Munas NU 2021 Putuskan Hukum Gelatin dari Babi

Munas NU 2021 Putuskan Hukum Gelatin dari Babi

Bagaimana hukum gelatin? Munas NU 2021 merumuskannya dalam komisi Bahtsul Masail Waqi’iyyah

Munas NU 2021 Putuskan Hukum Gelatin dari Babi

Musyawarah Nasional dan Konbes Nahdlatul Ulama (Munas NU 2021) tidak hanya membahas keputusan penetapan muktamar dan hal-hal yang berkaitan dengan keorganisasian, melainkan juga hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan ummat, termasuk hukum gelatin.

Bahasan menarik dalam Munas NU 2021 yang diselenggarakan 25-26 September 2021 ini dibahas dalam salah satu komisi, yaitu komisi Bahtsul Masail Waqi’iyyah.

Dr. K.H Mujib Qulyubi, ketua komisi Bahtsul Masail Waqi’iyyah mengungkapkan bahwa gelatin bisa berasal dari babi atau sapi. Namun yang lumrah digunakan saat ini adalah gelatin yang berasal dari babi, karena gelatin dari babi dianggap lebih murah dari pada hewan yang lain.

“Selain babi dan sapi, hewan yang menjadi sumber bahan baku gelatin dengan porsi sangat kecil adalah ikan dan ayam,” tutur K.H Mujib saat membacakan hasil keputusan komisi di depan para peserta Munas (26/09).

Karena gelatin yang bisa berasal dari beberapa hewan yang berbeda itu, maka keputusan komisi pun diperinci (tafshil). Yaitu, Jika gelatin berbahan baku dari hewan yang halal dikonsumsi, maka statusnya adalah suci dan halal dikonsumsi. Namun bila bahan baku gelatin diambil atau berasal dari hewan yang tidak halal dikonsumsi seperti babi, maka terjadi perbedaan pendapat para ulama.

Setidaknya ada dua pendapat ulama dalam hal ini. Pertama, status hukum gelatin tetap dianggap halal dan suci karena dianggap sudah terjadi proses perubahan (istihalah). Sedangkan kedua, statusnya najis dan haram dikonsumsi karena dianggap belum terjadi proses perubahan. Karena, menurut pendapat ini, dianggap sudah melalui proses perubahan jika sudah berubah secara total, baik perubahan fisik, sifat fisik, molekul kimia, dan sifat kimia.

Pemakaian gelatin, meskipun dianggap tidak terjadi istihalah, sebagian ulama memperbolehkan dalam batas kadar qadr al-ishlah atau karena hajat.

Selain memberikan keputusan terkait status gelatin dan penggunaannya, komisi Bahtsul Masail Waqi’iyyah juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk mendukung setiap usaha produksi gelatin yang berasal dari hewan yang halal. Mengingat, gelatin saat ini sering didapatkan melalui impor, sementara selama ini gelatin impor masih diperselisihkan kehalalannya. (AN)