Samakah Bunga Bank dengan Riba? (1)

Samakah Bunga Bank dengan Riba? (1)

para ulama mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai apakah bunga termasuk riba atau bukan. Lantas bagaimana kita menanggapinya?

Samakah Bunga Bank dengan Riba? (1)

Perbankan merupakan salah satu bentuk instrumen dalam alur gerak perekonomian. Tugasnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam bentuk yang berbeda-beda, misal kredit. Hampir seluruh aktivitas keseharian masyarakat berkaitan dengan bank. Dari jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain. Ada yang menggunakan bank konvensional atau bank syariah.

Dalam praktek perbankan konvensional dikenal dengan istilah bunga (intrest) dan perbankan syariah dengan konsep bagi hasilnya. Namun, yang menjadi kontroversi adalah, apakah sama bunga bank dengan riba? 

Pesatnya pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah dengan berbagai instrumen menimbulkan optimisme masyarakat tentang riba. Walaupun secara literatur sudah banyak dalil al-Qur’an yang menyebutkan tentang pelarangan riba. Setidaknya riba disebutkan delapan kali dalam al-Qur’an dalam empat surat yang berbeda.

Satu kali dalam ayat 39 surah Al-Rum, satu kali dalam ayat 161 surah an-Nisâ’, satu kali dalam ayat 130 surah Âli ‘Imrân, tiga kali dalam ayat 275 surah al-Baqarah, satu kali dalam ayat 276 surah al-Baqarah, dan satu kali dalam ayat 278 surah al-Baqarah. Keempat surah tersebut secara kronologis menggambarkan empat tahapan pengharaman riba dalam Alquran.

Para ulama sendiri berbeda pendapat tentang bunga dan riba. Pertama, mayoritas ulama salaf dan khalaf, termasuk Al-I’immah Al-Mujtahidin dari kalangan Sunni dan Syi’i seperti Sayyid Abu al-A’la al-Maududi dalam kitabnya ar-Riba mengatakan bahwa riba  haram hukumnya berdasarkan ayat 275-278 dalam surah al-Baqoroh. Riba yang dimaksud adalah jenis riba an-nasi’ah. Al-Maududi melanjutkan bahwa bunga bank termasuk riba yang dilarang. Fatwa Majlis Ulama Indonesia tahun 2004 bunga bank (intrest) termasuk riba dan haram hukumnya.

Kedua, menurut ulama modernis, seperti Muhammad Abduh dan Rasyaid Ridha, berpendapat bahwa bunga bank dapat dikategorikan riba jika bunga tersebut berlipat ganda. Pendapat ini didasarkan pada ayat al- Qur’an Surat Ali Imran ayat 130. Dampaknya adalah Abduh membolehkan bunga bank dengan alasan bahwa, pertama, bunga bank adalah tidak bersifat menindas, justru mendorong kemajuan ekonomi; kedua, menabung di bank pada dasarnya merupakan kerja sama (mudharabah), walaupun tidak sama persis dengan yang diformalkan dalam fikih; dan ketiga, sebagai konsekuensi alasan pertama, yaitu perbankan dapat mendorong kemajuan dalam bidang-bidang lain, di samping ekonomi.

Pendapat ketiga, menurut pendapat Fazlurrahman (1984), Muhammad Asad (1984), dan Said Najjar (1989) bahwa riba dikatakan haram karena eksploitatif. Mereka memahami ayat-ayat riba lebih melihat pada aspek moral daripada legal-formalnya. Sehingga mereka berpendapat bahwa hukum bunga bank menjadi fleksibel dan relatif. Maksudnya, bunga bank yang dilarang adalah yang dalam prakteknya ada unsur eksploitasi terhadap debitur. Jika tidak, maka bunga bank tidak dilarang. Douallibi (Syiria) membedakan antara pinjaman produktif dan konsumtif. Ia berpendapat bahwa dalam pinjaman produktif diperbolehkan ada bunga, sedangkan dalam pinjaman konsumtif tidak diperbolehkan karena ada unsur eksploitasi terhadap orang lemah.

Dari pandangan di atas, para ulama mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai apakah bunga termasuk riba atau bukan. Lantas bagaimana kita menanggapinya? Apa bisa kita katakan bunga dengan riba sama? Kalau memang sama mengapa dalam dekade terakhir ini banyak pengkaji ekonomi Islam berbicara tentang riba. Di kampus-kampus misal, banyak yang sudah membuka mata perkuliahan perbankan syariah yang di dalamnya menolak riba.

Semua itu bisa kita lihat dan analisa melalui dampak keduanya. Bagaimana perekonomian kita dengan bunga bank atau riba, dibanding dengan perekonomian syariah (bagi hasil). Biarkan keduanya berjalan beriringan, toh juga sudah banyak bank-bank konvensional yang membuka bank syariahnya, to? Yang jelas, dalam bank syariah mempunyai dua tujuan, lancar dunia juga lancar akhirat. Sementara bank konvesional apakah juga sama? Ya coba saja tanya sama tellernya.

Muhammad Najib Murobbi, Mahasiswa Pasca Sarjana Ekonomi Syariah Universitas Indonesia.