Alhamdulillah kita telah selesai melaksanakan صيام dan beranjak menuju صوم. صيام tidak makan-minum dan jima’ di siang hari selama sebulan penuh, sementara صوم menahan omongan, ujaran, dan perkataan kotor dan muspra sepanjang hari, sepanjang bulan, dan sepanjang tahun. Kita diperintahkan memproduksi قولا سديدا yaitu perkataan yang lurus dan sahih serta menjauhi قول الزور, yaitu perkataan lacur yang berisi dusta (hoax/الكذب), kebodohan (الجهل), gosip (الغيبۃ), dan adu domba (النميمۃ).
Teknologi telah mengubah perkataan dan ujaran dari yang bersifat lisan ke tulisan yang diunggah dalam berbagai status dan opini yang disebar di media sosial. Karena perubahan bentuk komunikasi ini, kita harus menjauhi قول الزور tidak hanya dari omongan lisan kita, tetapi dari tulisan dan postingan kita di media sosial. Jika mengikuti al-Qur’an, omongan dan postingan kita hanya bermanfaat dan dianggap bernilai baik apabila berisi anjuran melakukan derma (sedekah), kebajikan, dan rekonsiliasi. Allah berfirman dalam QS. an-Nisa’/4: 114:
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraan mereka kecuali bisikan dari orang yang menyuruh memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.”
Dalam bahasa Arab, نجوي berarti perkataan lirih dan tersamar (إسرار الحديث), semacam bisik-bisik dengan suara pelan. Orang yang ‘bercakap’ dengan Allah di malam sunyi, mengadu dan berdoa dengan suara pelan, disebut dengan مناجاة (munajat). Dilihat dari aspek ini, media sosial masuk terkategori نجوي, ujaran minim suara tetapi berisiknya memekakkan hati dan otak. Tidak ada gunanya berisik di media sosial kecuali isinya menyerukan sedekah, amar ma’ruf, dan mendorong islah sesama manusia.
Bagaimana kita menyikapi akun medsos yang isinya قول الزور? Terhadap akun-akun penyebar hoax dan kebodohan, panduan al-Qur’an sederhana, sebagaimana tertuang dalam QS. al-Furqan/25: 63:
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا
“.. dan apabila orang-orang jahil menegur sapa mereka, mereka mengucapkan kata salam..”
Dalam Tafsirnya, Ibn Katsir menyatakan apabila ada orang bodoh berujar dengan kata-kata buruk, jangan timpali dengan perkataan serupa, tetapi maafkan dan berlapang dada serta tidak bicara selain yang baik-baik sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan panduan al-Qur’an (QS. al-Qashas/28: 55):
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya, dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami, dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil’.”
Kemarin medsos kita sempat berisik dengan ujaran salah satu fanpage fesbuk yang menyeru memboikot Istiqlal karena Khatib Id-nya Prof. Quraish Shihab. Suatu kali pernah saya intip isi postingan fanpage itu, dan kosong, saya tidak menemukan apa-apa kecuali fitnah dan kebodohan. Aneh bin ajaib, fanpage itu cukup punya banyak penggemar. Postingan yang rendah mutu pun sering di-like dan dibagikan hingga ribuan kali.
Pelan-pelan, tanpa banyak cakap, saya membersihkan daftar pertemanan saya dari semua akun yang gemar membagikan konten-konten fitnah dan kebodohan, termasuk yang mengeksploitasi agama dan belas kasihan untuk industri like dan share. Linimasa fesbuk saya perlahan bersih dari posting-posting muspra dan tidak mutu. Tetapi ini ternyata tidak cukup. Konten-konten muspra itu masih singgah di layar linimasa saya oleh mereka yang secara tidak sadar menjadi relawan, ikut menyebarkan konten bodoh itu meski dengan maksud mencela dan mengkritiknya. Sekali kita membagikan konten bodoh, meskipun dengan maksud mengkritik dan mencelanya, kita telah menaikkan ‘oplah’ mereka. Tindakan terbaik justru berpaling dan tidak menganggapnya ada, tidak meladeni kebodohan dengan caci maki, namun secara aktif terus memproduksi narasi tanding yang berisi ilmu dan kearifan. Kita harus membantu mereka kumpul dengan kelompok mereka sendiri. Artinya, biarlah yang like dan share konten-konten bodoh itu kaum sejenis yang mutunya setingkat. Kita tidak perlu ikut membagikan, meskipun dengan maksud mencelanya.
Saya memilih memedomani al-Qur’an: وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ. Berpaling dan menganggap tidak ada. Bagi kita amal-amal kita sendiri dan bagi mereka amal-amal mereka sendiri dan kita tidak perlu bergaul dengan orang-orang bodoh. Tidak ada gunanya berbantah-bantahan dengan orang yang menganggap orang lain pasti salah dan kita pasti benar atau sebaliknya. والله اعلم
*) Kholid Syeirazi, Sekjen PP ISNU