Dalam surat al-Waqi’ah ayat 34-37, Allah menjelaskan nikmat yang diberikan kepada ashabul yamin, golongan kanan, berupa kasur empuk dan didampingi bidadari yang tidak menua. Pada ayat selanjutnya, Allah menerangkan asal-usul ashabul yamin dan dari mana mereka berasal. Hal ini sebetulnya masih berkaitan dengan surat al-Waqi’ah ayat 13-14 yang membahas tentang asal-usul kelompok al-sabiqun.
Allah SWT berfirman:
لِأَصْحَابِ الْيَمِينِ () ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ () وَثُلَّةٌ مِنَ الْآَخِرِينَ
Liashkhabil yamiin. Tsullatum minal awwalin. Watsullatum minal awwalin.
Artinya:
“(Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan. (Yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. Dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.” (QS: Al-Waqi’ah ayat 38-40)
Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain mengatakan ayat ini berhubungan dengan surat al-Waqi’ah ayat 35. Maksudnya, apa yang sudah dijelaskan Allah SWT pada ayat sebelumnya tentang bidadari yang masih muda dan tidak menua itu akan diperuntukkan untuk ashabul yamin, atau kelompok kanan.
Sementara lafal al-awwalin dalam ayat 39 dan al-akhirin dalam ayat 40 berkaitan dengan firman Allah dalam surat al-Waqi’ah ayat 7-10, yang artinya:
“Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu.” (QS: Al-Waqi’ah ayat 7-10)
Para ulama berbeda pendapat terkait siapa yang dimaksud dengan golongan ketiga ini (orang-orang beriman paling dahulu), apakah manusia secara keseluruhan atau hanya umat Nabi Muhammad saja? Imam al-Alusi menjelaskan:
وَكُنتُمْ : خطاب للأمة الحاضرة والأمم السالفة تغليباً كما ذهب إليه الكثير ، وقال بعضهم : خطاب للأمة الحاضرة فقط
“Wakuntum” merupakan ucapan yang ditujukan kepada umat baik yang saat itu ada, serta umat-umat di masa lampau secara umum, sesuai dengan pendapat kelompok besar kalangan ulama. Sebagian yang lain berpendapat, itu merupakan ucapan yang ditujukan pada umat yang saat itu ada saja.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya, ketika menjelaskan makna kata al-awwalin dan al-akhirin pada ayat 13-14, menguraikan perbedaan ahli tafsir terkait amasalah ini. Beliau mengatakan, pendapat yang menyimpulkan bahwa al-awwalin itu adalah umat sebelum Nabi Muhammad dan al-akhirin adalah umat Nabi Muhammad merupakan salah satu penafsiran yang berasal dari Ibnu Abi Hatim, Imam Mujahid, dan Hasan al-Bashri. Penafsiran ini juga dikuatkan oleh Imam Ibnu Jarir al-Thabari dan beberapa ulama lainnya.
Menurut Ibnu Katsir, pendapat al-Thabari ini perlu dikaji ulang, karena memiliki kelemahan. Alasannya, umat Nabi Muhammad adalah umat terbaik, sehingga sulit diterima bila yang dimaksud al-sabiqun itu kebanyakan dari umat terdahulu, dan hanya sedikit dari umat Nabi Muhammad. Karena itu, Ibnu Katsir menguatkan bahwa maksud dari kata al-awwalin adalah golongan awal dari umat Nabi Muhammad dan al-akhirin adalah orang setelahnya. Penafsiran Ibnu Katsir ini merujuk pada riwayat Hasan al-Bashri dan Ibnu Sirin.
Pendapat Ibnu Katsir ini bukanlah pandangan mayotitas ulama. Malahan kebanyakan ulama memilih menafsirkan al-awwalin dengan umat sebelum Nabi Muhammad, dan al-akhirin adalah umat Nabi Muhammad. Di antara ulama yang memilih penafsiran ini adalah Imam Jalaluddin Al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain. Imam Al-Mahalli menyatakan bahwa dalam ayat 13, kata awwalin maknanya adalah al-umam al-madhiyah (umat-umat terdahulu). Yaitu sebelum umat Nabi Muhammad salallahualaihi wasallam. Sedang pada ayat 14, kata al-akhirin maknanya adalah umat Nabi Muhammad salallahualaihi wasallam.