Islam selalu memberikan kemudahan bagi setiap pemeluknya dalam menjalankan agamanya. Allah pun tidak pernah memaksa hamba-Nya beribadah melebihi batas kemampuannya, termasuk dalam berpuasa. Meskipun puasa Ramadan merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi seluruh pemeluknya, namun syariat membolehkan enam orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan.
Syekh Salim bin Abdullah, penulis kitab Kasyifah as-Saja, menyebutkan bahwa enam orang di bawah ini diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Siapa sajakah mereka?
- Musafir
Kriteria musafir yang diperbolehkan tidak berpuasa itu jika bepergiannya menempuh jarak jauh yang diperbolehkan untuk mengqashar shalat. Sementara itu, jarak tempuh seseorang boleh mengqashar shalat sekitar 90 kilo meter. Perlu diketahui juga bahwa bepergian yang dibolehkan untuk tidak berpuasa hanya pergi yang tidak diniati untuk maksiat, seperti mabuk-mabukan, merampok, membunuh, dan lain sebagainya. Namun demikian, bagi seseorang yang tetap dalam kondisi fit ketika bepergian, maka lebih baik berpuasa. Oleh karena itu, musafir yang tidak berpuasa di bulan Ramadan tetap diwajibkan mengqadha puasanya di kemudian hari.
- Orang Sakit
Sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa sebaiknya atas anjuran dokter. Bila dokter merekomendasikan untuk tidak boleh berpuasa, maka orang sakit ini wajib melaksanakan saran dokter tersebut. Apabila orang sakit itu memaksakan diri untuk terus berpuasa justru dikategorikan bermaksiat bila puasanya itu sampai menyebabkannya kehilangan nyawa.
Bolehkah tidak berpuasa hanya karena pusing atau sakit perut tanpa anjuran dokter? Pada dasarnya, sakit ringan yang tidak membahayakan kondisi tubuh seseorang bukan termasuk faktor yang memperbolehkan orang tidak berpuasa. Namun demikian, kekhawatiran sakit yang lebih parah karena puasa tetap membolehkan seseorang untuk tidak puasa. Tapi orang tersebut tetap diwajibkan mengqadhanya di kemudian hari.
- Orang Tua Renta
Tua renta yang sudah pikun dan tidak dapat melakukan aktivitasnya sendiri termasuk faktor yang memperbolehkan untuk tidak berpuasa. Keluarga orang tua renta ini hanya diwajibkan menebus fidiah, denda berupa makanan pokok yang harus diberikan kepada fakir dan miskin sebanyak satu mud atau seukuran 5 sampai 6 liter beras.
- Orang yang Kelaparan dan Kehausan
Sahur merupakan kesunahan yang dianjurkan bagi mereka yang sedang berpuasa. Diriwayatkan dari Anas bin Malik yang mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sahurlah kalian semua, karena keberkahan terdapat dalam sahur” (HR Bukhari).
Keberkahan yang dimaksud dalam hadis ini bisa jadi mengarah pada kuat berpuasa karena melakukan sahur. Selain itu, sahur merupakan keistimewaan yang diberikan untuk umat Nabi Muhammad Saw. Sahur tidak ada dalam tradisi puasa agama-agama samawi sebelum Islam.
Oleh karena itu, bagi seseorang merasa lapar dan haus yang luar biasa karena mungkin tidak sahur, dibolehkan untuk tidak berpuasa. Namun setelah Ramadan usai, ia wajib mengqadhanya.
- Ibu Hamil
Ibu hamil yang biasa mengontrol kandungannya ke dokter biasanya mendapat arahan. Dokter akan menyampaikan kepada ibu hamil tersebut apakah boleh berpuasa atau tidak bila kebetulan kehamilan itu terjadi di antara bulan Ramadan. Bila dokter menyatakan bahwa ibu hamil tidak usah berpuasa untuk menjaga kesehatan janin dalam kandungan, maka ia boleh tidak berpuasa. Namun, setelah Ramadan nanti, ibu hamil tersebut wajib mengqadha dan membayar fidiah sesuai hitungan puasa yang ditinggalkan. Bila 5 hari yang ditinggalkan, maka fidiah yang harus dibayar sebesar 25 liter beras sambil mengqadha puasa 5 hari.
Kewajiban bayar fidiah hanya bagi ibu hamil yang menurut dokter, larangan berpuasanya itu untuk menjaga kesehatan sang buah hati. Jadi ibu hamil yang janinnya sudah sehat, namun dirinya tidak kuat untuk berpuasa tetap diperbolehkan berbuka di siang hari. Selain itu, kewajibannya hanyalah mengqadha puasa, tidak perlu membayar fidiah.
- Ibu Menyusui
Rincian hukum bolehnya tidak berpuasa bagi ibu menyusui sama seperti ibu hamil. Ibu menyusui yang tidak berpuasa karena untuk menjaga kesehatan janin diwajibkan mengqadha puasa dan membayar fidiah. Sebaliknya, ibu menyusui yang tidak berpuasa karena untuk menjaga kesehatan tubuhnya sendiri, bukan janin, maka hanya diwajibkan mengqadha puasa saja. Hal ini juga berlaku bagi seorang ibu yang menyusui anak orang lain, bukan anak kandungnya sendiri.