Mesjid di Bandung dan Aliran Kaligrafi (1)

Mesjid di Bandung dan Aliran Kaligrafi (1)

Mesjid di Bandung dan Aliran Kaligrafi (1)
Masjid Raya Bandung tampak atas (Elik Ragil)

“Kapan Indonesia mempunyai mesjid-mesjid yang hebat, yang sedikitnya sama dengan mesjid-mesjid yang terlukis dalam kitab ini, bila mungkin malahan lebih hebat?”

Pertanyaan Bung Karno di atas disampaikan dalam pengantar buku Sedjarah Mesdjid karya Abu Bakar Atjeh yang terbit pada 1955. Mesjid Istiqlal pada saat itu baru sampai pada tahap pemilihan rancangan arsitektur.

Mesjid yang hebat, memang selalu menjadi dambaan setiap komunitas muslim. Hebat itu pertama-tama ditampakkan dengan kemegahan bangunan, kokoh, kuat, tohaga.

Mesjid Agung Garut umpamanya, dibangun di atas 48 pondasi cakar ayam sedalam sebelas meter dan kayu kusennnya dari jati yang sudah berusia lebih dari 60 tahun. Bangunan mesjid ini diyakini tahan gempa.

Selain itu, kemegahan mesjid juga ditandai dengan keindahan berbagai elemen bangunannya. Kaligrafi Arab adalah satu elemen penting dalam meningkatkan citra estetik sebuah mesjid.

Mesjid yang polos, blung-blong tanpa hiasan, akan terasa “kering” dan menunjukkan tak ada sentuhan seni dalam penggarapannya.

Benar, bahwa bangunan mesjid sendiri sudah mengingatkan kita kepada Allah, tetapi jamaah tetap memerlukan sentuhan seni.

Pelukis kaligrafi Gani Zein sedang menggarap kaligrafi di sebuah masjid

Kaligrafi akan mengajak orang yang melihatnya untuk merenung. Yang bisa mebaca akan bertafakkur dengan kandungan ayatnya. Yang tidak bisa membaca karena rumit, akan kagum dengan pencapaian seniman muslim.

Dari kaligrafi itulah kebudayaan Islami bermula dan bertahan hingga kini, karena menjadi medium seni penulisan ayat-ayat Alquran.

Kaligrafi memang sangat kuat unsurArabnya, sebab yang ditulis memang huruf-huruf Arab. Akan tetapi bukan berarti unsur lokal tidak bisa ikut berperan. Muatan lokal dapat bermain pada iluminasi dan ornament misalnya bentuk batik. Juga pada media yang digunakan, seperti kayu jati.

Medium kayu jati akan memerlukan tukang ukir yang piawai. Pengukir dari Jepara biasanya jadi pilihan utama. Kerjasama dalam bentuk ukiran seperti itu belum tentu dapat dilakukan oleh seniman kaligrafi Timur Tengah.

Jadi, komponen lokal seperti ukiran jati bisa menjadi ciri khas Indonesia dalam kaligrafi. Ukiran kaligrafi pada kayu jati ini antara lain bisa dilihat pada pintu mesjid Habiburrahman IPTN Bandung. Elemen esetetis di Mesjid IPTN itu dianggap masterpiece maestro kaligrafi Saifullah Maskub Aziz. []

Ikuti tulisan eksklusif tentang Kaligrafi di islami.co lainnya di tautan ini:

Masjid di Bandung dan aliran Kaligrafi (Bagian-1)

Mesjid di Bandung dan Aliran Kaligrafi (Bagian-2) 

Mesjid di Bandung dan Aliran Kaligrafi (3-Habis) 

Kaligrafi, Pesantren hingga Getar Spiritual

Misteri kaligrafi Gus Mus

Wawancara: Dunia Kaligrafi Sang Imam Besar (Bagian-1)

Wawancara: Dunia Kaligrafi Sang Imam Besar (Bagian-2)