Sesudah ‘Idul Fitri: Quo Vadis?

Sesudah ‘Idul Fitri: Quo Vadis?

Apa yang bisa dievaluasi atas segala perilaku kita selama menjalani tapa brata selama 1 bulan ramadhan? Apakah ‘Idul fitri hanya memberikan kesan sekedar pesta?

Sesudah ‘Idul Fitri: Quo Vadis?

Hari raya ‘Idul Fitri telah berlalu dalam haru biru dan menggairahkan. Keceriaan ada di mana-mana. betapa indahnya, kini kita kembali menelusuri perjalanan hidup seperti hari-hari biasa. dan kita tidak tahu apakah hari-hari kita masih akan panjang atau pendek, semuanya tanpa kepastian.

Tetapi hidup menurut Nabi adalah sebuah perjalanan; ka ‘abiri sabil. al- qur’an bertanya: “Fa Aina Tadzhabun?” (hendak kemana kalian akan pergi?). Manusia menjawab: Kita akan pergi menuju ke sebuah titik berhenti yang bernama kematian. Lalu jalan mana yang akan kita tempuh. Ada dua jalan saja yang bisa kita tempuh, jalan menuju kebahagiaan abadi atau jalan menuju kesengsaraan yang mungkin juga abadi.

Manusia bebas memilih. Tuhan memberikan mata, telinga, hati dan akal. Tuhan juga menyediakan segala fasilitas bagi hidup dan kehidupan manusia. Mata, telinga, hat dan akal memiliki makna ganda. mata adalah alat untuk melihat segala sesuatu, tetapi ia juga bisa membaca tanda-tanda alam. Telinga di samping untuk mendengar bunyi dan suara, ia juga menyimpan apa saja yang didengarnya. Akal berfungsi menerima informasi dari indera yang lain lalu mengolahnya dan menyimpulkan.

Tuhan berharap agar anugerah itu digunakan untuk kebaikan manusia, akan tetapi banyak orang yang lalai akan hal itu. Mereka menggunakan anugerah itu untuk hal-hal yang merugikan dirinya sendiri. Kepada mereka Allah menyindir sebagaimana layaknya binatang:

“… Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memehami tanda-tanda kebesaran Allah, mereka mempunyai mata tetapi tidak tipergunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (Qs. Al-A’raf; 179)