Idul Adha merupakan salah satu hari besar umat Islam. Hari yang dimuliakan Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana saat Idul Fitri, di hari raya kurban umat Islam dilarang melakukan ibadah puasa untuk menikmati hidangan Allah. Selain diharamkan berpuasa, saat Idul Adha dianjurkan untuk memperbanyak membaca takbir seperti saat hari raya Fitri.
Anjuran mengumandankan takbir di hari raya Idul Adha berdasarkan hadits dari Umi Athiyyah, beliau berkata:
كنا نؤمر في العيدين بالخروج حتى تخرج الحيض فيكن خلف الناس يكبرن بتكبيرهم
“Kita diperintahkan keluar saat dua hari raya hingga wanita-wanita yang haidl. Mereka berada di belakang manusia, bersama-sama mengumandangkan takbir”.
Selain riwayat hadis Umi Athiyyah, anjuran mengumandangkan takbir juga berdasarkan qiyas terhadap dalil anjuran takbir Idul Fitri yang secara tegas disebutkan dalam firman Allah:
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
“dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu” (QS.al-Baqarah :185).
Dalam prespektif fikih, takbir hari raya Idul Adha terbagi menjadi dua:
- Takbir Mursal
Takbir mursal adalah takbir yang tidak dibatasi setelah melakukan salat. Sehingga hukum mengumandangkannya adalah sunah dalam setiap waktu. Waktu takbir mursal dimulai sejak terbenamnya matahari pada malam hari raya sampai imam melafalkan takbirah al-ihram untuk melaksanakan shalat ‘ied bagi orang yang salat ‘ied dengan berjamaah. Sedangkan jika seseorang melaksanakan salat ‘idnya sendirian, maka batas akhir takbir mursal adalah sampai orang tersebut melafalkan takbirah al-ihram saat mendirikan shalat ‘ied.
- Takbir muqayyad
Takbir muqayyad adalah takbir yang dikumandangkan setelah melakukan salat baik salat fardlu (wajib), salat sunah, salat adâ’, qadlâ’ maupun jenis salat lainnya. Waktu pelaksanaan takbir muqayyad diperinci sebagai berikut:
- Selain orang yang menjalankan ibadah haji
Waktu takbir muqayyad dimulai sejak masuknya waktu salat subuh dari hari Arafah (9 Dzu al-Hijjah) sampai melakukan salat asar pada hari tasyriq (13 Dzulhijjah) menurut Imam Ibnu Hajar dan setelah melakukan shalat subuh dari hari Arafah sampai terbenamnya matahari pada hari tasyrîq (13 Dzu al-hijjah) menurut Imam Ramli.
- Orang yang menjalankan ibadah haji
Waktu takbir muqayyad dimulai sejak masuknya waktu salat zhuhur dari hari nahr (10 Dzulhijjah) sampai waktu subuh akhir hari tasyrîq.
Syaikh Sulaiman al-Bujairami dalam Hasyiyah ‘ala al-Iqna’ menegaskan bahwa mengumandangkan takbir hari raya pada selain tempat-tempat di atas, hukumnya khilaf al-sunah (Tidak sesuai anjuran Rasul).
Berikut ini lafadz-lafadz takbir yang disunahkan:
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Sementara dalam kitab al-Umm, imam al-Syafi’i menganjurkan agar setiap kali selesai membaca lafal takbir di atas sebanyak tiga kali, ditambah dengan bacaan berikut ini:
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ
*) Sumber bacaan: Al-Taqrirat al-Sadidah, hal. 344-346, Dar al-‘Ulum al-Islamiyyah, Hasyiyah al-Bujairami ‘ala al-Khathib, juz 2 hal. 426 dan 450, Maktabah al-Syamilah, Kifayah al-Akhyar.
**) Penulis adalah pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Kediri