Pakaian Islami di Sekitar Kita Sebenarnya Tidak Islami-islami Amat

Pakaian Islami di Sekitar Kita Sebenarnya Tidak Islami-islami Amat

Pakain Islami itu seperti apa sih? Apa yang putih-putih saja?

Pakaian Islami itu seperti apa sih? Apakah memang benar itu meniru Nabi? Atau pakaian islami itu yang berwarna putih saja?Alvin Nur Choironi, intelektual muslim dan redaktur bercerita. Katanya seorang teman  dia hobi sekali berpakaian serba putih. Kata dia, itu pakaian nabi. Pakaian Sunnah. Lalu ia menelusuri, begini:

Seorang ulama besar asal Mesir, lahir tahun 1917 M, ahli fikih dan hadis, serta menjadi dosen di Al-Azhar, Syekh Muhammad al-Ghazali menjelaskan alasan Nabi suka berpakaian serba putih. Dalam bukunya yang berjudul as-Sunnah an-Nabawiyah Baina Ahlil Fiqh wal Hadis menjelaskan secara gamblang warna pakaian yang sering disalahfahami sebagai sunnah yang utama untuk digunakan. Bahkan Muhammad al-Ghazali juga menjelaskan secara gamblang hadis tentang surban dan pakaian warna putih.

Yang perlu diketahui pembaca saat membaca artikel ini adalah bahwa Muhammad al-Ghazali dalam artikel ini berbeda dengan Imam al-Ghazali yang menulis kitab Ihya Ulumuddin. Hal ini penting diketahui agar para pembaca tidak salah sangka dan salah faham, serta menyamakan kedua tokoh ini.

Muhammad al-Ghazali menjelaskan bahwa hadis tentang surban adalah tanda pengenal malaikat yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi bukanlah hadis sahih. Ia juga menuturkan bahwa hadis-hadis lain tentang surban yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam at-Tirmidzi juga sama.

“Serban adalah pakaian bangsa Arab, bukan lambang keislaman,” tutur murid mantan Grand Syekh al-Azhar, Syekh Mahmud Syaltut ini dalam bukunya.

Menurut Syekh Muhammad al-Ghazali, orang Arab saat itu menggunakan surban karena kondisi iklim yang sangat panas dan mengharuskan mereka menggunakan pakaian itu, selain itu mereka juga menggunakan pakaian berwarna putih dan agak longgar seperti jubah.

Hal ini berbeda bagi orang yang berada di tempat beriklim dingin. Muhammad al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang tinggal di iklim dingin akan cenderung menggunakan baju ketat dan berwarna hitam.

Muhammad al-Ghazali melanjutkan bahwa pakaian muslim adalah pakaian yang terbebas dari kesombongan dan pemborosan, tidak harus berwarna tertentu. Dasar ulama al-Azhar ini diambil dari sebuah hadis Rasul lain: “Makanlah apa yang kau ingini dan kenakanlah pakaian yang kau inginkan asalkan terhindar dari kesombongan dan pemborosan.”

Adapun redaksi lengkap hadisnya seperti berikut:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((كلوا واشربوا وتصدقوا والبسوا ما لم يخالطه إسراف، أو مخيلة))

“Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah, minumlah, bersedekahlah, berpakaianlah selama tidak boros dan sombong.”

Hadis tersebut bisa dilacak dalam kitab Sunan Ibn Majjah dan Sunan an-Nasai. Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hadis di atas adalah Rasul membolehkan kita makan apapun yang kita inginkan, sedekah, atau pakaian apapun asalkan tidak terhindar dari sombong dan pemborosan.

Dalam hal pakaian, mungkin juga perlu ditambahkan konsep pakaian ala Syekh Ali Mustafa Yaqub, yaitu dengan 4T: (tutup aurat, tidak terlalu ketat, tidak menyerupai lawan jenis, dan tidak transparan)

Menurut Syekh Muhammad al-Ghazali, anggapan bahwa jubah dan surban pakaian muslim sedangkan celana pakaian orang kafir adalah salah besar.

“Sebagian di antara pemuda mengira (secara keliru) bahwa jubah adalah pakaian dan seragam Islam, bahwa setelan baju dan celana adalah pakaian kafir. Pendapat seperti ini keliru,” terang Muhammad al-Ghazali.

Rasul sering menggunakan pakaian serba putih karena warna itu adalah pakaian kaumnya. Hal ini seperti makanan atau hal lain. Nabi hanya suka makanan ini dan itu karena makanan tersebut adalah makanan yang sering dimakan kaumnya. Dalam suatu peristiwa, Nabi tidak ingin makan dabb (biawak Arab) namun membiarkan para sahabat memakannya. Menurut Syekh Ali Jumah, nabi tidak ikut makan itu karena nabi merasa tidak doyan sebab jarang makan makanan demikian.

Hal ini seperti orang yang jarang makan pizza, saat ia diberi pizza ia akan menolak karena ia tidak biasa makan makanan seperti itu.

Namun, jika ingin tetap pakai pakaian warna putih karena mengikuti (ittiba’) Rasul tentu bagus. Namun jika menyalahkan orang lain yang tidak berpakaian putih dan dianggap tidak menjalankan sunnah, maka hal seperti ini tentu kurang baik.