Indonesia berduka atas meninggalnya ulama karismatik, Syekh Ali Jaber. Isak tangis dari masyarakat Indonesia mewarnai kepergian beliau karena mereka masih haus akan sentuhan dakwah beliau yang penuh dengan ilmu dan kearifan. Sampai artikel ini dituliskan, status Whatsapp dan Facebook saya masih penuh dengan ucapan belasungkawa atas meninggalnya sosok sang ulama itu.
Seperti diketahui Ali Jaber beberapa waktu lalu divonis positif Covid-19. Ia sempat dirawat di rumah sakit karena kesehatannya memburuk dan seiring waktu kesehatannya mulai membaik. Negatif. Tetapi apa daya, takdir Allah berkata lain. Beliau harus pergi mendahului kita semua ke pengkuan sang Khalik. Saat menghembuskan nafas terakhirnya, menurut pengakuan Ustad Yusuf Mansur yang merupakan sahabat dekatnya, Ali Jaber telah dinyatakan negatif dari Covid-19.
Syekh Ali Jaber yang bernama lengkap Syekh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber merupakan tokoh pendakwah kelahiran Madinah, 3 Februari 1976. Sejak kecil, ia telah dimbimbing ilmu agama oleh ayahnya yang juga seorang pendakwah. Ali Jaber sejak kecil telah ditimpa dengan ilmu keislaman yang didapatkan dari para ulama besar di Arab Saudi. Sejak usia 10 tahun, Ali Jaber telah menghafal 30 juz al-Quran. Pada usia 13 tahun, beliau telah diberikan amanah sebagai imam di salah satu masjid di Madinah.
Ali Jaber, sosok yang identik dengan ghutrah (sorban) dan thobe (gamis Arab), telah memulai dakwahnya di Indonesia sejak tahun 2008 dan empat tahun kemudian tepatnya pada tahun 2012, ia resmi menjadi warga negara Indonesia (WNI). Semasa hidupnya, Ali Jaber aktif berdakwah di berbagai daerah di Indonesia mulai dari kota hingga ke pelosok desa. Setiap kali mengisi ceramah, acaranya selalu ramai dipenuhi oleh para jamaah.
Nama Ali Jaber mulai dikenal publik secara luas karena ia sering tampil menjadi juri di program Hafiz Indonesia yang ditayangkan RCTI. Program ini adalah program yang khusus mencari para penghafal (hafiz) Quran cilik di tanah air. Ali Jaber juga aktif mengisi acara Damai Indonesiaku yang ditayangkan di TVOne.
Dakwah yang menyejukkan dan anti penghakiman
Meski menghabiskan sebagian besar hidupnya di Arab Saudi yang merupakan pusat gerakan Salafi-Wahabi yang dikenal strict dan konservatif dalam paham keislaman, beliau dapat memberikan wajah Islam yang adaptif terhadap kultur keindonesiaan. Islam yang ia usung adalah Islam yang menunjukkan moderasi, kesejukan, dan anti penghakiman. Kehadiran sosok itu membawa harapan pada lahirnya kembali Islam yang penuh rahmat karena selama ini ruang dakwah kita dipenuhi dengan kebencian, permusuhan, dan banjir hoax.
Kita dapat menyaksikan dengan gamblang pada Pilpres 2019 betapa Islam disalahgunakan untuk memberangus lawan politik. Perang ayat menjadi tidak terelakkan. Pilpres seolah-olah menjadi medan pertarungan antara kebenaran melawan kebatilan.
Momen yang selalu diingat publik terkait sosok Ali Jaber adalah tutur katanya yang lembut dan perilakunya yang sangat rendah hati (tawadhu). Di acara Hafiz Indonesia, tak jarang beliau mencium kening dan tangan para hafiz cilik. Ia juga tak segan mencium kaki Naja, seorang hafiz cilik penderita lumpuh. Apa yang dilakukan oleh beliau menunjukkan pada kita bahwa ia adalah sosok ulama yang telah selesai dengan dirinya.
