Tafsir Surat Maryam Ayat 12-15: Ikuti Petunjuk Taurat dan Tanda Kenabian Nabi Yahya dalam Al-Qur’an

Tafsir Surat Maryam Ayat 12-15: Ikuti Petunjuk Taurat dan Tanda Kenabian Nabi Yahya dalam Al-Qur’an

Ketika Allah telah menghendaki Nabi Yahya menerima kenabian maka bukan hal sulit bagi Allah untuk memberikan derajat kenabian di usia kanak-kanak.

Tafsir Surat Maryam Ayat 12-15: Ikuti Petunjuk Taurat dan Tanda Kenabian Nabi Yahya dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an

 

يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآَتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا (12) وَحَنَانًا مِنْ لَدُنَّا وَزَكَاةً وَكَانَ تَقِيًّا (13) وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا (14) وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا (15)

“Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak, dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertakwa, dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong (bukan pula) orang yang durhaka. Dan kesejahteraan bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.”

Dalam rangkaian ayat ini, Allah menunjukkan keistimewaan yang diberikan kepada Nabi Yahya. Keistimewaan tersebut diantaranya adalah Nabi Yahya diberikan wahyu dan hikmah dari Allah di masa kanak-kanak.

Menurut Dr. Muhammad Sayyid Thantawi dalam kitab tafsir al-Wasith, wahyu tersebut adalah seruan agar Nabi Yahya bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan memahami dengan benar seluruh isi kitab Taurat serta mengamalkan seluruh ajaran kitab Taurat.

Sedangkan menurut Ibnu Asyur dalam kitab tafsir at-Tahrir wa Tanwir, wahyu tersebut adalah seruan agar Nabi Yahya berpegang teguh dengan ajaran kitab Taurat sepanjang hidupnya dan menyeru kepada umatnya agar mengikuti ajaran kitab Taurat. Wahyu ini turun kepada Nabi Yahya sebagai tanggapan atas melencengnya umat Yahudi di masa Nabi Yahya dari ajaran kitab Taurat.

Menurut Mahmud al-Alusi dalam kitab tafsir Rauh al-Ma’ani, diriwayatkan dari Abu Nu’aim, Ibnu Mardawaih, dan Ad-Dailami bersumber dari Ibnu Abbas bahwasannya Rasulullah Saw bersabda ketika menjelaskan ayat tersebut “Allah memberikan Nabi Yahya kefahaman kitab Taurat dan semangat beribadah sejak usia tujuh tahun”.

Menurut Ibnu Katsir dalam kitab tafsir al-Quran al-‘Adzim, hikmah yang dimaksud dalam ayat ini adalah Nabi Yahya mendapatkan kefahaman seluruh isi kitab Taurat serta kesungguhan dalam mengamalkannya serta semangat untuk selalu melakukan kebaikan.

Menurut mayoritas ulama ahli tafsir, hikmah yang dimaksud dalam ayat ini adalah Nabi Yahya mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan diberikan kemudahan untuk mengamalkannya. Dan ilmu ini diperoleh Nabi Yahya dengan cara ia menghafalkan kitab Taurat, mempelajarinya serta mengamalkan seluruh kandungan kitab Taurat.

Sedangkan Ibnu Asyur dalam kitab Tahrir wa Tanwir menolak penafsiran beberapa ulama ahli tafsir yang menyatakan Nabi Yahya mendapatkan derajat kenabian sejak kecil. Ia berpendapat derajat kenabian adalah derajat yang tinggi dan tentunya derajat ini hanya diberikan ketika seorang nabi telah mencapai usia baligh.

Ibnu Asyur juga berpendapat ilmu hikmah dalam ayat ini adalah ilmu yang berkaitan dengan kecerdasan dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan dan mengamalkannya.

Ilmu hikmah yang diberikan kepada Nabi Yahya sebelum diangkat menjadi seorang nabi adalah sebagaimana ilmu hikmah yang diberikan Allah kepada nabi Muhammad Saw yang mampu memberikan banyak keputusan bijaksana bagi kaumnya sebelum turunnya wahyu kenabian.

Menurut Ibnu Asyur, kata hikmah tercetak dari kata hukam yang secara bahasa bermakna mencegah dan secara istilah adalah suatu kecerdasan yang mencegah seseorang untuk memilih keputusan yang salah. Menurutnya, termasuk dari ilmu hikmah adalah ajaran falsafah kebijaksanaan yang dianut oleh bangsa Arab, bangsa Yunani dan bangsa China di masa lampau.

Dalam hal ini, Sulaiman al-Jamal berkomentar bahwa mungkin saja hikmah yang dimaksud dalam ayat ini adalah dejarat kenabian. Sebagaimana pendapatnya dalam kitab Hasyiyah al-Jamal ‘ala Tafsir Jalalain.

“Apabila engkau bertanya kepadaku, bagaimana dapat dinalar seorang anak kecil seperti Nabi Yahya mendapatkan kefahaman, kecerdasan, dan kenabian di usia kanak-kanak?”

“Maka aku akan menjawab, kenabian adalah sebuah hal yang di luar nalar (khariqul adat). Ketika Allah telah menghendaki Nabi Yahya menerima kenabian maka bukan hal sulit bagi Allah untuk memberikan derajat kenabian di usia kanak-kanak. Ada juga yang berpendapat maksud dari hikmah dalam ayat ini adalah mendapatkan kefahaman seluruh isi kitab Taurat dan Nabi Yahya telah mempelajari kitab Taurat sejak kecil”

Ibnu Mubarak meriwayatkan dari Ma’mar, suatu ketika anak-anak seumuran Nabi Yahya mengajak Nabi Yahya untuk bermain bersama mereka maka Nabi Yahya pun menolak seraya mengatakan “Aku tidak diciptakan Allah untuk bermain-main saja”.

Menurut al-Qurthubi dalam kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, makna lafadz hanana dalam ayat ini adalah kelembutan, rahmat serta kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah.

Sifat berkasih sayang Nabi Yahya juga dikuatkan dengan sifat “Zakah” yang bermakna terjaganya Nabi Yahya dari segenap larangan yang ditetapkan oleh Allah.

Allah memuji sifat terpuji Nabi Yahya “Dan dia pun seorang yang bertakwa” sebagai ungkapan atas ketaatan Nabi Yahya kepada seluruh perintah Allah.

Selain itu, Allah juga memuji sifat Nabi Yahya dengan ungkapan “Dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong (bukan pula) orang yang durhaka” sebagai ungkapan atas sangat berbaktinya Nabi Yahya kepada orang tuanya serta sifatnya yang selalu menghindari sifat sombong dan perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah.

Sedangkan makna ‘ashiyya menurut Ibnu Asyur adalah sangat durhaka. Dalam ayat ini, penafiaan sifat ‘ashiyya dipakai untuk menunjukkan bahwa Nabi Yahya tidak pernah sekalipun melakukan perbuatan durhaka kepada Allah.

Seluruh sifat terpuji nabi Yahya yang disebutkan Al-Qur’an ditutup dengan anugerah agung yang diberikan oleh Allah

Dan kesejahteraan bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali

Menurut al-Baidhawi dalam kitab tafsir Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil, maksud “kesejahteraan” dalam ayat ini adalah terjaganya Nabi Yahya dari setan ketika ia lahir,  terjaganya Nabi Yahya dari azab kubur ketika ia wafat, serta terjaganya Nabi Yahya dari azab neraka dan susahnya hari kiamat ketika ia dibangkitkan dari kubur.