Jihad dan Propaganda Islam Radikal (Bagian 2)

Jihad dan Propaganda Islam Radikal (Bagian 2)

Di era digital, media islam radikal berkembang dan berubah jadi propaganda. Bagaimana mereka bekerja dan mengindahkan etika jurnalisme.

Jihad dan Propaganda Islam Radikal (Bagian 2)

Apabila kita cermati, kian hari keberadaan portal-portal Islam di dunia siber kian menjamur dan riuh. Pelbagai isu diperbincangkan, mulai dari jihad, syiah, LGBT hingga hukum merayakan Valentine. Salah satu portal yang cukup menyita perhatian adalah arrahmah.com, sebuah laman yang didirikan Abu Jibril pada 2005. Berdasar situs pemeringkat alexa.com, saat ini (Februari 2016) arrahmah.com berada di posisi 632. Posisi tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan portal-portal Islam moderat seperti nu.or.id (925) atau muhammadiyah.org (4.008) maupun portal islam damai seperti  muslimedianews.com, islami.co, arrahmah.co.id dan lain-lain.

Besarnya pembaca arrahmah.com saat ini mungkin mengingatkan kita pada masa kejayaan Sabili, media bercorak Islam yang juga dinilai berhaluan keras. Kala itu, oplah Sabili mencapai 100.000 eksemplar. Menurut Agus Muhammad dalam tulisannya di Pantau yang berjudul Jihad Lewat Tulisan, hal tesebut dikarenakan dua hal: Sabili dianggap representasi umat Islam yang ditindas di masa Orde Baru dan Sabili mendapat momentum ketika dunia Islam tersudut, mulai dari Palestina, Afghanistan, Bosnia, Chechnya, hingga persoalan-persoalan umat Islam di Indonesia, seperti kasus Lampung dan Tanjung Priok.

Sabili disorot karena sering memuat sampul yang provokatif. Berdasarkan catatan Agus Muhammad, salah satu judul yang menghebohkan adalah Jihad Melawan Komplotan Syetan Cabul di kulit muka Sabili 14 Juli 2000, di bawah judul besar itu tertulis “Overseas Chinese di Balik Kerusuhan.”

Judul-judul serupa itu memang akrab dengan Sabili. Hampir tiap edisi, judul-judul Sabili adalah judul yang langsung menyentuh emosi pembaca. Ketika memberitakan konflik horizontal yang bernuansa SARA judul yang dipakai Sabili lebih keras lagi. “Agama di Balik Kebringasan Pasukan Salib” adalah judul besar Sabili pada edisi 9 Februari 2000.

Kiranya kita dapat melihat kesamaan cara antara arrahamah.com dan Sabili dalam mendulang pembaca, yakni sama-sama menurunkan tulisan/berita (dengan judul) provokatif. Salah satu misal adalah ketika arrahmah.com memberitakan Syiah.

Apabila kita mencari dengan kata kunci Syiah di arrahmah.com maka akan ditemui tulisan-tulisan berjudul provokatif sebagai berikut: Ketua FPI Garut: "Kami FPI Siap Perang Melawan Syiah", Terimakasih Emilia, Anda Telah Menelanjangi Syiah, Jubir Az Zikra: 34 Tersangka Pengeroyok Faishal Mengaku Syiah, Beberapa Strategi Syiah Sebelum Mengkudeta Sebuah Negara dan masih banyak yang lain.
 

Judul-judul yang dipertontonkan arrahmah.com tersebut telah secara terang benderang mengebiri prinsip-prinsip jurnalisme. Sejatinya, mereka sedang melakukan pembodohan umat.

Arrahmah.com juga tidak memuat tulisan tentang jihad yang mencerdaskan dan mencerahkan. Tidak ada pandangan moderat tentang jihad yang mereka muat. Misalnya pandangan Azyumardi Azra, cendekiawan muslim, yang memandang jihâd sebagai fenomena khas Islam. Menurut Azra, istilah jihad bisa digunakan oleh umat Islam untuk menandai perlawanan terhadap nafs dan terhadap musuh-musuh Islam. 

Dalam pengertian luas, jihâd tidak selalu berarti peperangan atau pertempuran, karena jihâd yang dilakukan di jalan Allah bisa bersifat anti kekerasan. Pada intinya, jihâd ditujukan untuk menyucikan hati (dalam pengertian spiritual) setiap individu muslim dan tatanan sosial agar sejalan dengan syariah.

Padahal, sebagaimana tercantum di laman mereka arrahmah.com mengaku mengembangkan strategi jurnalisme investigatif, argumentatif, dan persuasif. Menurut mereka, investigatif berarti melakukan investigasi berimbang dengan konsep tabayyun. Sedang argumentatif berarti mengedepankan argumentasi yang kuat dan ilmiah (bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah) tanpa meninggalkan realitas kekinian. Persuasif dimaknai mengajak sekaligus membuka diri terhadap seluruh komponen ummat kepada kebaikan. 

Memang, pemaknaan arrahmah.com terhadap jurnalisme investigatif, argumentatif, dan persuasif tampak menggelikan. Mereka membuat definisi investigatif, argumentatif, dan persuasif yang terkesan semaunya sendiri. Dan tulisan-tulisan yang mereka turunkan selama ini nyaris seluruhnya mengingkari acuan yang telah mereka buat (berimbang, kuat, ilmiah dll). Dari sanalah mereka mendapat banyak pembaca.

Pertanyaannya, jika laman-laman media Islam moderat jumlah pembacanya lebih sedikit, apakah yang mesti mereka lakukan? Apakah mereka harus turut membuat konten-konten provokatif untuk meraup banyak pembaca? Tentu tidak.

Kini saatnya para pengelola laman Islam moderat bersinergi demi menghasilkan konten berkualitas yang tepat sasaran. Merapatkan barisan melawan pembodohan dan propaganda Islam radikal. Mungkin kelompok moderat kalah cepat ‘mengusai dunia digital’, tapi mereka tak boleh kalah militan.[]

A. Zakky Zulhazmi adalah peneliti dan penulis buku Propaganda Islam Radikal di Media Siber (2015). Alumnus pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Baca juga: Jihad dan Propaganda Islam Radikal (Bagian 1)