Sejarah Islam menunjukkan bahwa jumlah perawi hadis perempuan cukup banyak. Selain para istri Rasulullah (ummahatul mu`minin), terdapat nama-nama seperti Ummu Ma’bad (Atiqah binti Khuwailid), Amrah binti Abdurrahman, dan Rubiyyah binti Mu’awidh. Bahkan, Ibn Sa’ad al-Zuhri dalam kitab Thabaqat al-Kubra menyebutkan bahwa jumlahnya sekitar 700 orang.
Sewaktu Rasulullah masih hidup, semangat para sahabat perempuan (shahabiyyah) dalam belajar sangat tinggi. Dalam Shahih al-Bukhari pada bab ilmu (kitab al-‘ilm), terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sai’id al-Khudri. Hadis itu mengisahkan kedatangan seorang perempuan untuk menemui Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, para lelaki pergi belajar bersamamu. Kami ingin agar engkau juga menyediakan waktu khusus bagi kami untuk mendatangimu, untuk belajar apa yang telah Allah ajarkan kepadamu,” sang wanita memohon.
Tanpa keberatan, Rasulullah menjawab, “Berkumpullah di hari ini (waktu yang ditentukan).”
Setelah waktu pertemuan telah ditentukan, para perempuan berkumpul sesuai dengan perintah Rasulullah. Beliau juga menepati janjinya dengan datang untuk memberi mereka pengajaran.
Selain menunjukkan semangat belajar yang tinggi dari para sahabat perempuan, kisah dalam hadis di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah menaruh perhatian yang tinggi terhadap pendidikan kaum perempuan. Sebagaimana yang juga beliau terapkan untuk laki-laki.
Rasulullah tentu lebih banyak menghabiskan waktu bersama para sahabat laki-laki. Sehingga wajar jika mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar bersama beliau. Namun, hal tersebut ternyata tidak membuat beliau melupakan ‘nasib’ para sahabat perempuan yang ternyata juga menginginkan kesempatan yang sama.
Ketika ‘pengajian’ Rasulullah berlangsung di masjid, tempat duduk yang disediakan untuk perempuan biasanya berada di belakang tempat duduk untuk laki-laki dan anak-anak, sebagaimana urutan shaf dalam sholat. Tentu cukup berjarak dari tempat Rasulullah. Karena zaman dulu belum ada pengeras suara, jarak yang ada bisa menjadi masalah. Bisa jadi jamaah perempuan tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang disampaikan oleh Rasulullah.
Namun, perhatian Rasulullah terhadap para sahabat perempuan sungguh luar biasa. Beliau ingin memastikan bahwa mereka telah mendengar dengan jelas apa yang disampaikannya. Jika ternyata para sahabat perempuan tidak mendengar dengan jelas, maka beliau akan beranjak dari tempatnya dan mendekat kepada mereka untuk mengulang kembali penjelasan yang telah beliau sampaikan.
Banyaknya perawi hadis perempuan bukanlah sebuah kebetulan. Di balik fakta tersebut, terdapat semangat belajar yang tinggi pada diri mereka. Serta kebijaksanaan Rasulullah yang tidak membeda-bedakan para sahabat beliau, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan, dalam hal memperoleh pendidikan dan pengajaran.
Karena itu, sangat disayangkan apabila masih ditemukan orang atau kelompok yang mempersulit perempuan untuk mengenyam pendidikan. Apalagi ketika tindakan tersebut dilakukan dengan dalih agama. Padahal Rasulullah menyatakan dengan gamblang dalam sebuah hadis bahwa “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah.”
Pernyataan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi hak laki-laki maupun perempuan secara setara bukan isapan jempol belaka. Di samping banyak bertebaran ayat Al-Qur`an dan Hadis tentang hal itu, Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah pun mencontohkan dengan mempraktekkan langsung dalam keseharian beliau. (AN)
Wallahu a’lam.