Menjadi pemimpin adalah amanah. Amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia maupun di akhirat. Namun faktanya, sebagian pejabat dan pemimpin di Indonesia malah terlibat korupsi, tindak kriminal, dan bertindak semaunya dengan kekuasaannya.
Kisah Sutawijaya, sebagai pemimpin tertinggi dari kerjaan Mataram Islam pada waktu itu, mendapatkan nasehat dari Sunan Kalijaga sangat menarik untuk disimak. Ada tiga nasehat atau piwulang Sunan Kalijaga: pertama, untuk bekal selamat lahir bathin, jadilah (dimetaforkan) seperti pohon Wijayamulya.
Apabila ditanam dengan rasa kasih, diperlakukan sesuai tatanan yang berlaku, serta disiram dengan air supaya segar, makan pohon Wijayamulya akn tumbuh subur, berdaun dan berbunga yang segar dan indah.
Kedua, mengayomi dan menciptakan suasana nyaman bagi warganya. Selain itu, menurut Sunan Kalijaga, hendaknya para pemimpin menyantuni fakir miskin dan orang terlantar, para yatim piatu, serta pendeta.
Artinya, seorang pemimpin di larang untuk menumpuk harta dengan sia-sia yang kelak akan menjadi rebutan para pewarisnya. Para pemimpin dianjurkan untuk dermawan, ringan tangan kepada yang membutuhkan. Serta jujur dan malu kepada Tuhan dan sesama, itulah watak yang harus dimiliki para pemimpin.
Hal tersebut disampaikan Sunan Kalijaga kepada Sutawijaya harapan agar nasehat tersebut kelak bisa disampaikan kepada para pemimpin Mataram.
Ketiga, mewujudkan kerajaan yang ideal. Nasehat ini dibingkai dalam sebuah cerita mengenai seorang Wiku di Gunung Rasa Mulya yang memberi nasehat kepada Raden Sujanadi dan kedua adiknya yang akan menjadi raja.
Sang Wiku menyampaikan, bahwa kelak ketika menjadi raja maka pekerjakanlah orang yang baik seperti dimetaforakan dengan empat hal, yakni perempuan, keris, intan, dan burung.
Perempuan melambangkan bahwa ia harus bertutur kata halus, sareh, dan tertib dalam bersikap. Keris, memiliki arti tajam pikirannya dan ahli perang. Intan, ia harus memlki hati dan pikiran yang bening. Serta burung melambangkan makna mengetahui hal yang tersamar yang baik daan buruk.
Selain empat hal tersebut, seorang pemimpin juga harus berhati-hati atas empat pantangan yang harus dihindari. Pertama, bersenang-senang, berjudi hingga menghabiskan harta benda. Kedua, main perempuan sehingga lalai pada tugas dan kewajibannya.
Ketiga, berotak kosong, artinya sering menghabiskan waktu hanya untuk makan dan minum tidak mau belajar. Terakhir, keempat, menganggap kedudukannya sebagai raja adalah berkat kehebatan dirinya sendiri.
Nasehat itulah yang dilaksanakan dan menjadi pegangan Sutawijaya dalam memimpin kerajaan Mataram sehingga diwariskan kepada penerusnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Kerajaan Mataram mampu bertahan sampai 500 tahun, semua berkat anjuran Sunan Kalijaga.
Pesan-pesan yang disampaikan Sunan Kalijaga bukan tanpa aalsan, semua sejalan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Misal, QS. Ar-Ra’d [13]: 28 membicarakan hati orang-orang yang beriman akan menjadi tentram jika selalu mengingat Allah. Ini sejalan dengan pesan yang pertama bila ingin selamat lahir bathin.
Dalam kesempatan lain Al-Qur’an berbicara supaya manusia tidak menumpuk harta. QS. Al-Humazah: [104]: 1-9 membicarakan tentang pengumpat yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Manusia seringkali terlena dengan harta kekayaannya. Ini sejalan dengan pesan Sunan Kalijaga agar tidak berfoya-foya dengan menghabiskan harta bendanya.
Semoga para pemimpin negeri kita selalu amanah dengan jabatannya serta tidak menyalah gunakan tampuk kekuasaannya. Juga kita berlindung kepada Allah agar terhidar dari kedzoliman para pemimpin. (AN)
Wallahu ‘alam bish-showab.