Kisah seorang pemuda yang seyogyanya menjadi contoh bagi kita umat islam salah satunya yaitu Uwais al-Qarni. Siapa dia dan mengapa begitu istimewa di benak Rasulullah? Dan apa hikmah yang seharusnya kita ambil dari kisah tersebut?
Berawal dari ungkapan serta himbauan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Umar ibn al-Khathab yang isinya demikian, “Aku sendiri (Umar) pernah mendengar Rasulullah SAW., berkata, “Nanti akan datang seorang bernama Uwais bin Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad yang berasal dari suku Qarn. Ia memiliki penyakit kulit (bintik-bintik putih di kulitnya) kemudian sembuh kecuali setitik kecil yang tersisa sebesar satu koin dirham. Ia mempunyai seorang ibu yang ia sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan apa yang ia pinta. Jika engkau (Umar) mampu agar ia mau meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya”.
Dalam hadis yang lain Rasullah mengungkapkan, “Seorang Tabi’in terbaik adalah seorang pria yang bernama Uwais, ia memiliki seorang ibu dan dulunya berpenyakit kulit, perintahkanlah padanya untuk meminta ampun untuk kalian.” Dua hadis tersebut, dapat pembaca lihat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadis no. 2542.
Uwais bin Amir al-Qarni merupakan seorang pemuda yang hidup pada masa Rasulullah SAW., namun ia tidak pernah bertemu secara langsung dengan Rasulullah. Dalam kisahnya ia sangat ingin bertemu dengan Rasul tetapi keadaan berkata lain. Ia memiliki seorang ibu yang sangat ia cintai dan hormati. Uwais al-Qarni begitu sabar merawat ibunya. Keinginan bertemu langsung dengan Rasul harus dia urungkan karena takut untuk meninggalkan ibunya. Uwais takut predikat durhaka akan ia dapati. Ia merawat hingga ajal menjemput ibunya. Setelah ibunya meninggal dia putuskan akan menemui Rasul. Ia bergabung dengan serombongan pasukan dari Yaman yang akan menemui Rasul, tetapi fakta berkata lain, Rasul pun sudah meninggal.
Suatu ketika Umar bin Khathab menyambut kehadiran serombongan pasukan dari Yaman, dan Umar langsung bertanya,”Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin Amir, kemudian Umar masuk ke tengah rombongan dan bertanya lagi, “Benarkah engkau adalah Uwais bin Amir, Uwais menjawab, “Ya benar” Umar bertanya lagi, “Benarkah engkau dari Murad dari Qarn” Uwais menjawab, “Ya” Umar bertanya lagi, “Benarkah engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham,” Uwais menjawab, “Ya”, Umar bertanya lagi, “Benar engkau punya seorang ibu”, Uwais menjawab, “Ya”, kemudian Umar menceritakan perihal sabda Rasulullah tentangnya, dan meminta pada Uwais agar mendoakan agar Allah mengampuni Umar. Uwais pun mendoakan Umar dan memohonkan ampunan pada Allah.
Menariknya lagi dari lanjutan kisah ini adalah, selepas munajat do’a dari Uwais, kemudian Umar bertanya, “Setelah ini engkau hendak kemana” Uwais menjawab, “Ke Kuffah”, kemudian Umar pun menawarkan pada Uwais perihal rekomendasi, “Bagaimana jika aku menulis surat kepada Penaggung Jawab di negeri Kuffah, supaya dia membantumu” justru tawaran Umar tersebut dijawab dengan rendah diri oleh Uwas sebagai berikut, “Aku sedang menjadi orang yang lemah (miskin), dan aku lebih menyukai dengan keadaanku”.
Tahun berikutnya ada seorang terhormat dari rombongan tersebut pergi menunaikan haji dan ia bertemu dengan Umar. Seranta Umar pun bertanya mengenai kondisi Uwais, orang terhormat tersebut menjawab, “Aku tinggalkan Uwais dalam kondisi rumahnya yang miskin, dan hanya sedikit memiliki barang dalam rumahnya”, Umar pun mengatakan perihal sabda Rasul kepada orang tersebut. Dalam sebuah cerita, akhirnya orang tersebut mendatangi Uwais, ia pun meminta pada Uwais , “Mintalah pada Allah agar mengampuniku”, Uwais menjawab, “Bukankah engaku baru saja pulang dari shafar yang baik (menunaikan ibadah hajji), orang tersebut pun menjawab “Mintakan ampunan Allah untukku” dan bertanya pada Uwais, “bukankah engkau telah bertemu dengan Umar”, Uwais menjawab, “Ya benar”, akhirnya Uwais pun mendoakan agar orang tersebut diberi ampunan oleh Allah.
Selepas peristiwa tersebut, beberapa orang menjadi tahu perihal keistimewaan dan kemuliaan Uwais. Lantaran hal itu kemudian Uwais mengasingkan diri dari kalayak ramai. Barangkali ia kawatir akan himbauan Rasul tersebut menjadikannya berbesar hati dan membuat hatinya dihinggapi rasa sombong. Wallahu a’lam bi al-shawab. Namun dari kisah tersebut banyak hal yang patut kita ambil hikmahnya.