Spiritualitas dalam Kegilaan Bahlul

Spiritualitas dalam Kegilaan Bahlul

Spiritualitas dalam Kegilaan Bahlul

Siapa sosok Bahlul, yang dianggap gila oleh orang-orang sekelilingnya? Siapakah sejatinya Bahlul, yang memiliki kejernihan batin, hingga Syaikh Junaid al-Baghdadi berguru kepadanya?

Buku ini memberi gambaran yang ringkas sekaligus jernih, yang tajam sekaligus mendalam, tentang bagaimana sebaiknya manusia sebagai makhluk menyembah Tuhannya. Juga, bagaimana sebaiknya manusia yang dina hina, berbakti kepada Allah, pasrah terhadap segala kehendak-Nya. Kisah-kisah Bahlul yang terekam dalam buku ini, menjadi menarik karena dikuatkan oleh ilustrasi bergambar karya Rahil Mohsin, yang menguatkan imajinasi.

Apa yang dapat kita petik, dari buku karya Mohammed Ali Vakil dan Mohammed Arif Vakil ini? Dari setiap fragmen yang terlukiskan, dapat dipahami bagaimana Bahlul menjadi pelecut bagi manusia yang sering lupa terhadap hakikat penciptaan dirinya. Manusia, dalam buku ini, sering digambarkan sebagai sosok yang hanya mementingkan sisi luar dirinya, pakaian dan harta benda, tapi lupa terhadap kekuatan batin dan spiritualitas, mengesampingkan kepekaan hati dan cahaya keimanan.

Buku ini, menampar-menampar pembaca dengan lembutnya kisah, mencubit dengan argumentasi sederhana, yang terlontar dari sosok Bahlul. Sosok Bahlul sebenarnya ada di sekeliling kita, mereka yang dianggap ‘gila’ oleh masyarakatnya, tapi sebenarnya memiliki kedalaman pengetahuan, moral dan spiritualitas.

 

Sosok Bahlul sebenarnya ada di sekeliling kita, mereka yang dianggap ‘gila’ oleh masyarakatnya, tapi sebenarnya memiliki kedalaman pengetahuan, moral dan spiritualitas.

 

Suatu ketika, Bahlul diundang raja ke istana, ikut jamuan pesta. Namun, ia mengenakan pakaian jelek nan kusam. Penjaga istana menolaknya, mengusirnya dari gerbang kerajaan. Tidak kurang akal, Bahlul kembali lagi dengan pakaian bagus, dan berhasil masuk kerajaan. Di tengah pesta, di dekat meja Raja, Bahlul membuat ulah. Ia mengguyurkan olahan makanan ke bajunya. Kontan saja, hal ini membuat Raja marah, karena merasa diremehkan.

Menanggapi kemarahan Raja, Bahlul dengan tenang menjelaskan. Ia menunggu giliran menjawab kemarahan sang Raja. “Aku diusir ketika datang mengenakan pakaian sederhanaku. Tapi aku disambut baik ketika mengenakan pakaian mahal. Oleh karena itu, aku pikir pakaiankulah yang pantas mendapatkan makanannya, bukan aku,” ujar Bahlul. Sang Raja tercekat mendengar ledekan Bahlul (hal. 42).

Kedalaman Spiritualitas

Pada kisah lain, Syaikh Junaid al-Baghdadi, sufi dari Irak bertemu Bahlul. Syaikh Junaid penasaran dengan sosok Bahlul, yang dianggap gila, namun selalu memberi nasihat yang jitu. Syaikh Junaid ditanya tentang  makna bicara, namun jawabannya dianggap salah oleh Bahlul.

Kemudian, Bahlul memberi nasihat: “Aku bicara dengan jelas agar pendengarku dapat mengerti. Aku tidak bicara terlalu banyak karena orang-orang akan bosan. Aku menyeru orang-orang untuk menuju Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak berbicara tanpa tujuan atau berbicara terlalu banyak, aku berbicara sewajarnya dan langsung pada pokok permasalahan,” ungkap Bahlul. Nasihat Bahlul ini, menjadikan Syaikh Junaid tidak kuasa berkata, ia mengakui kedalaman spiritual Bahlul.

Buku ini mengajarkan tentang makna spiritual yang mendalam. Kisah-kisah Bahlul memberi pelajaran penting bagaimana manusia mencari inti hidupnya, mencari tujuan terpenting dalam seluruh nafas kehidupannya. Bahlul, sosok alim yang dianggap gila, menyentil kita semua dengan metafor dan gurauannya yang tajam diserta guyonan, dibarengi kegilaan. []

 

 

INFO BUKU:

Mohammed Ali Vakil & Moh. Arif Vakil | Bahlul: Si Bodoh yang Bijak dari Baghdad.

Noura Books, 2016

ISBN: 978-602-385-089-1

 

*Munawir Aziz, bergiat di Gerakan Islam Cinta, (Twitter: @MunawirAziz)