Nizami, Sang Penutur Kisah Cinta Laila dan Majnun

Nizami, Sang Penutur Kisah Cinta Laila dan Majnun

Nizami, Sang Penutur Kisah Cinta Laila dan Majnun

Pada abad pertengahan Hakim Nizami dari Ganje dikenal dengan seorang penyair sekaligus sufi. Detail kehidupan Nizami kurang begitu jelas. Di dalam pembukaan kisah Laila dan Majnun, Nizami memberi tahu bahwa nama ketika ia lahir adalah Ilyas (Elijah), adapun Nizami adalah nama panggilannya.

Sebagian ahli sejarah mengatakan Nizami lahir pada tahun 1155. Adapula yang berpendapat bahwa ia lahir pada 1162. Ia lahir di kota Ganje, tidak jauh dari Bakou sekarang, bekas wilayah Azerbaijan (Soviet), di Iran bagian utara.

Ibunda Nizami berasal dari suku Kurdi, sedangkan kakek buyutnya berasal dari Irak. Tidak heran apabila latar belakang kedua karyanya yang terkenal adalah gurun Arabia dan pegunungan Kurdi di wilayah Iran bagian Barat.

Di usia mudanya, Nizami mampu menguasi berbagai ilmu pada zamannya, seperti matematika, norma hukum Islam, filsafat Yunani, dan ilmu pengobatan. Pada masa mudanya jugalah ia mengikuti jalan mistik, tetapi tidak diketahui lanjutan pelatihannya. Nizami juga menuturkan bahwa dia telah mencapai tahap spiritualitas yang sangat tinggi. Menurutnya, karena ia telah dilatih oleh Khidir, penuntun misterius yang menjelajahi jalan sufi. Dan fakta bahwa dia menikmati perlindungan dari sembilan puluh sembilan nama-nama Tuhan yang paling indah (asma al-Husna).

Ia juga dikenal karena dua kisah romantisnya yakni Laila dan Majnun, dan Khusrau dan Shirin. Kisah sedih Majnun (secara harfiah diartikan “cinta tergila-gila”), yang gila karena cintanya terhadap Layla tidak kesampaian, telah didongengkan dari-oleh para pendongeng dari kota ke kota.

Kisah tersebut telah banyak menginspirasi kaum miniaturis Persia yang tidak terhitung jumlahnya, yang gemar melukiskan keliaran Majnun, dikelilingi oleh hewan-hewan liar yang tertarik padanya.

Kisah putri Armenia Shirin tidak kalah dramatisnya: dia jatuh cinta kepada seorang raja Persia yang bernama Khusrau: tangan-tangan nasib terus memisahkan mreka agar sang raja mempelajari makna sejati cinta. Penderitaan cinta yang terhalang dan kematian para pencinta di akhir kisah membuat kisah tersebut sangat memilukan para pendengarnya.

Seiring dengan tersebarnya kisah tersebut, orang-orang mulai mencari tahu siapa penulisanya. Dikatakan bahwa Nizami adalah seorang guru sufi, dan bahwa kekasih yang dimaksud dalam cerita-ceritanya adalah Tuhan.

Melalui kisah tersebut, Nizami ingin memberi tahun bahwa seorang pencari Tuhan (pendakian spiritual) dengan sang Kekasih adalah orang yang berjuang dengan segala upaya sehingga mengarah pada kebinasaan identitas pencinta yang terbatas di dalam keberadaan (tubuh) infinitif sang kekasih.

Selain dua kisah tersebut, Nizami memilki karya lain yang disusun dengan gaya puitis seperti Matsnawi, terdiri dari bait-bait syair bersajak. Meskipun karya-karya Nizami mengambil bentuk cerita, karya-karyany tersebut mengandung pelajaran tersembunyi bagi para pencari spiritual. Tulisan Nizami dikenal istimewa karena bahasanya yang halus dan permainan kata-katanya yang cerdas sehingga sulit tereka ulang secara memikat dalam bentuk terjemahan.

Tiga buku matsnawi Nizami lainnya adalah Haft Paykar (Tujuh Keindahan), Sharafnameh (Surat Bermartabat) dan Eghbalnameh (Surat Keberuntungan). Buku pertama memuat kisah tentang kehidupan Bahran, seorang raja Iran. Buku kedua dan ketiga melukaskan peperangan dan penaklukan Alexander Agung (Iskandar).

Sebagaimana disebut kan Mojdeh Bayat & Muhammad Ali Jamnia dalam Telah Cinta Para Sufi Agung, Nizami juga menulis kumpulan puisi yaitu Ghazals dan Qasidas. Sebagian besar karyanya ini telah hilang. Meski demikian, sebagaiamana guru-guru master terdahulu, apa yang melekat dari Nizami adalah ajaran-ajarannya. Yang dengan sendirinya menjadi pengingat bagi para pencari untuk mengenal sifat-sifat fana kehidupan duniawi. (AN)