Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Berkah atau barokah dalam bahasa Arab bermakna bertambahnya kebaikan (ziyadat al-khair). Ini menunjukan bahwa bulan Ramadhan keseluruhnnya adalah kebaikan dan keberkahan. Karena itu di bulan suci ini aktivitas kebaikan semarak dan sangat digalakkan. Demikian juga kegiatan yang mendatangkan keberkahan sangat antusias dikerjakan. Inilah yang diinginkan Allah melalui seruan malaikatNya; Wahai pemburu kebaikan, sambutlah (Ramadhan) itu. Wahai yang suka mencari keburukan, kurangilah (Ya thalibal khair, aqbil. Ya thalibas syar, aqshir). Disabdakan Rasulullah dalam hadis hasan riwayat imam al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah.
Dari hadis di atas, dapat kita pahami bahwa orang yang gigih dan tekun dalam berbuat kebaikan di bulan Ramadhan berarti ia menjawab sekaligus menunaikan seruan Tuhan. Di situlah keberkahan turun karena seruan langit dilaksanakan. Sementara orang yang enggan atau acuh pada seruan langit bagaimana mungkin keberkahan itu akan didapat? Itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW -seperti disampaikan sayyidah Aisyah- di bulan Ramadhan adalah orang yang paling semangat, giat dan rajin beramal kebajikan (kana al-nabi ajwadun nas bil khair fi syahri Ramadhan). Barangkali itu juga faktornya malaikat-malaikat Allah turun di malam lailatul qadar menemui hamba-hambaNya yang mulia dan terpilih.
Maka kebaikan dan keberkahan Ramadhan tidak untuk semua orang. Tetapi untuk orang-orang beriman yang menggunakan potensi keimanannya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan bagi orang-orang munafik Ramadhan adalah bulan terburuk mereka. Rasulullah SAW bersabda; Tidak pernah ada bagi kaum muslimin bulan yang lebih baik dari (Ramadhan). Dan tidak pernah ada bagi orang-orang munafik bulan yang lebih buruk dari Ramadhan (ma marra bil muslimin syahrun khairun lahum minhu, wa ma marra bil munafiqin syahrun syarrun minhu). Hadis ini dha’if tetapi bisa diamalkan untuk memompa semangat beramal kita. Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam Fadha’il Syahri Ramadhan dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya.
Di bulan suci Ramadhan ini, pintu-pintu surga dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu neraka ditutup serapat-rapatnya, sedangkan setan dilockdown dan dibelenggu sekuat-kuatnya. Inilah tiga keberkahan bagi hambaNya yang memanfaatkan. Walaupun begitu, kita harus bertanya tentang keimanan kita di saat setan dilockdown berbarengan dengan musim pandemi ini. Bagaimana iman kita di saat pandemi dan lockdown setan?
Pertanyaan ini penting untuk dijawab karena banyak orang yang risau dan kebingungan di masa covid-19 ini. Faktornya karena hal itu berdampak pada sektor sosial dan ekonomi. Dollar menanjak kuat. PHK sementara tidak bisa dihindari. Harga bahan pokok juga melonjak. Bisnis banyak yang tekor. Usaha banyak gulung tikar. Tentu yang paling mendasar adalah pendapatan yang kian ambyar. Ditambah lagi tabungan atau simpanan yang semakin menipis. Ini baru pada level Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum sampai level lockdown total. Dari hal itu, banyak di antara kita yang mengeluhkannya daripada menjadikannya sebagai pelajaran keimanan dan kehidupan. Pantas sekiranya jika kita bertanya apakah iman kita baik-baik saja?
Setiap hari kita biasanya sibuk dengan urusan dunia. Kita hanya punya sedikit waktu untuk bertemu pemilik dunia dan seisinya. Allah SWT Tuhan Sang Pencipta. Di waktu siang, kita hanya punya waktu sebentar di saat shalat. Setelah itu kita langsung kembali bekerja. Sedang di waktu malam, kita kelelahan kemudian segera merebahkan diri beristirahat untuk hari esok. Namun ketika korona melumpuhkan aktivitas kita, kita bukannya memetik hikmahnya untuk semakin dekat kepadaNya. Tetapi kita malah seperti tidak punya arah dan tujuan. Jangan-jangan dunia sudah membutakan kita. Seharusnya, peristiwa ini membuat kita semakin punya banyak waktu untuk beribadah.
Banyak tinggal di rumah (stay at home), bukankah kita selalu mengharapkan waktu libur? Sekarang Allah berikan libur panjang. Bukankah ibadah adalah fitrah kita diciptakan dan agar kita beribadah kepadaNya? Sekarang Allah kembalikan kita pada fitrah dan tujuan penciptaan kita. Jadikan wabah ini sebagai peringatan keimanan. Kita perbaiki dan tingkatkan iman kita. Itulah cara terbaik menyikapi segala hal apapun. Apalagi pandemi ini berbarengan dengan bulan puasa, waktu di mana setan dipenjara dan dilockdown. Kita bisa lebih maksimal dan lebih fokus dalam beribadah. Ironis kalau kita tidak mampu menjadikannya sebagai momentum.
Ramadhan adalah bulan al-Qur’an. Pada bulan ini al-Qur’an diturunkan. Setiap 17 Ramadhan kita tidak pernah lupa untuk memperingatinya, malam nuzulul qur’an. Ramadhan juga disebut bulan suci dan penuh berkah. Begitu juga dengan rahmat dan maghfirahNya, Allah SWT buka seluas-luasnya untuk kita hamba-hambaNya. Untuk kita, pintu surga itu dibuka. Pintu neraka ditutup dan setan dilockdown. Ini belum termasuk malam lailatul qadar sangat luar biasa keutamannya. Kalau saja di masa pandemi ini puasa kita masih biasa-biasa saja, kita harus bertanya bagaimana keadaan iman kita? Setan dilockdown bagaimana dengan iman kita?
Semoga puasa kita diterima. Semoga pandemi ini segera berakhir.