Sunan Kalijaga dan Nasihatnya untuk Para Pemimpin dalam Syair “Gundul Pacul”

Sunan Kalijaga dan Nasihatnya untuk Para Pemimpin dalam Syair “Gundul Pacul”

Sunan Kalijaga menciptakan sebuah syair berjudul “Gundul Pacul” yang memiliki makna sangat dalam.

Sunan Kalijaga dan Nasihatnya untuk Para Pemimpin dalam Syair “Gundul Pacul”

Gundul-Gundul Pacul-cul, gembelengan. sunan kalijaga

Nyunggi-nyunggi wakul-kul, gembelengan.

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar.

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

 

Semasa kecil, tembang ini tak asing di telinga saya. Tembang ini sering saya nyanyikan bersama teman-teman sebaya saat bermain selepas sekolah. Tak hanya sekedar mainan, ternyata tembang ini memiliki makna filosofis yang dalam.

Kata gundul merupakan kepala plontos tanpa rambut. Kepala adalah kehormatan kemuliaan seseorang. Sedangkan rambut merupakan mahkota keindahan kepala, jadi gundul adalah kehormatan tanpa mahkota.

Gundul-gundul pacul memiliki makna bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota, tetapi membawa pacul untuk mencangkul (mengupayakan kesejahteraan rakyatnya). Namun orang yang sudah kehilangan empat indra yakni mata, hidung, mulut, dan telinga akan berubah sikapnya menjadi congkak (gembelengan).

Dalam keratabasa Jawa, kata “pacul” itu berarti papat kang ucul (empat hal yang lepas), sama seperti bentuk pacul (cangkul) yang berbentuk persegi empat. Artinya bahwa kemuliaan dan kehormatan seseorang itu tergantung dari apa yang ada dan diperbuat oleh kepala dan isinya.

Otak adalah isi kepala yang paling vital. Ada empat organ lain di kepala yang menjadi prajurit akal, yaitu mata, hidung, telinga, dan mulut, yang jika lepas (ucul) dari kontrol akal maka (rasionalitas) akan berbuat semaunya.

Pacul juga dapat diartikan ngipatake kang muncul, artinya membuat apa yang timbul maksudnya bahwa dalam menjalankan sesuatu yang baik pasti ada godaan-godaan dan kesulitan tingga caranya kita menyikapi kesulitan itu.

Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat, tetapi dia malah menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya, menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia.

Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya. Pemimpin dilarang gembelengan, main-main, sok kuasa, lupa hakikat demokrasi, merasa diri di atas rakyat dan lupa bahwa rakyat bisa hidup tanpa pemerintah, sementara pemerintah tak bisa ada tanpa rakyat.

Nyunggi wakul, gembelengan. Nyunggi wakul artinya membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya. Wakul adalah bakul atau tempat nasi yang melambangkan harta benda dan mempunyai simbol kesejahteraan rakyat, kekayaan negara, sumberdaya dan pajak adalah isinya.

Banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main). Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul dikepalanya. Kesombongan dengan membanggakan dirinya itu, pada akhirnya hanya akan menghancurkan kehormatan dan harga dirinya sendiri.

Akibatnya jika nyunggi wakul gembelengan yaitu wakul ngglimpang segane dadi sak latar. Maksudnya adalah bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana. Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada di mana-mana.

Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagal lah tugasnya mengemban amanah rakyat. Kekayaan negara tercecer-cecer mubazir, dikuasai maling dan kaum serakah yang derajatnya sama dengan ayam yang mencocol beras yang berceceran.

Semoga kita dapat mengamalkannya.

Wallahu ‘alam bishshowab.