Kalau anak muda sudah diserang ‘penyakit’ bernama cinta, biasanya akan menjelma menjadi seorang penyair yang begitu dekat dan lekat dengan dunia kata-kata. Semua derita yang ia rasakan tumpah-ruah dan mengalir tak terbendung dari tinta puitisnya. Jemarinya yang mulai ringkih adalah saksi atas bait-bait yang ia susun menjadi suara-suara parau, mengisahkan hati yang risau.
Hal itu wajar dialami oleh banyak anak muda, terutama yang untuk pertama kali merasakan cinta bersemi. Yang paling penting, saat cinta mulai merekah di hatinya, ia tak sepenuhnya dikendalikan, apalagi dilemahkan. Hari-hari penuh cinta harus senantiasa dijalani dengan penuh ketabahan. Hal inilah yang dipesankan oleh Imam Syafi’i pada seorang pemuda yang dimabuk cinta.
Dikisahkan dalam kitab Mu’jam al-Udaba’ karya Abu Abdillah Yaqut bin Abdillah al-Rumi al-Hamawi, ada seorang anak muda yang menderita karena cinta. Karena tak kuasa berlama-lama menahan penderitaannya, pemuda ini mengutus seseorang untuk membawa surat yang berisi untaian puisi kepedihan kepada Imam Syafi’i.
Pemuda ini tampak ingin curhat pada sang imam perihal masalah asmaranya sekaligus meminta nasihat dan saran untuk kebaikan dirinya.
سل المفتي المكي من آل هاشم
إذا اشتد وجد بامرىء كيف يصنع
Tanyakan pada sang mufti dari Makkah keturunan Bani Hasyim
Apa yang harus dilakukan seseorang bila cinta sudah menggila?
Sang utusan kembali membawa balasan dari sang imam, berisi nasihat indah dalam bait puisi dan ditulis di bawah puisi anak muda itu.
يداوي هواه ثم يكتم وجده
ويصبر في كلّ الأمور ويخضع
Orang itu harus mengobati lalu memendamnya cintanya
Sambil bersabar atas semua persoalan dan menenangkan dirinya
Tak puas dengan jawaban Imam Syafi’I, anak muda itu kembali berkirim surat dalam bait puisi. Juru surat yang bertugas mengirimkan pesannya datang kembali kepada sang imam. Puisi anak muda itu berbunyi:
فكيف يداوي والهوى قاتل الفتى
وفي كلّ يوم غصّة يتجرّع
Bagaimana mungkin ia mengobati dirinya
sedangkan cinta mampu membunuh sang pemuda
Dan setiap hari, kesedihan kian tak terhentikan?
Balasan untuk puisi itu kembali diberikan oleh Imam as-Syafii melalui sang juru surat. Pesan pamungkas Imam Syafi’i itu kembali ditulis tepat di bawah puisi anak muda yang malang itu.
فان هو لم يصبر على ما أصابه
فليس له شيء سوى الموت أنفع
Ketika ia tidak bisa bersabar atas apa yang menimpanya
Maka tak ada yang lebih baik atas selain kematian dirinya
Pesan Imam Syafi’i untuk anak muda di atas adalah nasihat indah dalam cinta yang selalu relevan untuk kehidupan para anak muda, terutama kaum milenial zaman sekarang yang dikit-dikit galau, dikit-dikit healing, dikit-dikit baper, dikit-dikit patah hati, dan semacamnya.
Cinta adalah peristiwa paling indah yang terjadi dalam kehidupan umat manusia, namun cinta juga bisa menjadi peristiwa paling tragis yang terjadi dalam kehidupan umat manusia.
Pesan Imam Syafi’i untuk pemuda yang sedang dimabuk cinta kurang lebih bisa disarikan dalam dua nasihat.
Pertama, seorang pemuda yang sedang dimabuk cinta harus berusaha untuk mengobati dirinya dari rasa galau dan berupaya memendam rasa cintanya di dasar hatinya.
Kedua, seorang pemuda yang dimabuk cinta harus tetap tabah dan sabar menjalani dan melewati hari-hari penuh cinta. Karena cinta yang paling indah adalah cinta yang paling tabah.
Wallahua’lam.
(AN)