Suatu ketika, pangeran yang menjadi putra mahkota pada zaman Khalifah Harun al-Rasyid secara tiba-tiba jatuh sakit. Walaupun sudah didatangkan banyak dokter untuk mengobatinya, tetapi tidak seorangpun dokter yang mampu untuk mengobatinya. Sehingga dibuatlah sayembara untuk semua orang, dengan hadiah yang sangat menggiurkan bagi mereka yang bisa menyembuhkan penyakit sang pangeran. Namun, hasil dari sayembara tersebut tetap tidak ada satupun yang bisa menyembuhkan sang pangeran.
Pada akhirnya, datanglah Abu Nawas yang merupakan teman dekat sang raja menawarkan bantuan untuk menyembuhkan penyakit yang dialami oleh sang pangeran. Sang raja, Harun al-Rasyid, menerima tawaran bantuan dari Abu Nawas. Abu Nawas juga sadar bahwa dirinya bukanlah seorang dokter, sehingga beliau tidak membawa peralatan apa-apa untuk mengobati sang pangeran. Para dokter yang ada pada waktu itu juga kaget dan heran, karena melihat Abu Nawas yang datang untuk mengobati sang pangeran datang tanpa peralatan yang dibutuhkan untuk mengobati.
Para dokter tidak habis pikir, mungkinkah orang seperti Abu Nawas bisa mengobati sang pangeran. Sedangkan para dokter yang mempunyai peralatan lengkap saja tidak bisa mengobati sang pangeran, bahkan penyakit yang dideritanya pun tidak terdeteksi. Walaupun Abu Nawas mendapat perhatian dari banyak orang karena tidak membawa apa-apa, namun Abu Nawas tidak peduli dengan hal tersebut.
Tibalah waktunya Abu Nawas dipersilahkan untuk masuk ke kamar sang pangeran. Abu Nawas kemudian menghampiri sang pangeran dan duduk di sampingnya. Terjadilah saling pandang memandang antara Abu Nawas dan sang pangeran. Abu Nawas kemudian berkata, “Saya membutuhkan seseorang yang sudah tua yang pada masa mudanya mengembara ke pelosok negeri”. Kemudian orang tua yang diinginkan olah Abu Nawas didatangkan. Abu Nawas lalu menyuruh orang tua tersebut menyebut satu persatu nama-nama desa yang ada di daerah selatan.
Baca juga: Abu Nawas menyembuhkan Cinta yang Buta
Ketika orang tersebut menyebutkan satu persatu nama desa yang ada di daerah Selatan, abu nawas menempelkan telinganya di dada sang pangeran. Setelah itu, Abu Nawas menyuruh orang tua tersebut kembali menyebutkan bagian barat, timur dan utara. Setelah semua bagian negeri telah disebutkan, Abu Nawas meminta izin untuk mengunjungi sebuah desa yang ada di utara.
Sang raja yang melihat kelakukan Abu Nawas merasa heran dan berkata, “Engkau kuundang ke sini bukan untuk bertamasya”. Abu Nawas kemudian menjawab, “Hamba bukan mau berlibur yang mulia”. Sang raja kembali berkata, “Tetapi aku belum paham”. Abu Nawas kembali menjawab, “Maafkan hamba, paduka yang mulia. Kurang bijaksana rasanya bila hamba jelaskan sekarang.”
Abu Nawas kemudian pergi selama dua hari untuk menuju desa yang berada di utara negeri. Setelah kembali dari desa yang dikunjunginya tersebut, Abu Nawas kemudian menemui sang pangeran dan membisikan sesuatu ditelinga sang pangeran. Lalu Abu Nawas menempelkan telinganya di dada sang pangeran.
Setelah itu, Abu Nawas kembali menghadap ke raja dan bertanya, “Apakah yang mulia masih menginginkan sang pangeran untuk tetap hidup?” sang raja balik bertanya, “Apa maksudmu?” . Abu Nawas kemudian menjawab, “Sang pangeran sedang jatuh cinta kepada seorang gadis desa di sebelah negeri ini”. “bagaimana kau tahu?”, tanya sang raja. Abu Nawas lalu menjawab, “Ketika nama-nama desa di seluruh negeri ini disebutkan, tiba-tiba degup jantungnya bertambah keras ketika mendengarkan nama sebuah desa yang ada di bagian utara negeri ini”
Sang raja kemudian bertanya, “Apa yang harus aku lakukan?” Abu Nawas menjawab, “Menikahkan pangeran dengan gadis desa tersebut.” Sang raja kemudian agak menawar, “Kalau tidak bagaimana?” Abu Nawas kemudian berkata, “Cinta itu buta. Jika kita tidak berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati”.
Karena sang pangeran adalah putra satu-satunya dan pewaris tunggal tahta kekuasaan, saran yang diberikan oleh Abu Nawas tidak mungkin untuk ditolak. Sang raja kemudian menyetujui saran yang diberikan oleh Abu Nawas. Mendengar persetujuan tersebut, sang pangeran kemudian berangsur-angsur pulih. Dan Abu Nawas diberi cincin oleh raja, sebagai ucapan terima kasih. Begitulah cinta. Ia bisa mematikan, bisa membuat orang menjadi galau, gila bahkan mati.
Ikuti kisah Abu Nawas lainnya di tautan ini atau tulisan Nur Hasan lainnya di sini