OBITUARI: Sujiatmi dan Cinta Jokowi yang Tak Bertepi

OBITUARI: Sujiatmi dan Cinta Jokowi yang Tak Bertepi

“Pokoknya, kalau ada ibu, aku tenang,” kata Jokowi.

OBITUARI: Sujiatmi dan Cinta Jokowi yang Tak Bertepi
Presiden Jokowi saat berada di samping ibunya, beberapa saat sebelum pemakaman Pict by. Agus Suparmanto (Fotografer Istana)

Sebuah foto sering kali berbicara dan bercerita lebih banyak. Seperti foto Jokowi yang beredar beberapa hari ini. Ia tampak duduk dan menyeka air matanya. Sulit untuk tidak menangkap duka dari foto itu. Ia baru saja kehilangan ibunya, orang yang begitu ia cintai.

Sujiatmi, ibu Jokowi, adalah perempuan rendah hati yang penuh kesederhanaan. Kisahnya dapat kita baca pada buku Saya Sujiatmi, Ibunda Jokowi anggitan Kristin Samah dan Fransisca Ria Susanti. Melalui buku itu, misalnya, kita tahu bahwa rupanya Sujiatmi piawai memasak sambel tumpang, makanan khas Solo, yang sangat disukai anggota keluarganya. Sujiatmi juga dikenal sebagai ibu yang tegas dan teguh pendirian.

Kehadiran Sujiatmi sangat penting dalam hidup Jokowi. Setidaknya dalam dua fase ketika Jokowi “terpuruk”. Pertama adalah ketika Jokowi gagal masuk SMA 1 Solo. Jokowi sempat ngambek dan bahkan sakit dua bulan. Ibunya berperan menenangkan dan menasihati hingga ia mau masuk sekolah di SMA 6 Solo. Setelah fase ngambek tidak mau sekolah dan sakit lama Jokowi diantar ibunya ke sekolah dengan dibonceng motor. Teman-teman Jokowi pun meledek: kae kowe dipethuk mbakyumu (itu kamu dijemput kakakmu).

Fase “terpuruk” Jokowi kedua adalah ketika bisnis mebelnya bangkrut lantaran kena tipu. Dikisahkan, Jokowi sempat nglokro (tak bersemangat) selama beberapa bulan. Lagi-lagi, sang ibulah yang memberi semangat dan dorongan sehingga Jokowi kembali bangkit. Peran ibu di keluarga Jokowi memang sentral, mengingat ayahnya adalah seorang yang pendiam.

Dalam karier politik Jokowi pun sang ibu punya andil besar. Tak pernah Jokowi melangkah dalam momen politik apapun tanpa restu dari ibunya. Baik ketika ia maju sebagai walikota, gubernur dan presiden. Bahkan seringkali sang ibu diajak blusukan selama masa kampanye. Pernah pula ibunya diminta menjadi narasumber dadakan pengganti Jokowi dalam suatu acara bedah buku.

“Pokoknya, kalau ada ibu, aku tenang,” kata Jokowi kala itu saat ditanya wartawan kenapa sang ibu selalu mendampinginya dalam kegiatan politik.

Bukan tanpa risiko Sujiatmi turut serta membantu Jokowi dalam gelanggang politik. Ia pernah kena fitnah penganut Nasrani, keturunan Tionghoa dan PKI. Tuduhan tak berdasar itu bahkan dilemparkan oleh seorang bergelar raja dangdut kala Jokowi-Ahok berhadapan dengan Foke-Nara di Pilkada DKI. Sebagaimana diketahui, raja dangdut ada di posisi Jokowi.

Sujiatmi sadar bahwa konsekuensi dari politik adalah mendapat fitnah dan cacian. Termasuk fitnah berbau SARA yang menjijikkan. Padahal, yang tak banyak orang tahu, Sujiatmi nyaris tak pernah putus puasa Senin-Kamis dan salat tahajud. Ia juga rajin mengikuti sejumlah pengajian. Hanya saja fakta itu seolah tertutup, boleh jadi karena Jokowi bukan “santri” dan berangkat dari partai nasionalis, bukan partai berlabel Islam.

Kini perempuan sederhana itu telah pergi. Meninggalkan seorang anak yang kini sedang berjuang menghadapi pageblug. Tak aneh jika aura kesedihan begitu terlihat di wajah Jokowi, setidaknya terbaca dari foto-foto yang beredar. Selamat jalan eyang Sujiatmi, Tuhan menyayangimu. Alfatihah…