Syeikh Nuruddin ‘Itr wafat beberapa hari lalu. Saya teringat dua tahun yang lalu, di tengah menggigilnya musim dingin Kairo, saya diantar ke sebuah toko kitab yang tidak jauh dari al-Azhar. Ustadz Ahmad Faris, mahasiswa S2 Fakultas Dirasat Islamiyah al-Azhar, dengan langkah cepat, memandu langkah menuju toko kitab Darus-Salam. Toko dan penerbit kitab-kitab klasik ataupun kontemporer yang terletak di samping jalan raya, lurus ke kanan dari Masjid Sayidina Husein. Masjid yang menjadi peristirahatan terakhir (sebagian) jasad mulia cucu Rasulullah.
Tak selang lama, setelah membuka pintu dan masuk ke dalam toko itu, saya merasakan hal yang lain. Antara takjub, gejolak keinginan, dan sedikit gusar jika uang yang saya bawa tidak cukup. Balutan hawa dingin sepanjang jalan seakan pudar. Pandangan saya langsung fokus tertuju pada sudut toko yang memajang kitab-kitab hadis. Mungkin hanya sekitar 30 menit, tiga tumpukan belasan judul kitab sudah saya kumpulkan. Dua nama pengarang yang tidak saya pikir panjang untuk membeli karyanya adalah Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah (1917-1997) dan Syaikh Nuruddin ‘Itr. Dua ulama kontemporer yang beberapa karyanya sudah kita kaji di Ma’had Darus-Sunnah Ciputat.
Sambil bergegas ke kasir, saya berbisik kepada Ustadz Faris, teman satu angkatan sejak nyantri di Darus-Sunnah di bawah asuhan Prof. Dr. KH. Mustafa Yaqub M.A. (1952-2016); “Akh, apakah bawa uang lebih?” Sambil tersenyum, beliau menjawab; “Tenang aja akh, saya bawa uang juga. Tapi kitab disini harganya murah.” Benar adanya, setelah ditotal, belasan judul buku itu hanya 1.300 pound (sekitar Rp. 1.250.000,00). Uang di saku saya masih cukup. Tinggal tersisa 10 pound. Cukup untuk naik bus balik ke Madinatul Bu’ust. Dua judul kitab karya Syaikh Nuruddin ‘Itr yang saya beli adalah “Fi Dhilal al-Hadits al-Nabawi wa Ma’alim al-Bayan al-Nabawi” dan “Lamahat Mujazah fi Ushul Ilal al-Hadist.
Syeikh Nurudin ‘Itr adalah ulama produktif. Lebih dari 50 judul beliau anggit. Satu di antara karya ulama kelahiran kota Halab Suriah itu yang telah luas digunakan oleh masyarakat muslim Indonesia adalah “Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadis”. Terjemahan bahasa Indonesia kitab ini ghalib digunakan oleh mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia. Keberadaannya melengkapi terjemahan kitab “al-Taisir Musthalah al-Hadits” karya Dr. Mahmud Thahan. Di Ma’had Darus-Sunnah, kitab “Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadits” menjadi salah satu teks pendamping kitab “Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhadditsin” karya Syeikh Mustafa al-Azami (1932-2017) dalam kajian Metode Kritik Hadis.
Tiga hari yang lalu, 23 September 2020, Syeikh Nuruddin ‘Itr, ulama alumni al-Azhar itu telah berpulang. Menyusul dua ulama besar Syiria lainnya, Syeikh Ramadhan al-Buthi (1929-2013) dan Syeikh Wahbah al-Zuhaili (1932-2015). Kita berharap, generasi muda muslim mampu memetik spirit inspiratif dari para ulama tersebut. Berani dan bertanggung jawab menggeluti bidang keilmuan. Tanpa bekal keluasan dan kedalaman ilmu, sulit rasanya umat Islam dapat mengejawantahkan nilai-nilai luhur Islam. Bahkan sebaliknya, keterbatasan ilmu akan menghalangi kemajuan Islam itu sendiri.