Sejarah Singkat Shalawat Nariyah

Sejarah Singkat Shalawat Nariyah

Shalawat Nariyah adalah salah satu bacaan shalawat yang masyhur diamalkan masyarakat muslim di bebagai negara, termasuk Indonesia.

Sejarah Singkat Shalawat Nariyah
shalawat

Shalawat Nariyah adalah salah satu bacaan shalawat yang masyhur diamalkan masyarakat muslim di bebagai negara, termasuk Indonesia. Baik diwirid sendiri-sendiri ataupun berjamaah di mushola dan masjid. Dalam buku berjudul “Shalawat Nariyah; Sejarah dan Khasiatnya” (2020), Alvian Iqbal Zahasfan mengulas secara detail dan sistematis keberadaan Shalawat Nariyah. Besar kemungkinan, sebagian dari kita ada yang belum mengetahuinya. Sehingga menganggap Shalawat Nariyah sebagai amaliyah bid’ah dan syirik.

Secara bernas, buku yang dieditori oleh Gus Rijal Mumazziq ini terbagi ke dalam 9 bab. Mulai dari bab 1 yang mengulas sejarah Shalawat Nariyah, bab 2 menjelaskan praktik wirid, ijazah, sanad dan doa Shalawat Nariyah, bab 3 tentang syarah (penjelasan) Shalawat Nariyah berdasarkan hadis, hingga bab 9 yang mencantumkan foto-foto dokumenter naskah Shalawat Nariyah. Di masing-masing bab bertebaran ragam rujukan klasik dan kontemporer. Mulai dari bidang tafsir, ulumul qur’an, fikih, tasawuf, sirah, shalawat, tarajim,fatawa, hingga linguistik. Kekayaan dan kedalaman literatur ini menambah bobot ilmiah buku setebal 396 halaman itu.

Bagi saya, setidaknya ada tiga hal menarik dari buku terbitan Imtiyaz Surabaya ini. Pertama, di bagian awal, kita disajikan tiga pendapat ulama terkait penggubah SN. Syaikh Abdullah al-Ghumari menyatakan bahwa Shalawat Nariyah dianggit oleh Syaikh Ibrahim al-Tazi (886 H). Pendapat ini didukung oleh Habib Mundzir al-Musawa, Sayyid Muhammad Zaki Ibrahim, dan lainnya. Syaikh Ali Jumah meyatakan bahwa Shalawat Nariyah digubah oleh Ahmad al-Tazi. Terakhir, pendapat Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki menyatakan bahwa Shalawat Nariyah dianggit oleh Abdul Wahab al-Tazi. Dengan argumentasi yang detail, Mas Alvian mengungulkan pendapat yang pertama. Penggubah Shalawat Nariyah adalah Syaikh Ibrahim al-Tazi.

Kedua, di bagian ketiga, kita disajikan uraian yang mendalam terkait Shalawat Nariyah dalam perspektif hadis. Setiap frasa dari Shalawat Nariyah ditunjukkan sandaran dalil hadisnya. Tidak sekedar mencantumkan matan hadis dari kitab-kitab primer, semisal al-kutub al-sittah, namun juga dikaji kualitas sanadnya. Tidak ketinggalan dirujuk pula keterangan (syarah) kitab-kitab hadis. Semisal Fath al-Bari karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H) dan Syarah Muslim karya Imam al-Nawawi (631-676 H). Secara tidak langsung, bagian ini sangat perlu dibaca oleh sebagian kalangan dari kita yang belum mengetahui keberadaan Shalawat Nariyah, sehingga terburu-buru untuk mengatakannya sebagai amaliyah bid’ah.

Ketiga, dari buku ini, kita akan mafhum mengapa Shalawat Nariyah disebut Shalawat Nariyah. Meskipun dalam beberapa negara, Shalawat Nariyah disebut dengan Shalawat Taziyah, Shalawat Tafrijiyah-Qurthubiyah, dan Shalawat Kamilah. Shalawat Nariyah yang secara bahasa berarti shalawat api, dinamakan seperti itu karena keutamaannya yang sudah banyak dirasakan. Dengan membaca shalawat ini, berbagai hajat mudah dan cepat diijabah. Sudah barang tentu, ini hanyalah wasilah. Hakikatnya adalah berada dalam kekuasaan Allah ta’ala.