoa kepada Allah. Dan hal ini menjadi sebuah penguat dalil bolehnya kita bertawassul kepada para kekasih Allah ketika memanjatkan doa kepada Allah.

Al-Qur’an menyebutkan alasan Nabi Zakaria meminta keturunan bukanlah karena syahwat duniawi. Melainkan, karena ia mencemaskan keberlangsungan agama Allah setelah kematiannya. Ia menyadari akan pentingnya keturunan sebagai pelanjut estafet dakwah yang ia emban.

Menurut Ibnu Asyur dalam kitab tafsir Tahrir wa Tanwir nama istri Nabi Zakaria adalah Elizabet, seorang putri keturunan Nabi Harun.

Dr. Muhammad Sayyid Thantawi menafsirkan perkara yang Nabi Zakaria harapkan dapat diwarisi oleh keturunannya bukanlah warisan harta benda. Melainkan, ia berharap keturunannya mewarisi ilmu, derajat kenabian, serta akhlak-akhlak terpuji yang diwariskan secara turun temurun sejak kakek buyutnya yang bernama Nabi Ya’qub. Tentu warisan ini semua adalah warisan yang hanya bisa dihasilkan dari pengajaran yang baik dari generasi ke generasi selanjutnya.

Sedangkan menurut Ma’qal dan al-Kalbi, Ya’qub yang dimaksud dalam penggalan ayat “yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub” adalah Ya’qub bin Matsan, saudara laki-laki bagi Imran, ayah Siti Maryam. Ada juga yang mengatakan Ya’qub yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ya’qub saudara Nabi Zakaria yang tidak memiliki keturunan sehingga nantinya putra Nabi Zakaria juga merupakan penerus perjuangan dakwah saudaranya yang bernama Ya’qub.

Hal ini dikuatkan dengan sabda baginda Nabi Muhammad Saw

“Kami segenap para Nabi tidak meninggalkan harta warisan, harta yang kami tinggalkan seluruhnya adalah shodaqoh”. (HR. Bukhari)

Ini adalah sebuah pelajaran bagi kita semua. Mempersiapkan generasi penerus tidak lah cukup hanya dengan mempersiapkan bekal harta dan pendidikan formal bagi mereka. Melainkan, ada hal yang lebih penting yaitu menyiapkan pondasi akhlak dan pengetahuan agama bagi segenap keturunan kita semua.

Karena, diantara amal kebaikan yang tak akan pernah terputus meskipun seorang muslim telah wafat adalah seorang anak yang shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.

Rasulullah bersabda “Ketika seorang manusia wafat maka terputus seluruh amalnya kecuali tiga hal yaitu ; shodaqoh jariyah, ilmu yang bisa bermanfaat, anak yang sholih yang selalu mendoakannya” (HR. Muslim).