Dalam kondisi darurat seperti situasi di tengah pandemi Corona saat ini, banyak orang yang berbeda sikap. Ada orang yang terlalu fatalis, menganggap bahwa semua yang terjadi atas izin Allah. Sehingga ia tetap beraktifitas seperti biasa, tidak menghiraukan anjuran ahli, bahkan marah ketika dilarang untuk berkumpul dengan banyak orang, seperti shalat Jamaah atau shalat Jumat di masjid. di rumah saja
Padahal Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda bahwa jika terjadi wabah maka ia dianjurkan untuk berada di rumah saja dengan sabar dan tawakkal.
Hadis ini perlu dibaca oleh mereka yang masih ngotot shalat jamaah di masjid atau masih menggelar pengajian/tabligh akbar atau yang masih nongkrong berkerumun di saat wabah melanda.
Nabi bersabda:
لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ (رواه أحمد 26139)
“Tidak ada seorang pun, ketika terjadi wabah, lalu ia di rumah saja dengan sabar dan yakin bahwa tidak ada yang menimpanya kecuali apa yang telah ditakdirkan Allah, melainkan ia akan memperoleh pahala seperti seorang syahid.”
(Hadis Sahih riwayat Imam Ahmad 26139. Juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Sahihnya dengan narasi “fi baladihi”)
Selain hadis di atas, banyak juga narasi yang berkembang di luar. Dalam sebuah pesan siaran di WA, isinya video penceramah kebangsaan Arab yang diiterjemahkan oleh ustadz di sampingnya. Kira-kira begini isinya, “Jangan lemah iman. Jangan takut Corona. Nabi sudah berjanji dalam hadis sahih; siapa yg shalat isya atau subuh berjamaah maka akan dijaga oleh Allah”.
Jika benar Rasulullah SAW pernah bersabda demikian, lantas benarkah maknanya seperti yang dimaksudkan Syekh tersebut?
Kita perlu meneliti lebih dalam pada konteks apa Nabi bersabda, yuntuk konteks keadaan normal dan aman sajakah, atau juga untuk kondisi darurat. Padahal banyak sekali hadis yang menjelaskan dibolehkannya tidak shalat Jamaah atau Jumat karena udzur.
Hal-hal terkait wabah seperti ini pernah dijelaskan secara lengkap oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya, Badzlul Maun fi Fadhlit Thaun. Di kitab tersebut dipaparkan berbagai pendapat ulama hadis seputar hadis tentang virus yang secara dzahir bertentangan.
Mari kita lihat dari sejarah. Di zaman Khalifah Umar bin Al-Khattab tahun 18 H terjadi wabah Amawas di Syam. Para Sahabat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Muadz bin Jabal dll. Mereka menunaikan shalat isya dan subuh berjamaah, toh akhirnya mereka wafat karena virus tersebut.
Lantas, mengapa Allah tidak melindungi mereka dari virus, sesuai dengan sabda Rasul yang disampaikan Syekh tersebut?
Berdasarkan pencarian yang saya lakukan, ternyata hadis yang disampaikan syekh di atas tidak sahih, karena Nabi tidak menyebutkan kata “berjamaah”, atau beliau menyebutkannya tapi dengan keutamaan yang berbeda, seperti dalam beberapa hadis berikut:
من صلى الصبح فهو في ذمة الله (رواه مسلم)
“Siapa yang shalat subuh maka dia dalam lindungan Allah.”
من صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة فكأنما صلى الليل كله (رواه مسلم 656)
“Siapa yang shalat isya berjamaah seolah-olah ia telah shalat separuh malam. Dan siapa yang shalat subuh berjamaah maka seolah-olah ia telah shalat malam seluruhnya.”
Dua hadis di atas, sabda Rasulullah yang dimaksudkan yaitu dalam keadaan normal dan aman, bukan ditempatkan pada kondisi darurat dan wabah. (AN)
Wallahu a’lam.