Ibnu Sina atau di dunia Barat dikenal sebagai “Avicenna” adalah sosok seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter kelahiran Persia. Ibnu Sina juga penulis produktif, sebagian besar karyanya membahas tentang filosofi dan kedokteran. Ia juga berhasil menyembuhkan orang gila karena cinta. Karya terkenalnya adalah Al-Qanun fi Al-Thib.
Ibnu Sina bagi banyak pihak diyakini sebagai bapak kedokteran modern. Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu ‘Ali al-Husayn ibn ‘Abd Allah ibn Sina. Beliau dilahirkan pada ke abad ke-10 atau tepatnya pada tahun 340H/980M di wilayah bernama Afsyana, sebuah wilayah di Persia. Daerah Bukhara yang sekarang masuk wilayah negara Iran. Ibnu Sina telah menghafalkan Al-Qur’an di usia 10 tahun. Ia kemudian masyhur dengan metode pengobatannya setelah berhasil menyembuhkan penyakit aneh seorang pangeran muda yang gila.
Syahdan, seorang pangeran muda Gurgan dari Laut Kaspia jatuh sakit. Raja dan seluruh pengawal telah mengerahkan segala usaha untuk menyembuhkan penyakit yang diderita pangeran. Beberapa dokter ahli telah didatangkan untuk mengembalikan kesehatan pangeran, namun usaha tersebut tak pernah membuahkan hasil. Tidak seorang pun dari mereka yang memahami penyakit sang pangeran terlebih ketika sang pangeran meminta agar dirinya disembelih layaknya binatang kurban dalam rangka merayakan hari raya Idul Adha. Akibatnya, satu persatu dokter yang menangani sang pangeran undur diri, menyerah.
Dalam buku Dr. Hamid Naseem Rafiabadi yang berjudul Saint and Savior of Islam disebutkan, di tengah situasi yang kalut dan kecemasan yang melingkupi keluarga kerajaan atas keadaan sang pangeran yang gila. Seorang pejabat tinggi bernama Allau Dullah memerintahkan pejabat di bawahnya, Khwaja Abu Ali, untuk memohon izin sang raja menyerahkan tugas kesembuhan sang pangeran kepada Ibnu Sina.
Keahlian Ibnu Sina dalam bidang kesehatan tak perlu diragukan lagi, bapak kedokteran modern ini juga paham mengenai gangguan kejiwaan. Salah satu teori terkenalnya menyebutkan bahwa sakit tidak melulu disebabkan oleh lemahnya fisik, tapi juga dapat dikarenakan oleh lemahnya kejiwaan dan mental seseorang. Sesuatu yang hingga saat ini juga banyak diteliti dan diyakini dalam dunia medis.
Saat itu tidak ada yang tahu penyebab penyakit sang pengeran. Banyak orang menerka-nerka. Ada yang bilang gila karena cinta, ada juga yang berspekulasi lain.
Ibnu Sina menyanggupi permintaan tersebut dengan catatan tak seorang pun diperbolehkan ikut campur dalam urusan ini. Hal itu beliau lakukan karena pada saat itu pengetahuan psikoterapi belum begitu dikenal. Metode ini masih sangat baru dan baru pertama kali dilakukan sehingga seringkali menimbulkan kekhawatiran. Tentu, sesuatu yang baru akan mudah diragukan serta mudah menimbulkan kegaduhan.
Demi kesembuhan sang pangeran akhirnya, pihak istana pun menyanggupi persyaratan yang diberikan oleh Ibnu Sina. Mereka tak punya pilihan lain, selain berserah dan mempercayakan kesembuhan sang pangeran ditangan Ibnu Sina. Kedatangan Ibnu Sina sepertinya sangat ditunggu sang pangeran, terlebih ketika Ibnu Sina mengatakan bahwa kedatangannya untuk menyembelih sang pangeran. Mendengar perkataan tersebut sang pangeran kegirangan, karena selama ini hal tersebutlah yang ia tunggu dan idam-idamkan.
Ketika datang, Ibnu Sina memberikan tali kepada kedua temannya guna mengikat kedua lengan sang pangeran. Tak berselang lama, Ibnu Sina menemui sang pangeran dengan penampilan layaknya jagal sapi sambil menenteng pisau beserta asahannya. Di depan mata sang pangeran, Ibnu Sina mengasah pisau tersebut guna memperlihatkan ketajaman pisau tersebut kepada sang pangeran.
Tak lama setelah itu, tubuh pangeran pun dibaringkan layaknya binatang kurban yang disiap untuk disembelih. Layaknya jagal sapi, Ibnu Sina pun berdiri di antara dada sang pangeran seolah-olah tengah bersiap untuk menyembelih sang pangeran. Sejurus kemudian, Ibnu Sina menghentikan kegiatannya, memperhatikan lalu menyentuh lengan sang pangeran.
“Sapi ini sangat lemah dan mudah remuk, tidak ada gunanya menyembelih binatang yang sedemikian lemah,” ucap Ibnu Sina di tengah sandiwaranya.
Setelah mengatakan hal tersebut, Ibnu Sina menyarankan kepada sang pangeran agar sapi makan terlebih dahulu hingga kenyang kemudian baru disembelih. Sang pangeran yang dalam imajinasinya adalah seekor sapi, langsung menuruti saran sang jagal. Pangeran pun memakan makanan yang di dalamnya telah diisi dengan obat sesuai dosis tepat dengan lahapnya. Pada akhirnya, sang pangeran yang gila pun perlahan-lahan membaik keadaannya dan akhirnya sembuh baik secara rohani maupun jasmani.
Dalam diagnosisnya, Ibnu Sina menyimpulkan bahwa sang pangeran tengah mengidap penyakit gangguan jiwa (gila). Gangguan kejiwaan itu berasal dari melankolia, kesedihan yang mendalam yang menyebabkan seseorang rendah tingkat antusias dan keinginan untuk berkegiatan. Sang pangeran juga mengalami halusinasi yang berkembang menjadi delusi. Delusi merupakan salah satu jenis gangguan mental serius yang juga karib disebut psikosis. Psikosis dikenali dengan kacaunya antara pemikiran, imajinasi, dan emosi dengan realitas yang sebenarnya. Para penderita delusi biasanya memiliki pengalaman yang berbeda dengan realitas.
Usut punya usut ternyata penyebab sang pangeran menderita gangguan jiwa ialah karena rasa cintanya terhadap seorang gadis. Pangeran menjadi gila karena cinta. Cinta yang telah menyiksa sang pangeran sedemikian lupa, meninggalkan lara tak bertepi.
Atas kejadian tersebutlah Ibnu Sina mengatakan bahwa suatu penyakit tidak hanya datang karena lemahnya fisik seseorang melainkan adanya keterkaitan jiwa. Ribuan tahun lalu Ibnu Sina telah meninggalkan pesan, “Jangan pernah katakan kepada pasien bahwa penyakitnya tidak dapat diobati. Sesungguhnya sugesti kalian merupakan obat bagi pasien.” (AN)
Wallau a’lam.