Tafsir Jalalain adalah salah satu tafsir yang paling terkenal di seluruh dunia, ia telah tercetak dan terdistribusikan jutaan eksemplar. Tafsir ini sangat singkat dan padat, bahkan oleh para ulama sempat dihitung hurufnya yang dikatakan sama dengan surah al Fatihah sampai surah al-Muzammil.
Keringkasan tafsir yang luar biasa inilah yang mendorong keinginan para ulama untuk memberi penjelasan, komentar dan tambahan-tambahan informasi, sehingga lahirlah banyak Hasyiah atas tafsir Jalalain ini.
Dan berikut ini, beberapa mufassir yang menjelaskan Tafsir Jalalain dengan berbagai metode dan pendekatannya:
Pertama, Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad al-Karkhi al-Bakri, (w 1006 H).
Beliau adalah seorang ulama yang faqih, ushuli, mufassir sekaligus muhaddist. Lahir di Baghdad, tumbuh dan menetap di Mesir, berguru kepada Syihabuddin ar Romly, dan Zakariya al Anshori, meninggal tahun 1006 H dan dimakamkan di Mesir.
Tafsirnya berjudul “Majma’ul Bahrain wa Mathla’ul Badrain ala Tafsir al-Jalalain.” (مجمع البحرين ومطلع البدرين على تفسير الجلالين). Hasyiah Tafsir ini menjelaskan Tafsir Jalalain secara panjang lebar, dan sering mengutip pendapat mufassir mufassir sebelumnya.
Tafsir ini dicetak dalam 4 jilid tebal, Imam al-Karkhi menggunakan al-manhaj al-lughowi (metode kebahasaan) dalam hasyiah ini, dengan lebih detail dalam menjelaskan aspek qiraat dan mufradat-mufradat (kosa kata) yang asing.
Kedua, Abu Dawud Sulaiman bin Umar bin Manshur al-Ajiily al Azhary al-Jamal (w 1204 H)
Beliau adalah seorang mufassir, ahli fiqih sekaligus seorang sufi. Lahir di propinsi Gharbea Mesir, lalu tinggal di Cairo, mempunyai banyak karya di berbagai keilmuan.
Tafsirnya berjudul “Al-Futuhat al-Ilahiyah bi Taudhihil Jalalain lil Daqaiq al-Khafiyah” (الفتوحات الالهية بتوضيح الجلالين للدقائق الخفية). Tafsir ini termasuk tafsir-tafsir yang banyak dikaji di pesantren Indonesia.
Imam al Jamal menjelaskan pernyataan-pernyataan al Jalalain dalam tafsirnya, lalu menyebutkan pendapat-pendapat mufassir yang lain dan membandingkannya.
Beliau juga menyebutkan kajian i’rab, sharaf, qiraat, pendapat-pendapat mufassir dengan disertai dalil dari hadis, pendapat sahabat, pendapat tabiin, juga pendapat para tokoh sufi. Dalam pembahasan ayat-ayat kalamiyah, beliau menafsirkannya sesuai pemahaman ahlus sunnah wal jamaah.
Ketiga, Ahmad bin Muhammad as-Showi (w 1241H).
Beliau adalah pakar di bidang tafsir, hadis, fikih dan qiroat, dan merupakan salah satu imam ulama al Azhar juga salah satu tokoh sufi Mesir, serta salah satu mufassir ahli sunnah. Beliau pernah berguru kepada Imam al Jamal, penulis Hasyiah al-Jamal.
Tafsirnya berjudul “Hasiyah al-Shawi ala al-Jalalain” (حاشية الصاوي على الجلالين). Tafsir ini juga termasuk tafsir yang sering dikaji oleh para ulama Indonesia di berbagai pesantren. Dalam penjelasannya, Imam as Showi mengatakan bahwa tafsir ini adalah ringkasan dari Hasyiah al Jamal (gurunya), tetapi meskipun demikian beliau juga membandingkan pendapat al Jalalain dengan pendapat mufassir lainnya, lalu menyebutkan pendapatnya pribadi berdasar hadist Nabi, Sahabat daa Tabiin.
Beliau juga sering mengkritisi imam al-Jalalain secara santun dengan mengatakan:
كان عليه أن يقول
كان ينبغي له أن يقول
(Seharusnya beliau berkata:….)
Tafsir as-Shawi ini juga mengandung kajian i’rob yang rinci dan detail, analisis sharaf dan qiraat, juga mengandung kisah-kisah isra’iliyat atau bahkan kisah palsu, tanpa menjelaskan sahih dan tidaknya.
Keempat, Usman Jalaluddin al-Kalantani (1880-1952).
Beliau adalah salah seorang guru pondok dan pengarang terkenal di semenanjung tanah Melayu pada abad 20.
Beliau termasuk murid kesayangan Tok Kenali Ulama Masyhur di Kelantan. Beliau juga pernah berguru pada Syekh Ahmad al Fatani di Mekah, dan mendampingi Syekh Mukhtar Bogor ketika di Mekah.
Tafsirnya berjudul “Anwarul Huda wa Amtharun Nada” (أنوار الهدى وأمطار الندى). Yang diterjemahkan ke bahasa Melayu menjadi “Beberapa Cahaya Bagi Penunjuk dan Beberapa Hujan Bagi Embun”.
Kitab ini menggunakan bahasa Arab dan bahasa Melayu, dan merupakan penjelasan yang sangat ringkas terhadap Tafsir al-Jalalain.
Kelima, Muhammad Ahmad Kan’an al-Qadhi.
Beliau adalah kepala pengadilan tinggi di Libanon. Tafsirnya berjudul “Qurratul Ainain ala Tafsiril Jalalain” (قرة العينين على تفسير الجلالين). Kitab ini berisi usaha Syekh Muhammad Kan’an untuk membersihkan riwayat-riwayat isroiliyat dan yang tidak diketahui asalnya dari Tafsir Jalalain.
Beliau juga menjelaskan beberapa pernyataan Imam al-Jalalain yang perlu dijelaskan, mentakjrij (menjelaskan sumber dan nilai) hadis yang ada dalam Tafsir Jalalain, serta berusaha mengaitkan antara ayat yang membahas satu tema.
Wallahu a’lam.