Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan: Syahid untuk Para Korban

Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan: Syahid untuk Para Korban

Untuk para korban tragedi sepak bola Kanjuruhan. Semoga Allah menjadikan mereka sebagai syahid.

Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan: Syahid untuk Para Korban
Ilustrasi: @artsgaf/Alwy (Islamidotco)

“Tidak ada sepak bola yang seharga satu nyawa.”

Inilah kalimat yang menjadi tema pembicaraan dalam berbagai media sosial. Kericuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan pasca duel Arema vs Persebaya dengan skor  2-3 yang dimenangkan oleh Persebaya. Informasi terakhir yang disampaikan Menteri  Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof Muhajir Efendy seperti dikutip dari detik.com bahwa korban keseluruhan adalah 448 dengan rincian 332 luka ringan dan berat serta 125 meninggal.

Sungguh sangat menyedihkan karena banyak di antaranya anak dan remaja yang jadi korban. Tidak sedikit cerita yang dibagikan oleh keluarga dekat hingga orang tua korban yang banyak beredar di media sosial yang tentunya membuat air mata jatuh.

Lalu bagaimana status kematian korban kerusuhan Kanjuruhan? Apakah bisa dikategorikan mati syahid? Mengingat banyak di antara mereka yang meninggal bukan karena melakukan kerusuhan tapi karena kepanikan dan berdesakan saat menuju pintu keluar stadion.

Macam-macam Mati Syahid

Dosen Program Studi Ilmu Hadits UIN Sunan Kalijaga, Dr. Agung Danarto, M.Ag, dalam salah satu artikenya di Majalah Suara Muhammadiyah No.14-16 Tahun 2018, beliau menjelaskan ada 11 golongan yang bisa dikategorikan sebagai mati syahid, seperti terbunuh dan mati di jalan Allah, orang yang berdoa agar mati syahid, meninggal karena wabah, meninggal karena sakit perut, tenggelam, tertimpa benda keras, mati terbakar, meninggal dalam kehamilan/persalinan, mempertahankan hartanya, membela agama dan keluarganya.

Syahid yang disebutkan di atas sepertinya bersumber dari sebuah hadis riwayat an-Nasai tentang syahid akhirat.

Lalu bagaimana dengan mereka yang meninggal karena kerusuhan seperti yang terjadi di Stadion Kanjuruhan? Jika kita amati  di berbagai media banyak di antara saudara-saudara kita yang meninggal bukan karena bentrok antara sesama suporter ataupun bentrok dengan aparat. Apalagi saat ini belum ada hasil visum resmi dari pihak berwenang.

Ada yang meninggal karena membantu evakuasi, berdesakan ke pintu keluar, terjepit,  terjatuh dan sesak napas. Mungkin masih banyak di antara suporter Arema yang memang niat datang semata-mata untuk memberikan semangat untuk tim tercinta. Tidak ada niat untuk melakukan tindakan anarkis.

Jika melihat kembali pendapat Bapak Dr. Agung Danarto, M.Ag di atas terutama di poin 7, 8 dan 11, mereka yang mati tertimpa benda keras, terbakar dan menyelamatkan anggota keluarga adalah mati syahid. Hemat saya korban meninggal karena terkena gas air mata bisa dimasukkan dalam bagian mati syahid karena benda keras dan terbakar.

Menurut, Prof Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), Ahli Paru, Guru Besar FK Universitas Indonesia, paparan gas air mata bisa berdampak akut pada saluran napas dan memicu gawat napas (respiratory distress). Efek gas air mata pada pernapasan meliputi:

Dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, bising, menggigil dan sesak napas. Dari beberapa efek gas air mata dan yang kemudian dilepaskan oleh aparat di dalam stadion semakin menambah suasana semakin mencekam, hingga korban tewas berjatuhan dari balita hingga orang dewasa.

Dalil tentang Mati Syahid

Di antara dalil tentang mati syahid adalah :

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَ‌بِّهِمْ يُرْ‌زَقُونَ. فَرِ‌حِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّـهُ مِن فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُ‌ونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Artinya: “Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya. Mereka bergembira dengan karunia yang Allah anugerahkan kepadanya dan bergirang hati atas (keadaan) orang-orang yang berada di belakang yang belum menyusul mereka, yaitu bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. ( QS Ali Imran : 169-170).

Dalam Tafsir Kementrian Agama RI, mereka yang gugur sebagai syuhada masih hidup di tempat lain, masih melihat keluarganya yang ditinggalkan, mendapatkan kenikmatan, berharap keluarganya nanti juga merasakan kenikmatan itu dan tidak ada kekhawatiran tentang hari kiamat serta dosa-dosanya diampuni oleh Allah swt.

