Kejadian teror pada salah satu siswi di SMA 1 Gemolong, Sragen karena tidak memakai Hijab oleh oknum Rohis di adalah tindakan yang berbahaya. Tentu saja ini preseden buruk bagi pendidikan beragama di sekolah dan berbahaya bagi mental siswi yang menjadi korban teror. Di level tertentu, berbahaya bagi warna keIslaman di Indonesia.
Kira-kira kasusnya begini; ada seorang siswi yang tak berhijab di sekolah tersebut, sejak pekan pertama masuk sekolah, sudah mendapat teror melaui pesan Whatsapp dari salah satu anak Rohis di sekolah tersebut untuk memakai hijab.
Efeknya, ia jengah, siswi tersebut lantas memblokir nomornya. Namun tak berhenti di situ, anak Rohis tersebut melakukan Spam pesan Whatsapp kepada teman-teman siswi tersebut untuk memakai hijab. hingga siswi tersebut merasa tertekan dan tidak mau bersekolah. Belakangan, siswi itu pun pindah sekolah.
Apakah Rohis mengajarkan konservatisme Islam?
Jika pertanyaan ini ditanyakan pada anggota PKS atau HTI, maka jawabannya akan sangat jelas, tidak!, kira-kira redaksinya begini, “Manfaat rohis itu nyata dalam membantu proses pendidikan akhlak di sekolah, bahkan aktivitasnya nyata dalam mencegah dekadensi moral dan budaya liberal di kalangan pelajar atau remaja.” Itu kata Jazuli Juwaini, seorang anggota DPR RI kader PKS.
Namun apakah benar seperti itu? Kita ambil contoh kecil saja, dalam satu kota, Sragen. Masih ingat siswa SMK 2 Sragen beberapa bulan kemarin yang membentangkan bendera HTI? Yap, teror terhadap siswi yang tidak berhijab dan pembentangan bendera HTI di dua rohis dalam satu kota, yakni Sragen.
Lantas sikap memaksa, hingga berakibat teror untuk urusan hijab, membentangkan bendera HTI, (baca: bentuk keberpihakan pada idelogi khilafah Islamiyah ala HTI) akan kita namakan apa? Konservatisme agama, tekstual dalam memaknai ajaran agama ini kental sekali di Rohis-rohis sekolah menengah kita– Lain kali kita bahas siapa dan organisasi apa di balik Rohis. Dan ini preseden buruk, sekali lagi, sangat buruk dan berbahaya.
Apa bahayanya? Konservatisme dan Radikalisme inilah yang harus kita sepakati bersama adalah tidak sebatas pada tindakan-tindakan teror, pengeboman dan lain sejenisnya. Namun radikalisme, pada tataran ideologi beragama, memaksakan semua keyakinannya pada yang tak sama, dan menganggap yang tak sama.
Walaupun seiman adalah sesat, dan yang tak seiman dibilang kafir, ini adalah awal bagaimana radikalisme itu tumbuh, nanti, jika sudah mengkristal, akan lahir dari rahim radikalisme seorang anak yang bernama terorisme.
Sikap intoleran seperti kasus Rohis yang memaksa siswi lain untuk berhijab, ini bukan sebatas pada sikap intoleran semata, namun sudah mengarah pada tero. Efeknya sangat berbahaya; takut untuk masuk sekolah, trauma dan tertekan menjadi salah satu akibat fatal dari tindakan tersebut.
Tindakan ini sangat berbahaya, agama tak mengajarkan begitu dalam berdakwah, dan harus disikapi serius, oleh sekolah, kementrian pendidikan dan kementrian agama, ini fenomona gunung es, yang percaya saja, akan lebih banyak kasus yang tak terangkat ke permukaan.
Kenapa mabuk Agama? Selain memang karena nuansa pemaknaan keagamaan di Rohis ini cenderung konservatif, anti liberal kata mereka, ada yang menarik tentang bagaiamana perkembangan keagamaan pada remaja, menurut W Starbuck (Dinamika perkembangan keagamaan pada usia remaja, Susilaningsih 1996). Masa remaja ternyata sudah mulai kritis terhadap pemahaman agama, jika yang diterima adalah konservatisme, maka mereka akan sangat taat dan idealis, sebaliknya, jika yang diterima adalah liberalisme beragama, maka akan sangat mudah untuk merangsang pikiran dan mentalnya kearah terebut.
Dari sini kita bisa paham. Ada benang merah yang klop, antara nuansa konservatisme dan “Mabuk agama” pada anak-anak Rohis, mereka akan sangat prinsipil, kaku dan bahkan tak segan bertindak intoleran hingga melakukan teror pada temannya yang tak sama.
Bagi saya, ini masalah serius. Pihak sekolah, pemerintah, kementrian pendidikan, kementerian agama, harus duduk bersama bahwa membahas Rohis ini. Islam Indonesia yang moderat ini jangan sampai tergerus oleh konservatisme. Pastinya kita tak ingin tenun keislaman di Indonesia robek kerena konservatisme agama yang merusak para penerus kita.