Emmanuel Macron Kembali Buka Suara: “Korban dari Terorisme adalah Muslim Sendiri”

Emmanuel Macron Kembali Buka Suara: “Korban dari Terorisme adalah Muslim Sendiri”

Emmanuel Macron kembali buka suara: “Lebih dari 80 persen korban terorisme adalah Muslim sendiri, dan ini adalah masalah bagi kita semua.”

Emmanuel Macron Kembali Buka Suara: “Korban dari Terorisme adalah Muslim Sendiri”
Foto: (AP Photo/Emrah Gurel)

Presiden Prancis Emmanuel Macron kembali buka suara setelah mendapat respon keras dari dunia Islam. Dengan lebih lunak, Macron mengatakan bahwa dirinya memahami perasaan umat Islam yang dikejutkan dengan penayangan kartun Nabi Muhammad, sekaligus menambahkan bahwa “Islam radikal” yang dia sedang lawan adalah ancaman bagi semua orang, terutama Muslim sendiri.

Statemen Macron tersebut diberikan kepada Al Jazeera dalam sebuah wawancara eksklusif pada Sabtu (31/10), yang muncul di tengah ketegangan yang meningkat antara pemerintah Prancis dan dunia Islam atas karikatur tersebut, yang oleh umat Islam dianggap menista.

“Saya memahami sentimen yang diungkapkan dan saya menghormati mereka. Tapi Anda harus memahami peran saya sekarang adalah untuk melakukan dua hal: mempromosikan ketenangan dan juga melindungi hak-hak ini,”kata Macron.

“Saya akan selalu membela kebebasan untuk berbicara, menulis, berpikir, menggambar, di negara saya.” tambahnya.

Macron juga mengecam apa yang dia gambarkan sebagai “distorsi” dari para pemimpin politik, dengan mengatakan bahwa orang digiring untuk percaya bahwa karikatur tersebut ciptaan negara Prancis.

“Saya pikir reaksi itu datang sebagai akibat dari kebohongan dan distorsi kata-kata saya karena orang-orang mengerti bahwa saya mendukung kartun ini. Karikatur itu bukan proyek pemerintah, tapi muncul dari surat kabar bebas dan independen yang tidak berafiliasi dengan pemerintah,” tambahnya.

Macron mengacu pada penerbitan ulang karikatur oleh majalah Charlie Hebdo baru-baru ini untuk menandai pembukaan persidangan atas serangan mematikan terhadap stafnya pada tahun 2015 ketika kartun publikasi yang berbasis di Paris dikutip sebagai alasan penyerangan tersebut.

Presiden Prancis tersebut telah membela hak kebebasan berbicara pada bulan September, ketika Charlie Hebdo mempublikasi ulang karikatur Nabi Muhammad. Saat itu dia mengklaim dalam pidatonya bahwa Islam sedang berada “dalam krisis global” dan diumumkan rencananya “untuk mereformasi Islam” agar lebih sesuai dengan nilai-nilai republik Prancis.

Macron mengulangi pendiriannya tentang kartun tersebut setelah seorang guru Prancis, yang menunjukkan karikatur Nabi tersebut kepada murid-muridnya di kelas dalam diskusi tentang kebebasan berbicara, menjadi korban pembunuhan pada tanggal 16 Oktober.

Sementara Muslim di Prancis mengutuk pembunuhan guru tersebut, mereka juga mengungkapkan kekhawatiran akan adanya hukuman secara kolektif yang berefek pada mereka, di tengah tindakan keras pemerintah yang menargetkan pembubaran organisasi Islam dan penutupan masjid.

Sementara itu, komentar Emmanuel Macron justru memicu kemarahan dari Muslim di berbagai negara. Ribuan Muslim– termasuk Indonesia – berinisiatif melakukan protes anti-Prancis. Saat perdebatan tentang Islam dan kebebasan berekspresi semakin panas dalam beberapa pekan terakhir, banyak pejabat dan pengunjuk rasa di negara-negara mayoritas Muslim mengeluarkan seruan untuk memboikot produk buatan Prancis.

Segala jenis penggambaran visual tentang Nabi Muhammad dilarang dalam Islam. Karikatur yang diterbitkan oleh Charlie Hebdo dipandang oleh Muslim sebagai tindakan ofensif dan Islamofobia karena dianggap mengaitkan Islam dengan terorisme.

Saat ini di dunia ada orang yang mendistorsi Islam dan atas nama agama ini yang mereka klaim untuk dibela, mereka membunuh, mereka membantai… hari ini ada kekerasan yang dilakukan oleh beberapa gerakan ekstremis dan individu atas nama Islam,” kata Macron, dilansir oleh Al Jazeera.

“Tentu ini menjadi masalah bagi Islam karena umat Islam adalah korban sendiri,” tambahnya. “Lebih dari 80 persen korban terorisme adalah Muslim sendiri, dan ini adalah masalah bagi kita semua.”

Kekerasan yang terjadi di Prancis masih berlanjut. Terakhir, pada hari Kamis (29/10) lalu, seorang pria Tunisia menewaskan tiga orang di sebuah gereja di kota Nice dengan menikamkan pisau. Pada hari yang sama, seorang pria Saudi menikam dan melukai ringan seorang petugas keamanan di konsulat Prancis di Jeddah, Arab Saudi.