Ada banyak ulama ternama yang lahir dari pulau Sumbawa yang telah mendunia, namanya terukir di berbagai karya serta memiliki banyak murid. Kiprah ulama Sumbawa di Mekkah juga patut untuk diteliti persinggungannya dengan berbagai ulama lain di dunia dan di Nusantara.
Syaikh Abdul Ghani al-Bimawi menjadi salah satu ulama ternama dari Sumbawa. Namanya terukir dalam salah satu karya Syaikh Abdul Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani dalam tashihnya terhadap Kifayatul Mustafid Lima ‘ala Lada at Tarmisi minal Asanid, yang menyebut nama Syaikh Abdul Ghani sebagai salah satu dari 103 ulama Melayu yang meriwayatkan hadis.
Selain itu, ada ulama Sumbawa lainnya seperti Syaikh Zainuddin as-Sumbawi sebagai salah satu guru dari Syekhona Cholil Bangkalan, yang sekaligus sebagai pengarang kitab Sirajul Huda berisi tauhid mazhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Ulama Sumbawa lain yang dikenal memiliki karya adalah Syaikh Muhammad Ali as-Sumbawi. Nama terakhir ini juga merupakan Qadhi Kesultanan Sumbawa dan pengarang kitab Al-Yawaqit wal Jawahir.
Tidak banyak informasi mengenai kehidupan Syaikh Muhammad Ali ini, kecuali informasi dari kitab karyanya sendiri. Dalam karyanya berjudul Al-Yawaqit wal Jawahir fi ‘Uqubah Ahl al-Kabair, karya berbahasa Melayu beraksara Arab-Jawi. Kitab ini sebenarnya adalah terjemahan dari kitab berbahasa Arab karangan Syaikh ‘Abdul al-Wahhab al-Sya’rani. Kitab al Yawaqit adalah kitab yang mengupas tentang dosa besar dan siksaan yang diterima pelakunya, tentang hari kiamat dan gambaran surga.
Kitab al–Yawaqit wal Jawahir ini, oleh Syaikh Muhammad Ali Sumbawa selesai ditulis pada tahun 1243 Hijriah atau 1827 Masehi. Kitab ini dicetak pertama kali oleh Mathba’ah Fath al-Karam al-Islamiyah, Makkah pada tahun 1310 Hijriah dan diedit oleh Syaikh Ahmad al-Fatani (Baca ; Mahakarya Islam Nusantara, Ginanjar Sya’ban 2017).
Syaikh Muhammad Ali dalam pengantar karyanya;
“Telah meminta dari al-faqir yang hina dan yang mengakui akan dosa-dosa dan kekurangannya, Muhammad Ali anak Abdul Rasyid anak Abdullah, seorang Qadhi negeri Sumbawa yang bermukim di kota Mekkah yang mulia, yaitu sebahagian handai taulan saya yang utama lagi mulia, untuk meminta menerjemahkan kitab karangan Syaikh Abdul Wahhab al-Sya’rani yang bernama al-Yawaqit wa al-Jawahir dalam menerangkan ganjaran bagi pelaku dosa besar, juga tentang gambaran hari kiamat, dan tentang gambaran surga dan para penghuninya, menerjemahkan kitab tersebut dari Bahasa Arab kepada Bahasa Jawi-Melayu”.
Kitab ini berjumlah 53 halaman dan dapat dijumpai di toko kitab antara lain terbitan Al-Haramain tahun 2016, di Surabaya. Sudah dicetak modern dengan total menjadi 96 halaman yang dibagi menjadi dua kitab, pertama Al-Yawaqit yang berjumlah 53 halaman dan Uqudul Lujain Bahasa Melayu dengan 43 halaman (baca ; buku ‘Mimbar Ulama’, MUI 2019).
Literatur mengenai Syaikh Muhammad Ali sebagaimana telah penulis ceritakan diawal, tidak banyak informasi lengkap. Penelusuran penulis hanya informasi yang terdapat dari kitab karyanya sendiri. Sedangkan literatur lain yang menuliskan tentang Syaikh Muhammad Ali dalam keterbatasan penulis, hampir dapat dipastikan tidak ada literatur lengkap, penulis hanya mendapat referensi dari buku Mahakarya Ulama Nusantara, karya Ginanjar Sya’ban dan buku keluaran MUI yang berjudul Mimbar Ulama tahun 2019.
Tidak saja minimnya literatur mengenai Syaikh Muhammad Ali, juga mengenai literatur Syaikh Umar Sumbawa dan Syaikh Ibrahim al Khulusi yang terkenal sebagai maestro Kaligrafi pun tidak ada literatur lengkap yang menjadi rujukan. Padahal pulau Sumbawa pada abad 19 juga menjadi bagian penting dalam jaringan intelektual ulama nusantara yang berkiprah di Makkah.