Pada ayat 76-77 surat Al-Kahfi dijelaskan bahwa Nabi Khidir membenarkan sebuah rumah yang sudah mau roboh. Padahal rumah itu kelihatan tak berpenghuni. Nabi Musa pun agak sedikit aneh, padahal kalau dikomersialkan membagun rumah yang mau roboh itu, barangkali mereka akan mendapatkan upah dari penduduk setempat. Namun, Nabi Khidir menolak hal itu. Mengapa? Ini dijelaskan dalam ayat berikut:
وَأَمَّا ٱلْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَٰمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِى ٱلْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُۥ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُۥ عَنْ أَمْرِى ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
Wa ammal jidaru fa kana li ghulamaini yatimaini wa kana tahtahu kanzul lahuma wa kana abuhuma sholiha. Fa aroda robbuka ay yablugho asyuddahuma wa yastakhrija kanzahuma rohmatam mir robbik. Wa ma fa‘altuhu ‘an amri. Dzalika ta’wilu ma lam tasthi‘ ‘alaihi shobro
Artinya:
“Adapun dinding itu kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya terdapat simpanan bagi mereka berdua, sedang ayah keduanya itu orang saleh, maka Tuhanmu menginginkan agar keduanya mencapai dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku melakukan (tiga peristiwa) itu bukan atas kehendakku sendiri. Demikian itu tafsiran apa yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya.” (QS: Al-Kahfi Ayat 82)
Terkait dinding yang tidak dirobohkan oleh Nabi Khidir, menurut Syekh Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wat Tanwir, Nabi Khidir tidak merobohkannya karena mendapat wahyu dari Allah agar menyayangi kedua anak yatim tersebut. Orangtua kedua anak yatim itu memang orang baik, dan Allah tahu bahwa orangtua mereka sangat memikirkan kehidupan anaknya tersebut. Karena tak ada orang yang dipercaya untuk dititipkan harta, kedua orangtua anak yatim itu menaruh harta di bawah dinding rumahnya.
Harapannya, setelah anaknya besar nanti mereka akan menemukan harta itu sesuai arahan langsung dari Allah. Jika Nabi Khidir merobohkannya langsung, bisa saja nanti banyak orang-orang yang secara tidak sengaja mencari barang reruntuhan, dan akhirnya menemukan harta tersebut. Itulah hikmahnya mengapa Nabi Khidir enggan merobohkan tembok rumah anak yatim tersebut.
Terlebih lagi, menurut Syekh al-Sya‘rawi dalam tafsirnya, penduduk kota di mana anak yatim itu berada merupakan orang-orang pelit yang mempunyai sifat buruk. Jangankan mengurus anak yatim tersebut, Nabi Khidir dan Nabi Musa yang meminta tolong dibantu diberikan makanan untuk bertahan hidup saja mereka tidak mau. Nabi Khidir justru mengokohkan bangunan yang sudah mau roboh tersebut.
Menurut Ibnu ‘Asyur, inilah rahmat Allah yang diberikan pada dua anak yatim tersebut. Allah menjaga keduanya agar tetap bisa survive saat mereka besar, karena mereka ditinggali harta dari kedua orangtuanya yang sudah meninggal.
Di akhir penjelasan mengenai tafsiran atau takwilan perbuatan Nabi Khidir, ia bilang pada Nabi Musa, “Tiga peristiwa tidak masuk akal yang sudah terjadi itu adalah kehendak Allah. Aku mengajarkanmu tentang tiga peristiwa tersebut juga berasal dari Allah, bukan keinginan pribadiku.” Menurut Ibnu ‘Asyur, hal ini menunjukkan sikap ketawadhuan Nabi Khidir pada Nabi Musa. “Demikian itu tafsiran apa yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya,’ tutup Nabi Khidir.