Abdullah Haron, Ikon Perjuangan Muslim Melawan Apartheid

Abdullah Haron, Ikon Perjuangan Muslim Melawan Apartheid

Abdullah Haron, Ikon Perjuangan Muslim Melawan Apartheid

Perlawanan terhadap rezim apartheid di Afrika Selatan tidak lepas dari nama Imam Abdullah Haron. Tokoh ini adalah seorang ulama muslim yang  aktif berkampanye melawan rasialisme di Afrika Selatan hingga wafatnya.

Lahir pada tahun 8 Februari 1924 di Cape Town, Afrika Selatan, Haron adalah seorang aktivis anti-apartheid dan pemimpin agama Islam terkemuka di Afrika Selatan tahun 50hingga 60 an. Hidupnya didedikasikan untuk berjuang melawan rasialislme, menyebarkan dan melestarikan Islam. Aneex Salie, mantan anggota ANC (Kongres Nasional Afrika) mengatakan tentang Imam Haron,” Dia tidak cocok dengan pola ulama Muslim yang cukup ritualistik. Dia sangat progresif, jauh melampuai zamannya. ”

Abdullah Haron dibesarkan oleh bibinya setelah ibunya meninggal saat usianya menginjak lima tahun. Meskipun tidak memiliki pelatihan formal di luar sekolah dasar,  Haroon fasih membaca Al-Quran pada usia 14 tahun. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya  di Arab Saudi dan kembali ke Afrika Selatan untuk melanjutkan studi keagamaannya. Menikah dengan Galiema Sadan pada tahun 1950, Haron diangkat sebagai imam pada tahun 1955 ketika berumur 32 tahun.  Haroon adalah salah satu imam termuda di negara itu. Setelah dianggkat menjadi imam di Masjid Stegmann Road di Cape Town dengan cepat dirinya menjadi pelopor gerakan anti-apartheid.

Tidak seperti banyak ulama Muslim lain di zamannya, Imam Haron memandang Islam lebih dari sekadar seperangkat ritual. Menurutnya ulama perlu menanggapi isu-isu kontemporer. Untuk itu di tahun 1961 didirikanlah Call of Islam, sebuah wadah kampanye politik yang memprotes status quo kala itu. Aktifitasnya dalam menentang aphartheid tidak hanya di dalam negeri saja, ktika menunaikan beribadah haji, haroon melobby para pimpinan organisasi Islam dan pemimpin Muslim yang berpengaruh untuk melihat situasi mengerikan di Afrika Selatan.

Berbicara menentang pemerintah supremasi kulit putih pada saat itu, Imam Haron secara teratur mengunjungi komunitas kulit hitam yang tinggal di bawah apartheid di tempat-tempat seperti Langa, Gugulethu, dan Nyanga. Haroon mendaptkan dijuluki “mfundisi”, yang berarti imam. Ia juga menjalin hubungan rahasia dengan gerakan anti-apartheid lainnya seperti ANC dan PAC (Pan Africanist Congress).  Kedua organisasi ini sering melancarkan perlawanan dengan cara lebih keras terhadap pemerintah supremasi kulit putih Afrika Selatan. Berbicara pada sebuah pertemuan publik di Cape Town’s Drill Hall pada tahun 1961, imam menyebut rezim apartheid “tidak manusiawi, biadab, dan tidak Islami”. Hanya empat tahun kemudian, ketika pemerintah apartheid menindak aktivis anti-rasis, sang imam dan keluarganya dipaksa keluar dari rumah mereka bersama jutaan orang Afrika Selatan lainnya.

Pada tahun 1969, selepas pertemuan rahasia dengan imam Anglikan Canon John Collins dari Katedral St. Paul di London, Imam Haron dijemput dan ditahan oleh polisi apartheid. Ia diduga disiksa saat berada di penjara. Hanya empat bulan kemudian, imam itu meninggal. Meskipun polisi keamanan pada saat itu mengklaim bahwa imam meninggal setelah secara tidak sengaja akibat jatuh dari tangga, namun otopsi Imam Haron menunjukkan dua tulang rusuk yang patah dan 27 memar di sekujur tubuhnya. Haron sempat dipenjara selama 123 hari di kantor polisi Caledon Square di pusat kota Cape Town.

Kematian Imam Haron adalah hari yang monumental di Afrika Selatan. Lebih dari 40.000 orang berbaris di sepanjang peti matinya sejauh enam mil sampai dimakamkan di pemakaman muslim Mowbray.