Pandji Pragiwaksono dan Polemik Toa Masjid

Pandji Pragiwaksono dan Polemik Toa Masjid

Polemik toa masjid belakangan ini ramai dibicarakan, termasuk juga oleh komika tanah air, Pandji Pragiwaksono. Bagaimana tulisan ini bicara tentang itu? silakan dibaca.

Pandji Pragiwaksono dan Polemik Toa Masjid

Setelah mencuatnya kasus protes ibu Meiliana di Tanjung Balai, Sumatera Utara soal toa masjid di dekat rumahnya yang dianggap terlalu mengganggu. Pandji Pragiwaksono, seorang komika kenaaman turut dibawa-bawa dan dihujat oleh netizen yang menganggap dirinya yang paling islami dalam isu toa masjid. Dilibatkannya Pandji dalam polemik toa masjid tersebut berawal dari sebuah stand up komedinya Pandji yang diupload di Youtube sejak satu tahun lalu dengan konten yang membahas “Penyalahgunaan Toa Masjid”.

Stand up yang sudah diupload satu tahun yang lalu itu menjadi perbincangan netizen sejak dua minggu belakangan ini. Video stand up tersebut dishare oleh para netizen ke akun media sosial mereka masing-masing dengan caption yang menganggap bahwa Pandji sebagai orang muslim yang anti toa masjid. Dan menurut pengakuan Pandji, ia juga menerima beragam ancaman kekerasan di akun media sosialnya.

Sebagaimana biasanya, netizen yang mendaku diri paling muslim sendiri ini keliru dalam memahami maksud dan isi konten dari apa yang diangkat Pandji dalam video stand upnya. Pandji sendiri dalam polemik isu toa masjid tersebut bahkan sampai membuat vlog tersendiri untuk memberikan klarifikasi terkait dengan hujatan para netizen atas video stand up komedinya satu tahun yang lalu itu. Pandji melakukan pelurusan dan klarifikasi secara cukup rinci atas konten-konten yang diangkat olehnya dalam pembahasan “Penyalahgunaan Toa Masjid” tersebut.

Menurut Pandji, apa yang dibahas olehnya dalam video stand up tersebut bukan bermaksud untuk melarang atau anti terhadap penggunaan toa masjid untuk kegiatan keislaman. Dalam penjelasan Pandji, yang olehnya dianggap sebagai penyalahgunaan penggunaan toa masjid adalah penggunaan toa masjid secara berlebihan  untuk kegiatan diluar adzan dan pengajian 30 menit (tahrim atau membaca al-Qur’an) sebelum shalat subuh dan maghrib sebagaimana yang sudah diatur oleh undang-undang.

Seperti yang diceritakan Pandji baik dalam vlognya ataupun dalam video stand upnya tersebut bahwa masjid disekitar rumahnya, menggunakan toa masjid untuk anak-anak belajar ngaji yang sedang berebut toa dengan berisik, ibu-ibu pengajian yang sedang memberikan pengumuman terkait penggunaan warna kerudung, hingga pengumuman sahur yang mengagetkan di tengah malam.

Terkait dengan keberatan seseorang terhadap berlebihannya penggunaan toa masjid ini, sering kali kaum muslim mudah sekali menggunakan kemarahan daripada berfikir dahulu secara jernih terkait dengan persoalan ini. Sebagiamana netizen yang marah-marah terhadap video stand up komedinya Pandji di atas yang keliru memahami atas konten yang dimaksudkan Pandji, kaum muslim mudah memiliki prasangka negatif yang bermacam-macam atas ungkapan atau pernyataan kurang kesetujuannya seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan (islam).

Padahal, semisal kita jernihkan persoalaan ini dan tidak terburu-buru untuk marah, kita dapat mengurai benang kusut permasalahan ini. Misal diambil contoh soal penggunaan toa masjid untuk membangunkan sahur pada saat bulan ramadhan sebagaimana yang dicontohkan Pandji di video stand upnya. Menurut Pandji, suatu pagi-pagi toa masjid di dekat rumahnya tiba-tiba berbunyi “Sahur… sahur.. sahur” dengan keras sekali, tanpa ada prolog pembukanya, tentunya hal seperti itu akan mengejutkan orang yang sedang tidur. Dan yang ditakutkan adalah orang tua yang sedang sakit dan tiba-tiba mendengarkan suara sekeras itu. Termasuk juga bayi-bayi yang baru lahir yang sering adaptif terhadap suara-suara di sekitarnya juga ditakutkan terkejut mendengar suara keras di tengah malam.

Selain netizen yang terburu marah-marah ketika ada seseorang yang berkeberatan atas berlebihnya penggunaan toa masjid. Seringkali ada pula netizen yang keliru memberikan argumentasi dengan menganalogikan keberatan berlebihannya penggunaan toa masjid dengan penggunaan lonceng gereja di Eropa. Kekeliruan dari analogi tersebut terletak dari proposisi antara kedua hal yang dibandingkan tersebut tidak setara. Yang dipermasalahkan adalah bukan penggunaan toa masjid, sebagaimana penggunaan lonceng gereja di Eropa. Akan tetapi, yang dipersoalkan orang semacam Pandji adalah “penyalahgunaan penggunaan toa masjid” yang berlebihan dan tidak sesuai undang-undang yang ada.

Dalam vlognya dengan Deddy Corbuzier, Pandji juga merefleksikan situasi publik tanah air belakangan ini yang mudah sekali marah-marah. Menurutnya, seringkali kita dalam banyak hal, termasuk menyampaikan aspirasi, ketidaksetujuan kepada pihak lain, maupun menanggapi ketidaksetujuan orang lain kepada kita dengan sikap yang mudah marah dan arogan. Sebagaimana kita lihat juga bahwa beberapa tahun terakhir ini sering sekali terjadi kejadian nasional kita yang mudah marah-marah, seperti aksi bela-membela dengan atas nama agama beberapa waktu yang lalu, bahkan persekusi kepada orang-orang  minoritas.

Kita sebagai umat Islam, yang belakangan ini seringkali mendahulukan urat syarafnya untuk marah-marah dari pada logikanya, perlu adanya perbaikan sikap dalam menanggapi segala sesuatu secara lebih ramah sebagaimana yang sudah diteladankan oleh junjungan kita nabi agung Muhammad Saw. Wallahua’lam Bishawab.

M. Fakhru Riza, Penulis adalah pegiat di Islami Institute Jogja.