Jangan Risau, Nabi Muhammad Saja Pernah Ditolak Cintanya

Jangan Risau, Nabi Muhammad Saja Pernah Ditolak Cintanya

Bagi yang pernah ditolak cintanya, jangan khawatir, kamu tidak sendirian.

Jangan Risau, Nabi Muhammad Saja Pernah Ditolak Cintanya

Bagi seorang pemuda, cinta ditolak adalah hal yang membuat merana. Hati seperti teriris dan mata pun hendak menangis, hidup serasa tidak bergairah dan seolah-olah kehilangan makna. Tetapi jangan risau, sebab terdapat kisah menarik tentang kisah percintaan Nabi Muhammad yang juga pernah mengalami penolakan.

Meski disebutkan bahwa nabi Muhammad itu “basyarun lā ka al-basyar” (manusia tetapi tidak seperti manusia pada umumnya), secara naluriah, beliau tetaplah seorang manusia yang memiliki rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya.

Pada saat nabi Muhammad belum menerima risalah kerasulan, beliau tertarik serta menyukai teman kecilnya sekaligus sepupunya sendiri, saudari dari Ali bin Abi Thalib, yang bernama Fakhitah binti Abi Thalib bin Hasyim, biasa dipanggil Ummu Hani’. Rasa cinta tersebut beliau utarakan langsung kepada sang paman dengan melamar Fakhitah. Namun, maksud baik tersebut ditolah oleh Abu Thalib, sebab sang paman hendak menikahkan putrinya tersebut dengan seorang pemuda dari bani Makhzum bernama Hubairah.

Hubairah sendiri merupakan putra saudara ibu Abu Thalib, terkenal dengan kekayaannya, kemampuannya, dan baik pekertinya serta masyhur sebagai penyair sudah lebih dahulu meminang Fakhitah untuk dijadikan istri. Bani Makhzum sendiri memiliki peran besar bagi Abi Thalib. Dahulu bani Makhzum biasa menikahkan gadis-gadisnya dengan bani Hasyim, sehingga Abu Thalib mengatakan bahwa orang yang bermuah hati harus dibalas hal yang serupa.

Rasulullah menerima dengan lapang dada penolakan sang paman serta menerimanya sebagai nasihat bahwa dirinya dinilai belum waktunya membangun serta membina mahligai bahtera rumah tangga.

Fakhitah akhirnya menikah dengan Hubairah bin Amr al-Makhzumi dan dikaruniai empat anak bernama Amr, Ja’dah, Hani’, dan Yusuf. Sehingga ia lebih dikenal dengan nama Ummu Hani’. Meskipun Ummu Hani’ adalah cinta pertama Nabi, namun mereka tidak ditakdirkan hidup bersama seatap dan serumah.

Hingga akhirnya Allah mengirimkan Khadijah binti Khuwailid yang menjadi partner setia dakwah sang Nabi selama 25 tahun, dan satu-satunya istri Rasulullah yang tidak dipoligami.

Beberapa tahun berlalu, setelah Nabi Muhammad sudah menjadi nabi dan rasul banyak orang berbondong-bondong masuk Islam saat peristiwa Fathu Mekkah. Sayangnya suami Ummi Hani’ tidak mau mau bersyahadat untuk masuk islam, malah ia melarikan diri dari Mekkah dan sampai akhir hayatnya tidak memeluk agama islam.

Rasulullah yang masih menyimpan rasa cinta pada Fakhitah serta merasa iba melihatnya membesarkan anak-anaknya sendirian, bermaksud ingin menjadi ayah bagi anak-anak Ummu Hani’ dengan melamarnya kembali. Namun disayangkan, jika dahulu sang paman lah yang menolaknya, kini Ummu Hani’ langsung yang menolak pinangan sang Nabi untuk kedua kali.

Ummu Hani’ beralasan bahwa di usianya yang sudah menua, ia khawatir tidak bisa melayani Nabi dengan baik serta khawatir malah mengganggu dakwah sang Nabi, oleh sebab itu ia memilih fokus pada anak-anaknya saja.

Penolakan Ummu Hani’ tersebut menjadi cikal-bakal atau asbabul wurud hadis shohih Bukhari no. 4692:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ

dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sebaik-baik wanita adalah yang dapat mengendarai unta. Sebaik-baik wanita Quraisy adalah adalah yang paling lembut dan simpati pada anak di masa kecilnya, dan paling bisa menjaga harta suaminya.”

Walakhir, jodoh adalah urusan Allah yang dirahasiakan kepada para hamba-Nya. Oleh karena itu, tugas para jomblowan dan jomblowati ialah senantiasa berusaha menjaga diri dan memantaskan diri menjadi pribadi yang lebih baik, sebab dikatakan bahwa ‘jodoh adalah cerminan diri’, sebagaimana firman Allah dalam QS an-Nur: 26:

اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ

Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).

wa Allahu a’lam!