Pada bulan September 2020, media di Indonesia ramai memberitakan peristiwa penikaman terhadap Ali Jaber. Beliau menyatakan telah ikhlas memaafkan pelaku dan tidak mau menaruh dendam karena ini adalah suratan takdir dari Allah. Ia lebih jauh tidak mau berspekulasi mengaitkan kejadian tersebut dengan politik dan menyerahkan seluruhnya kepada pihak kepolisian untuk mengusut secara tuntas.
Ketika terjadinya peristiwa penikaman terhadap Ali Jaber, di tanah air sedang ribut dengan isu kebangkitan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) yang selalu dikaitkan sebagai kelompok yang anti terhadap agama. Setelah kejadian penikaman tersebut, Ali Jaber menjadi idola baru bagi kalangan Muslim Indonesia karena sikapnya yang arif dan bijaksana dalam menyikapi problem yang menimpa dirinya.
Sebelumnya pada tahun 2016, mobil Ali Jaber pernah dibawa lari oleh kawanan pencuri ketika ia sedang melaksanakan salat subuh. Ketika bertemu para pencuri mobilnya di kantor polisi, beliau mengaku telah memaafkan para pelaku. Ia juga memberi nasehat kepada para pelaku agar tidak malu bertaubat dan tidak memberi makan keluarga dari hasil curian karena tidak akan mendapatkan berkah.
Setelah ramainya pemberitaan mengenai meninggalnya Ali Jaber, teman Kristiani saya, Jessica, menyampaikan ucapan belasungkawa di status Whatsapp-nya. Jessica mengaku menyimpan kesan mendalam terhadap sosoknya. Ia sangat kagum terhadap sikap beliau yang ikhlas memaafkan pelaku yang telah menikamnya. Menurutnya, sikap Ali Jaber tersebut adalah cerminan sikap Muslim yang saleh dan penuh kasih yang saat ini sulit kita temukan.
Melva, teman Kristiani saya lainnya, mengaku suka menonton program Hafiz Indonesia di RCTI. Menurutnya, aura Ali Jaber selalu memancarkan kehangatan. Tutur kata dan perilakunya yang rendah hati sangat layak dihormati dan dijadikan teladan oleh seluruh umat beragama. Dalam status Whatsapp-nya, Melva menyampaikan kesedihannya atas meninggalnya Ali Jaber. Dua cerita di atas menunjukkan kepada kita bahwa dakwah Ali Jaber tidak hanya dapat diterima oleh kalangan Muslim, tetapi juga oleh umat agama lain.
Dalam suatu wawancara di podcast Deddy Corbuzier, Ali Jaber memberi nasihat kepada warganet.
“Kalau urusan sama orang, jangan menghakimi orang. Termasuk kaum wanita. Jangan pandangi wanita yang belum berjilbab, jangan pandangi dia buruk. Barangkali dia punya dua rakaat tahajud di sisi Allah, bisa menyebabkan terampuni semua dosanya,” tuturnya.
Nasihat itu patut kita renungkan mengingat belakangan ini kita terkadang mudah menghakimi mereka yang belum berhijrah dan berislam secara kaffah (total menyeluruh).
Beliau ingin mengingatkan kembali kepada kita bahwa jangan kita mudah menghakimi seseorang dari tampilan luarnya. Persoalan surga dan neraka biarlah menjadi otoritas Allah. Manusia tak perlu mengambil alih tugas Tuhan karena tiada manusia yang suci dari dosa. Lebih baik manusia fokus melihat kekurangan dirinya. Ia juga ingin mengingatkan kembali kepada kita bahwa dakwah itu harus penuh dengan hikmah, bukan dengan penghakiman sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Satu keistimewaan yang dimiliki Ali Jaber dalam kiprahnya sebagai ulama tanah air adalah ia mampu menahan diri untuk tidak tergoda dan terlibat dalam politik praktis sebagaimana para ulama lainnya yang menunjukkan sikap politiknya secara terbuka, baik pro maupun kontra terhadap pemerintah, yang pada akhirnya menciptakan polarisasi di masyarakat. Sikap netral di antara dua kutub politik tersebut telah membuat Ali Jaber dapat diterima di berbagai kalangan.
Kini Ali Jaber telah meninggalkan kita semua. Tugas kita adalah melanjutkan dakwahnya dengan berlandaskan ilmu dan kearifan. Indonesia berduka. Selamat jalan sang ulama pemersatu.