Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 76-77: Permohonan Terakhir Musa pada Khidir

Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 76-77: Permohonan Terakhir Musa pada Khidir

Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 76-77: Permohonan Terakhir Musa pada Khidir
Kitab-kitab yang disusun rapi.

Nabi Musa AS menyadari bahwa dirinya telah melakukan dua kali kesalahan, tetapi tekadnya yang kuat untuk meraih ilmu makrifat dari Nabi Khidir mendorongnya agar diberi kesempatan terakhir bersama Khidir. Keduanya pun berjalan menyusuri sebuah negeri. Terkait hal ini, Allah SWT berfirman:

قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن شَىْءٍۭ بَعْدَهَا فَلَا تُصَٰحِبْنِى ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّى عُذْرًا () فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَيَآ أَهْلَ قَرْيَةٍ ٱسْتَطْعَمَآ أَهْلَهَا فَأَبَوْا۟ أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُۥ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا

qola in sa’altuka ‘an syai’im ba‘daha fala tushohibni. Qoda balaghta mil ladunni ‘udzro () fantholaqo hatta idza ataya ahla qoryati nistath‘ama ahlaha fa abau ay yudhoyyifuhuma fa wajada fiha jidaroy yuridu ay yanqodhdho fa aqomah. Qola lau syi’ta lattakhodzta ‘alaihi ajro 

Artinya:

“Ia (Musa) berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka kamu (Khidir) tak perlu menjadikanku teman (perjalanan), (karena) kamu itu benar-benar sudah cukup memberikan ampunan padaku” () Keduanya pun berjalan hingga tatkala sampai kepada penduduk suatu negeri, keduanya meminta makan pada penduduk negeri itu. Namun, mereka enggan menjamu keduanya. Lalu keduanya menemukan dinding yang akan roboh di sana. Maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu” (QS: Al-Kahfi ayat 76-77)

Nabi Musa masih terus merasa penasaran ingin belajar ilmu makrifat yang dimiliki Nabi Khidir. Oleh karena itu, dia sendiri memohon pada Nabi Khidir untuk bisa terus belajar bersamanya. Bila ia masih protes, maka ini adalah yang terakhir baginya. Namun, hal ini, menurut Nabi Muhammad dalam sebuah hadis bentuk ketidaksabaran Nabi Musa belajar pada Khidir.

Diriwayatkan dari Said bin Jubair bahwa Nabi Muhammad berdoa demikian, “Rahmat Allah semoga terlimpahkan untuk kita dan Nabi Musa. Seandainya saja ia (Nabi Musa) terus bersabar (bersama Nabi Khidir), pasti ia akan banyak melihat suatu yang menakjubkan” (HR Bukhari dan Muslim). Nabi Musa memutuskan sendiri untuk tidak melanjutkan perjalanannya bersama Khidir bila ia masih protes.

Dalam perjalanan berikutnya, Nabi Musa dan Nabi Khidir berjalan ke sebuah negeri. Keduanya berjalan dan kelaparan. Mereka meminta bantuan pada penduduk negeri itu untuk sekedar memberi makan dan dijamu sebagai tamu. Namun, penduduk negeri itu menolak. Menurut syekh al-Sya‘rawi dalam kitab tafsirnya, redaksi fa abau ay yudhoyyifuhuma ‘mereka enggan menjamu keduanya’ itu menunjukkan bahwa penduduk negeri ini sangat pelit sekali. Sekedar menjamu dengan cara mempersilakan duduk atau rebahan saja tidak mau, apalagi memberi makan.

Keduanya pun berjalan, dan menemukan ada sebuah rumah yang temboknya hampir roboh. Nabi Khidir menopangnya dan membetulkan sampai dinding itu tegak kembali. “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu,” saran Nabi Musa pada Khidir untuk mengambil upah dari usahanya tersebut menopang dinding. Kalau dapat upah, barangkali saja uangnya cukup untuk membeli makanan bagi mereka berdua yang sedang lapar.

Menurut Quraish Shihab, Nabi Musa dalam ayat ini tidak protes secara tegas dan keras. Ia hanya memberi saran. Akan tetapi, saran tersebut mengandung unsur pertanyaan, padahal belum waktunya Nabi Musa mengetahui jawaban permasalahan ini. Oleh karena itu, hal ini pun dianggap sebagai pelanggaran Nabi Musa belajar pada Nabi Khidir. Saran Nabi Musa itu lahir setelah beliau melihat dua kenyataan yang bertolak belakang. Penduduk negeri enggan menjamu, kendati demikian Nabi Khidir tetap mau memperbaiki salah satu dinding rumah di negeri itu.