Marah Itu Ujian, Orang Yang Mampu Menahan Amarah Akan Mendapat Pahala

Marah Itu Ujian, Orang Yang Mampu Menahan Amarah Akan Mendapat Pahala

Marah memang sifat yang manusiawi. Namun, kita tetap perlu mengendalikan dan mampu menahan amarah. Mengapa demikian?

Marah Itu Ujian, Orang Yang Mampu Menahan Amarah Akan Mendapat Pahala
Ilustrasi orang yang sedang marah. Foto: (tradingpsychologyedge.com)

Dunia maya dihebohkan dengan beredarnya video kekerasan yang melibatkan sekelompok anak muda. Dalam video tersebut, seorang anak terlihat menghajar ‘lawannya’ dengan membabi buta, sekalipun sang lawan sudah tergeletak. Video itu sontak memancing amarah netizen. Mereka tidak mampu menahan amarah karena perbuatan biadab yang dilakukan oleh pelaku.

Kita seringkali menjumpai hal-hal yang memancing amarah dalam kehidupan sehari-hari. Amarah atau marah seringkali disamakan dengan emosi. Padahal, sebenarnya keduanya tidak sama. Emosi sendiri merupakan ekspresi yang timbul dari reaksi psikologis seseorang terhadap sesuatu. Emosi terbagi menjadi dua, ada yang positif dan juga negatif. Adapun marah termasuk jenis emosi negatif.

Allah SWT mengaruniakan amarah ke dalam hati setiap Bani Adam. Menurut Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam Ihya` ‘Ulumiddin, amarah sesungguhnya adalah kobaran api yang diambil dari api neraka yang menyala-nyala dan disematkan ke dalam hati manusia. Karena itu, marah sebenarnya merupakan sifat manusiawi. Hanya saja, kita tetap perlu mengendalikannya. Lalu, mengapa kita perlu mengendalikan amarah?

Ketika memasak, kita pasti akan mengatur api kompor. Sesekali kita perlu membesarkan apinya, dan di saat yang lain kita perlu mengecilkan dan mematikannya. Kalau api dibiarkan terus-menerus besar, selain membuat gas elpiji cepat habis, masakan yang ada di atasnya bisa gosong dan menjadi tidak lezat untuk dikonsumsi.

Demikian pula api amarah. Jika api amarah tidak dikendalikan, maka dapat membuat gosong mata, hati, dan pikiran seseorang. Sehingga, ketika mata, hati, dan pikirannya gosong, ia tidak bisa mengendalikan perilakunya. Al-Ghazali menyebutkan, api amarah yang semakin kuat membuat seseorang buta dan tuli dari segala nasehat. Nasehat tak lagi berguna baginya, bahkan bisa jadi membuatnya semakin marah.

Selanjutnya, yang perlu disadari adalah bahwa selain sebagai karunia, potensi amarah juga merupakan sebuah ujian dari Allah. Menurut Al-Ghazali, marah merupakan ujian dari Allah yang dengannya Dia menguji hamba-Nya untuk melihat sejauh mana mereka mampu mengendalikan dan menahan amarahnya. Artinya, orang yang berhasil menahan amarah sejatinya telah mampu melewati ujian dari Allah dan telah melaksanakan perintah-Nya untuk menahan amarah.

Tak heran jika dalam Q.s. Ali Imran ayat 133-134, Allah menyebut bahwa menahan amarah termasuk ke dalam ciri-ciri orang bertakwa yang telah disiapkan surga. Ia juga termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbuat kebaikan dan dicintai oleh Allah. Dalam sebuah hadis larangan untuk marah, Nabi mengabarkan jaminan surga bagi orang-orang yang mampu menahan amarah. La taghdlab, wa laka al-jannah, janganlah engkau marah, dan engkau mampu menahan amarah, maka bagimu balasan surga.

Jika orang yang mampu menahan marah dicintai Allah dan mendapat balasan surga, lantas apakah orang yang gagal menahannya terancam mendapat dosa dan masuk neraka? Bisa jadi demikian. Karena, orang yang hatinya dikuasai oleh amarah berpotensi melakukan tindakan zalim, seperti mencaci maki orang lain, melakukan kekerasan, atau bahkan yang paling parah melakukan tindakan pembunuhan.

Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat yang dikutip oleh Al-Ghazali berikut:

ما غضب أحد إلا أشفى على جهنم

Tidaklah seseorang marah kecuali ia semakin dekat ke neraka Jahannam.

Dalam keterangan yang diberikan oleh editor kitab, riwayat tersebut berasal dari sebuah riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas. Dalam riwayat tersebut dikatakan, “Neraka memiliki sebuah pintu, tidak akan masuk melaluinya kecuali mereka yang ‘menyembuhkan’ amarahnya dengan bermaksiat kepada Allah.” Menzalimi orang lain karena dikuasai amarah tentu merupakan salah satu bentuk maksiat.

Dapat dilihat bahwa begitu banyak kebaikan yang terdapat dalam sikap menahan marah. Saat menahan amarah,  seseorang telah melaksanakan perintah Allah untuk menahan amarah, terhindar dari perbuatan menzalimi diri sendiri, terhindar dari perbuatan menzalimi orang lain, serta berbagai kebaikan lainnya.

Dengan demikian, penting bagi kita untuk selalu berusaha menahan amarah. Selain bisa menghindari dampak negatif yang ditimbulkan, kita juga telah melaksanakan perintah Allah untuk menahan amarah dan melakukan banyak kebaikan. Dan tentunya kita berpeluang untuk mendapatkan pahala dan surga yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang mampu menahan amarah. Wallahu a’lam.