Kisah Fadhalah bin Umair: Kebencian terhadap Rasulullah Berubah Menjadi Cinta

Kisah Fadhalah bin Umair: Kebencian terhadap Rasulullah Berubah Menjadi Cinta

Fadhalah termasuk orang Quraisy yang pemberani. Bertubuh besar dan gagah. Ia selalu berusaha membunuh Nabi Muhammad SAW seorang diri meskipun selalu gagal

Kisah Fadhalah bin Umair: Kebencian terhadap Rasulullah Berubah Menjadi Cinta

Membenci merupakan tabiat manusia. Setiap orang memiliki rasa benci apalagi jika menyaksikan peristiwa yang menyakitkan hatinya. Membenci karena disakiti mungkin masih termasuk dalam kategori wajar asal tidak berlebihan. Tetapi ada hal yang kurang wajar jika membenci yaitu membenci orang lain karena melakukan kebaikan yang sesuai dengan pandangan agama tetapi yang menurut kita salah apalagi sampai membenci secara berlebihan.

Rasulullah SAW selalu mengajarkan kepada kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk dalam membenci dan mencintai orang. Karena boleh jadi apa yang kita benci itu baik di mata Allah dan apa yang cintai justru buruk di mata Allah SWT. Bersikaplah proporsional dalam membenci dan mencintai. Rasulullah SWT pernah bersabda,”Cintailah seseorang sekadarnya karena bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti menjadi orang yang engkau benci. Dan bencilah seseorang sekadarnya,  karena bisa jadi di satu hari nanti dia menjadi orang yang engkau cintai, (HR. Tirmidzi).”

Hal tersebut pernah dialami oleh Fadhalah, salah seorang sahabat yang dahulu sangat membenci Rasulullah SAW dan dakwah yang dibawanya. Sebelum peristiwa penaklukkan Makkah, Fadhalah pernah berkata,”Demi Allah, tidak ada seorang pun yang aku benci di dunia ini selain Muhammad.” Kebenciannya itu semakin memuncak ketika melihat Nabi Muhammad SAW memasuki Mekah dan menghancurkan semua berhala.

Fadhalah termasuk orang Quraisy yang pemberani. Bertubuh besar dan gagah. Ia selalu berusaha membunuh Nabi Muhammad SAW seorang diri meskipun selalu gagal. Ia selalu mencari berbagai macam cara untuk membunuh Nabi. Sampai suatu ketika ia menemukan waktu yang tepat untuk membunuh beliau. Saat itu Nabi Muhammad SAW sedang melalukan tawaf di Ka’bah. Secara diam-diam Fadhalah membuntuti beliau dari belakang agar mudah mencekik lehernya. “Kali ini engkau tidak akan selamat, wahai Muhammad SAW,”bisiknya dalam hati.

Tepat ketika Fadhalah ingin menerkam dan mencekik Rasulullah, tiba-tiba beliau berbalik ke belakang. Fadhalah sangat terkejut dan salah tingkah. Ia sama sekali tidak menyangka Rasulullah SAW berbalik secepat itu dan menatap Fadhalah dengan penuh senyuman. Beliau sudah mengetahui niat buruk Fadhalah terhadap dirinya. Dengan cepat nabi meletakkan tangannya di dada Fadhalah dan berkata,”Mohonlah ampun kepada Allah! Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosamu.”

Fadhalah merasakan kelembutan tangan Rasulullah SAW saat menyentuh dadanya. Fadhalah merasa tenang dan tidak gugup seperti tadi. Tiba-tiba senyuman yang tersirat di bibir orang yang selama ini ia benci seketika membuatnya cinta. Tak pernah terbayang dalam pikirannya, ia akan mendapatkan balasan senyuman dan kehangatan tangan Rasululullah yang begitu menyentuh hatinya. Fadhalah langsung luluh dihadapan Rasulullah dan berkata,”Wahai Rasulullah, ajaklah aku beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya.”

Saat itu Fadhalah menyatakan dirinya masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW dan belajar banyak tentang keimanan kepada beliau. Ia menjadi sahabat yang sangat menghormati dan mencintai Nabi dan berkata, ”Demi Allah, Rasulullah adalah makhluk yang paling aku cintai di dunia ini.”

Begitulah kebencian yang harus dibayar oleh Fadhalah dengan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia tidak menduga orang yang tadinya sangat dibencinya kini menjadi orang yang paling dicintainya. Tentu ada rasa penyesalah dalam diri Fadhalah kerena telah membenci dan berusaha melenyapkan Rasulullah selama ini. Tetapi Rasulullah justru membalas kebencian Fadhalah dengan senyuman cinta yang menembus dan menghancurkan duri-duri benci dalam hati kecilnya. Kisah ini bisa menjadi pelajaran buat kita agar selalu memosisikan kebencian pada tempatnya yang proporsional. Karena boleh jadi orang yang kita benci hari ini, justru dialah yang menjadi penolong kita esok hari.