Arrahmah dan Konsistensi yang Tak Kaffah

Arrahmah dan Konsistensi yang Tak Kaffah

Arrahmah dan Konsistensi yang Tak Kaffah

Arrahmah.com kembali jadi perbincangan. Kali ini bukan karena mereka memelintir berita atau menyebarkan hoax. Tapi karena Financial Times memberitakan penggunaan Google AdSense pada web yang pernah diblokir Kemenkominfo-BNPT tersebut. Menurut catatan Six Stat, pendapatan arrahmah.com dari AdSense per hari mencapai 499 dollar AS (Rp 6,6 juta). Tidak ingin dianggap mendukung kelompok teroris, Google pada akhirnya menonaktifkan akun AdSense milik arrahmah.com.

Memanfaatkan Google AdSense jelas bukan suatu kesalahan. Namun apa yang dilakukan oleh arrahmah.com merupakan sebuah paradoks. Selama ini mereka dikenal sebagai media yang cukup galak terhadap Amerika. Nyaris tak ada berita baik tentang Amerika muncul di laman mereka. Amerika selalu mereka hardik dan jadi bahan cacian. Meski begitu, rupanya arrahmah.com tidak menganggap uang yang datang dari Amerika (Google) sebagai barang haram. Mungkin, semacam benci-tapi-rindu.

Kita akan dengan mudah menjumpai judul-judul seperti ini di arrahmah.com: Muslimah Amerika Mengalami Diskriminasi di Pesawat, Kejutan Raja Salman Bikin Strategi Global Amerika Berantakan, Teroris Amerika Tembak Pria Muslim di Jalan Raya Kentucky, Penyiksaan Oleh CIA: Kemunafikan Amerika Di Balik Isu HAM, Mahasiswa Harvard University: Amerika Lebih Mengancam Dunia Daripada ISIS. Judul-judul itu menempatkan Amerika sebagai pesakitan, musuh dan kelompok yang mesti diperangi. Cara menulis yang sama juga digunakan untuk ‘memberitakan’ Israel.

Lalu, bagaimana bisa arrahmah.com ‘bekerja sama’ dengan Amerika dalam meraup rupiah? Melihat fenomena itu saya teringat buku Benjamin R. Barber yang berjudul Jihad vs McWorld: How Globalism and Tribalism are Reshaping the World . Buku itu dengan baik mengupas tentang hal-hal paradoks dalam kehidupan umat manusia. Jihad yang dimaksud Barber adalah sesutu yang memiliki ciri fundamentalisme agama atau nasionalisme. Terdapat identitas khas yang hendak dipertahankan di tengah arus globalisasi yang mencengkeram dan menembus seluruh dunia. Istilah ini dipakai untuk mewakili mereka yang skeptis terhadap globalisasi.

Jika jihad dimaknai sebagai pertahanan diri komunitas lokal, maka McWorld memiliki arti yang berkebalikan. Secara eksplisit Barber menyebutkan bahwa McWorld adalah produk kebudayaan populer yang digerakkan oleh modal dan perdagangan bebas. Berbicara tentang McWorld juga tak lepas dari perbincangan seputar kapitalisme, konsumerisme dan tatanan dunia yang berubah.

Mendedah relasi jihad-McWorld, Barber menggunakan istilah dialektika. Jadi, jihad tidak hanya memberontak melawan McWorld tapi juga bersekongkol dengannya. Sementara, McWorld tidak hanya membahayakan tetapi juga membentuk dan menggerakkan kembali jihad. Jihad dan McWorld saling berlawanan sekaligus saling membutuhkan. Barangkali, konsep yang disodorkan Barber tersebut dapat menjalaskan mengapa arrahmah.com memanfaatkan Google AdSense (lebih jauh: mengapa kelompok yang anti Barat justru menggunakan teknologi yang datang dari Barat).

Barber menulis di pendahuluan bukunya: Di Marx-Engelsplatz, patung Marx dan Engels yang menghadap ke Timur menjadi simbol kekuasaan, seolah-oleh menjadi  penjadi pelipur lara Moskow dari jarak jauh. Tetapi sekarang, patung-patung tersebut bagai terpenjara, karena taman tempatnya berdiri sudah dikelilingi restoran-retoran T.G.I Friday, hotel-hotel internasional seperti Radisson dan papan-papan iklan neon yang seolah mengejek kedua patung itu dengan merek-merek Panasonic, Coke, Goldstar. Sebuah gambaran yang kental nuansa paradoks. Barber punya banyak contoh untuk hal-hal serupa itu, yang apabila kita baca akan mengingatkan kita pada ‘kasus’ arrahmah.com.

Akhirulkalam, melihat kenyataan arrahmah.com telah ‘berselingkuh’ dengan Google kita tahu satu hal: ternyata arrahmah.com tak ideologis-ideologis amat. Dan tong kosong memang selalu nyaring bunyinya.