Jika kita melihat beberapa hadis nabi tentang kategori mati syahid ternyata tidak semata-mata gugur karena berperang seperti di zaman nabi. Akan tetapi ternyata banyak jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Rasulullah SAW menyebutkan tujuh pintu syahid yang memberikan kesempatan bagi banyak orang.

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَوْقَعَ أَجْرَهُ عَلَيْهِ عَلَى قَدْرِ نِيَّتِهِ، وَمَا تَعُدُّونَ الشَّهَادَةَ؟ قَالُوا الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْهَدَمِ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرَقِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدَةٌ

Artinya: “Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh Allah telah memberikan pahala kepadanya sesuai niatnya. Apa yang kalian tahu tentang orang-orang yang gugur sebagai syahid?’ Mereka menjawab, ‘Ya mereka yang gugur di jalan Allah.’ Rasulullah lalu menjelaskan, ‘Mati syahid ada tujuh jenis selain gugur di jalan Allah: korban meninggal karena wabah tha’un (wabah pes) adalah syahid, korban meninggal karena sakit perut juga syahid, korban tenggelam juga syahid, korban meninggal tertimpa reruntuhan juga syahid, korban meninggal karena radang selaput dada (pleuritis) juga syahid, korban meninggal terbakar juga syahid, dan wanita meninggal karena hamil adalah syahid “. (HR An-Nasa`i).

Sepak Bola sebagai Ladang Jihad

Apakah sepak bola termasuk perkara yang bisa menjadikan seseorang bisa mati syahid? Memang sepak bola adalah perkara dunia, tapi sepak bola juga telah menjadi tempat untuk mencari nafkah bagi keluarga, mulai dari pemain, official, hingga supporter. Bahkan sepak bola bisa mengubah citra agama Islam karena profesionalitas para pemain muslim, baik di lapangan maupun di luar stadion. Sebutlah pemain dunia Mohammed Salah dan Sadio Mane. Kedua pemain Muslim ini ‘berdakwah’ melalui sepakbola dan lapangan hijau adalah medan jihadnya. Orang yang mati karena sementara dalam pekerjaan untuk menafkahi keluarganya dianggap mati syahid.

Lalu bagaimana dengan para suporter? Mungkinkah mereka syahid? Dalam kasus Kanjuruhan mayoritas korban yang meninggal adalah suporter dan dua orang anggota kepolisian. Dalam Islam kita diajarkan untuk mengawali suatu pekerjaan dengan niat. Niat menentukan suatu pekerjaan itu berfaedah di sisi Allah swt. Jika niat para korban untuk datang ke stadion semata-mata untuk memberi dukungan maka tentunya tidak ada yang salah. Ada juga yang membawa serta keluarga untuk hiburan. Niat itulah pembeda antara seorang muslim dengan muslim lainnya dalam melakukan suatu pekerjaan.

Dalam hadits lain bahkan mati syahid itu bisa juga dialamatkan bagi mereka yang meninggal hanya karena sengatan serangga.

“Dari Abu Malik Al-Asyari ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa yang memutuskan berjuang di jalan Allah, lalu meninggal atau gugur; siapa terjatuh meninggal karena dilempar oleh kuda atau untanya; siapa yang disengat serangga; siapa yang meninggal di pembaringannya dengan wajar sesuai kehendak Allah; niscaya ia terhitung mati syahid dan ia berhak mendapat surga. ”  (HR Abu Dawud).

Jika dengan mati tersengat serangga bisa syahid lalu bagaimana jika matinya terinjak, tulang patah, sesak napas karena panik dan berdesakan?

Perlu Evaluasi

Salah satu hal yang disorot dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola adalah SOP penyelenggara. Menurut Nugroho Setiawan, FIFA Security Officer,  dalam salah satu wawancara, kompetisi sepakbola di Indonesia selalu punya masalah yang sama yaitu usaha perbaikan manajemen yang sering terlupakan. Penyelenggara hanya sibuk pada kompetesinya, mengejar klasemen dan juga mengejar revenue.

Mungkin karena manajemen yang kurang maksimal sehingga peristiwa Kanjuruhan menelan ratusan korban. Lalu bagaimana seharusnya evaluasi yang perlu dilakukan?

FIFA sudah menentukan beberapa regulasi. Pertama, pihak keamanan misalnya harus melakukan tindakan persuasif, negosiasi dan terakhir adalah represif. Kedua, tidak boleh menertibkan suporter dengan gas air mata. Ketiga, stadion hanya boleh diisi sekitar 70 %. Tamu undangan harus juga diperhatikan. Keempat, klub, panpel, pihak keamanan, PSSI, operator harus duduk bersama menyamakan persepsi keamanan. Kelima, infrastruktur stadion harus selalu ditinjau, terutama akses in-out.

Semoga tragedi Kanjuruhan bisa jadi pelajaran untuk kita semua. (AN)