Perang Khandaq dan Seni Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Perang Khandaq dan Seni Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Dari perang Khandaq ini, kita bisa melihat seni kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Tidak salah jika beliau digambarkan sebagai Al-Qur’an yang berjalan.

Perang Khandaq dan Seni Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
Ilustrasi perang Khandaq

Perang Khandaq (yang berarti parit) yang terjadi pada tahun 5 Hijriyah (627 Masehi) menjadi saksi betapa mulianya kepemimpinan Nabi Muhammad di medan perang. Perang ini disebut juga perang Ahzab (diabadikan menjadi salah satu nama surat dalam Al-Qur’an) karena Nabi berhadapan dengan sekutu (koalisi) pasukan Quraisy, suku Ghatafan, Murrah, dan koalisi bala tentara lainnya yang mengepung Madinah.

Selama enam hari Nabi dan para sahabatnya membangun parit untuk membentengi wilayah Madinah.  Adalah Salman Alfarisi, seorang sahabat pendatang dari Persia yang memperkenalkan strategi ini.  Strategi bertahan yang biasa digunakan oleh imperium Persia, tetapi masih sangat asing bagi bangsa Arab yang mengandalkan pertarungan fisik jarak pendek.

Dari perang Khandaq ini, kita bisa mengambil keteladanan Nabi Muhammad SAW. Tidak salah jika beliau digambarkan sebagai “Pekertinya adalah Al-Qur’an”. Demikian adalah jawab Sayyidah Aisyah, istri kinasih Nabi ketika ditanya tentang sosok beliau. Nabi Muhammad adalah mata air keteladanan. Al-Qur’an yang berjalan.

Di bawah terik matahari Madinah, Nabi dan sahabatnya menggali tanah sepanjang lebih dari 2.500 meter, lebar 5 meter, dan kedalaman 3,5 sampai 5 meter. Nabi Muhammad tidak hanya memerintah, melainkan menjadi orang yang mengawali dan ikut bergotong-royong sampai pembangunan itu selesai.

Beliau memberikan semangat, berdoa, dan sesekali bersenandung membakar semangat di tengah sahabat Muhajirin dan Anshar.

Tiada kehidupan sempurna kecuali kehidupan akhirat

Maka ya Allah, rahmatilah Anshar dan dan Muhajirin

Para sahabat pun beramai-ramai menyambutnya:

Kamilah yang mengikat janji kepada Muhammad

Berjuang sepanjang hayat selama-lamanya!

Bagaimana para sahabat tidak setia dan cinta kepada pemimpin agung seperti ini? Yang memberikan anjuran sekaligus menjadi orang pertama yang melaksanakan, mencontohkan anjurannya.

Ketaatan para sahabat kepada pemimpin yang berdasar welas asih. Bukan rasa takut, apalagi keterpaksaan. Bahkan, dikatakan bahwa seandainya Nabi memerintahkan mereka untuk memasuki jurang api, mereka pun akan melakukannya.

Dari sahabat Al-Barra’ bin Azib dia berkata, “Kulihat beliau mengangkuti tanah galian parit hingga banyak debu yang menempel di kulit perutnya”

Abu Thalhah berkata, “Kami mengadukan rasa lapar kami kepada beliau. Lalu kami mengganjal perut dengan batu. Beliau juga mengganjal perutnya dengan dua buah batu.”

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Jabir, dia berkata, “Saat kami menggali parit, ada sebongkah tanah yang keras. Ini ada tanah keras yang teronggok di tengah parit, wahai Nabi!”

“Kalau begitu biar aku yang turun ke bawah“, jawab Nabi Muhammad. Dalam riwayat tersebut diceritakan beliau sendiri meraih cangkul dan menghentakkannya ke tanah itu hingga hancur berkeping-keping menjadi pasir.

Sahabat Jabir bin Abdullah yang tidak tega melihat Rasulullah lapar, pulang menyembelih seekor kambing dan meminta istrinya menanak satu sha’ tepung gandum untuk Nabi. Setelah membisiki Rasulullah untuk makan (dengan beberapa sahabat saja), beliau justru meminta semua sahabat untuk memakannya bersama-sama.

Kisah kepemimpinan Nabi Muhammad dalam perang Khandaq masih banyak lagi. Begitu juga dengan kisah setangkup kurma dari saudara perempuan An-Nu’man bin Basyir yang terkenal itu. Kurma setangkup yang dibagikan untuk dimakan oleh seluruh sahabat, yang ajaibnya cukup dan masih tersisa.

Demikianlah Nabi Muhammad. Manusia kasih sayang. Yang tidak tega melihat penderitaan umatnya di dunia, terlebih di akhirat. Perintah, anjuran, dan larangannya tidak hanya di bibir saja, tetapi melaksanakan dan mencontohkannya. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Nabi adalah sebentuk kepedulian dan rasa kasih dan sayang kepada umatnya.

Perang Khandaq merupakan perang yang melibatkan pasukan tentara paling banyak sepanjang kehidupan Nabi Muhammad. Pada perang ini umat Islam yang berjumlah 3.000 pasukan berhadapan dengan pasukan koalisi Quraisy berjumlah sekitar 10.000 pasukan. Pasukan koalisi yang superior secara jumlah ini akhirnya tidak berhasil menembus benteng pertahanan Madinah dan kembali ke Mekah setelah bertempur selama 27 hari.