Bagaimana Para Sejarawan Menulis Nabi Muhammad SAW?

Bagaimana Para Sejarawan Menulis Nabi Muhammad SAW?

Bagaimana Para Sejarawan Menulis Nabi Muhammad SAW?

Banyak sejarawan yang menulis Nabi Muhammad SAW mengungkapkan kekaguman atas akhlak beliau. Paras mukanya manis dan tampan. Perawakannya sedang, tidak terlalu tinggi, tetapi tidak pula pendek (laisa bi althawil al-dzahib wa la bi al-qashir al-bain). Bentuk kepalanya besar, berambut hitam kelam antara keriting dan lurus.

Rambutnya yang tebal dibiarkan memanjang sampai ke pundak (kana yadhrib sya’rahu ila al-mankibain). Dahinya lebar dan rata (wasi’ al jabin), di atas alis mata yang lengkung, tebal dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya ada garis-garis tipis kemerah-merahan. Di pelupuk matanya tampak bayang-bayang hitam (eye shadow/ak-hal al-‘ainain wa laisa bi Ak-hal).

Baca juga: Muhammad, Maulid, dan Bangsa Arab

Tatapan matanya tajam (Ad’aj al-‘Ainain), dengan bulu mata yang hitam-pekat. Hidungnya halus dan merata, (thawil qashbah al-unf) dengan barisan gigi yang bercelah-celah (mufallaj al-asnan). Cambangannya lebar (ahdab al-asyfar), lehernya jenjang, bersih dan indah (kana ‘unuquh ibriq fidhdhah).

Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang (‘azhim al-mankibain). Warna kulitnya terang dan jernih, dengan dua telapak tangan dan kakinya yang tebal. Tubuhnya selalu menebarkan wangi (thayyib al-raa-ihah wa al-‘araq). Siapa yang memandangnya akan terpikat, siapa yang sering bersamanya akan makin cinta (man ra-ahu badihatan ha-bbahu, wa man khaalathahu ma’rifatan ahabbahu).

Baca juga: Perawakan Nabi Seperti Apa Sih?

Para sejarawan menulis Nabi SAW dengan mengungkapkan beberapa keluhuran pribadi Nabi SAW sebagai berikut.

  1. Bila ada orang yang sakit Nabi SAW menengoknya, meski berada di tempat yang jauh.
  2. Nabi SAW menjenguk pekerja rumah tangganya yang beragama Yahudi ketika sedang sakit, dan mendoakan bagi kesembuhannya.
  3. Saat Nabi SAW Hijrah ke Madinah, beliau meminta kepada anak muda penggembala kambing milik Abu Bakar yang saat itu masih musyrik untuk menjadi petunjuk jalan.
  4. Bila ada orang yang meninggal dunia, Nabi menyampaikan ta’ziyah (ikut merasa duka-cita), mendatangi keluarganya dan mengiring jenazahnya sampai ke tempat peristirahatan abadinya.
  5. Nabi SAW sering duduk dalam posisi yang sama, bersama-sama orang-orang fakir dan mengambilkan untuk mereka makanan dengan tangannya sendiri.
  6. Bila ada orang yang mencaci-maki orang lain, Nabi SAW mengatakan, “Tolong tinggalkan cara seperti itu”.
  7. Sahabat Nabi SAW suatu hari mendesak agar Nabi mendoakan kecelakaan atau kebinasaan bagi orang-orang non-muslim yang telah menyakitinya. Nabi tidak menyetujuinya, malahan mendoakan agar mereka diberikan “ hidayah”, petunjuk Tuhan.
  8. Kepada para sahabatnya yang meminta Nabi membalas perlakukan kasar mereka, beliau mengatakan “Aku diutus Tuhan tidak untuk mengutuk manusia. Tetapi untuk menyebarkan kasih sayang dan perdamaian.

Baca juga: Kurma: Dari Sunnah Berbuka sampai Narasi Kenabian

Damai dan Sejahteralah engkau wahai kekasih. Wahai utusan Tuhan. (AN)

Artikel ini diolah dari tulisan di Facebook K.H Husein Muhammad