Film Dua Garis Biru semakin ramai diperbincangkan publik. Film ini mengisahkan tentang Dara (Zara Jkt 48) dan Bima (Angga Yunanda), sepasang kekasih yang masih duduk di bangku SMA. Layaknya remaja yang sedang mabuk cinta, Dara dan Bima sering melakukan berbagai hal bersama. Namun sayang, keduanya akhirnya kebablasan hingga Dara hamil di luar nikah.
Dalam film ini, tokoh Dara dan Bima digambarkan masih sangat awam mengenai sex education. Bahkan, keduanya tidak menyadari bahwa perbuatan mereka bisa menyebabkan kehamilan. Mereka juga tidak mengetahui kehamilan di usia dini dapat membahayakan sang ibu dan janin.
Dari sisi fisik, misalnya, sistem reproduksi remaja perempuan belum sepenuhnya matang. Hamil di usia dini berisiko mengalami kelahiran prematur, angka kematian ibu serta bayi pun tinggi. Dalam film ini, rahim Dara bahkan harus diangkat karena ia mengalami pendarahan hebat saat melahirkan.
Tak hanya itu, hamil di luar nikah juga menjadi aib bagi sekolah dan keluarga, terutama orangtua. Gunjingan dari kawan-kawan dan tetangga tak bisa dihindari. Bahkan Dara dan Bima terancam putus sekolah dan kesulitan untuk menggapai cita-cita.
Hamil bukan sekadar mengandung sembilan bulan belaka. Tetapi juga tentang bagaimana menjadi orangtua dan mengurus sang anak selama hidupnya. Dibutuhkan persiapan yang matang agar siap menjadi orangtua, baik persiapan secara moril maupun materil. Belum lagi masa muda yang seharusnya ditabung untuk belajar akhirnya terpaksa berakhir karena harus mengurus anak dan mencari kerja.
Film ini seolah ingin menyampaikan pesan bahwa sex education sangat perlu dipelajari oleh remaja. Sebuah usaha menggambarkan risiko hamil di luar nikah sebagai salah satu problematika remaja. Aborsi dan nikah muda kerapkali dipilih sebagai jalan keluar. Sayangnya, keduanya tentu saja tidak bisa mengakhiri masalah ini begitu saja.
Pernikahan dini juga turut menyumbang berbagai kasus perceraian di Indonesia. Kondisi pasangan yang belum siap berkeluarga kerapkali rentan perceraian. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Susrapaty telah menekankan bahwa menikah harus terencana, bukan karena bencana.
Memang tak mudah mencari solusi bagi persoalan zina, hamil di luar nikah, dan nikah muda. Nikah muda seringkali dianggap sebagai solusi terbaik untuk menghindari perzinaan dan menanggung malu karena hamil di luar nikah.
Pemerintah sebetulnya telah berupaya menekan jumlah pernikahan dini. Namun di samping itu, justru ada sebagian kelompok yang menggaung-gaungkan nikah muda dengan buaian “Lebih baik nikah muda daripada pacaran”.
Padahal hidup bukan hanya soal hawa nafsu yang harus ditundukkan dengan nikah. Masih ada berbagai hal lain yang harus diperhatikan, karena masa muda adalah masa produktif yang tidak boleh disia-siakan. Penguatan nilai moral dan agama bisa menjadi salah satu upaya preventif. Selain itu, kesadaran akan pendidikan juga harus ditanamkan pada diri anak.