Seorang rawi bercerita, “Aku melihat seorang wanita sendirian di padang pasir, kamudian aku menyapanya, ‘Siapa Anda?’. Wanita tersebut menjawab, ‘Dan katakanlah ‘Salam’ kelak mereka akan mengethaui nasib mereka yang buruk.’ Dari ayat tersebut, aku tahu memahami bahwa ia hendak mengatakan, ‘Pertama-tama, ucapkanlah salam. Kemudian, barulah bertanya. Karena memberikan salam merupakan tanda dan kewajiban seseorang yang bertandang kepada orang lain.
Kemudian aku mengucapkan salam dan bertanya kepadanya, ‘Apa yang Anda lakukan sendirian di padang pasir.?’ Ia pun menjawab, ‘Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya.’ Dari ayat yang telah ia bacakan, aku memahami bahwa ia tengah tersesat, akan tetapi ia memiliki harapan berjumpa dengan Allah.’
Aku bertanya lagi, ‘Anda dari golongan jin atau manusia?.’ Ia menjawab, ‘Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid.’ Dari ayat tersebut, aku paham bahwa ia dari golongan manusia. Aku pun bertanya lagi, ‘Dari mana Anda datang?.’ Ia menjawab, ‘Mereka itu adalah seperti orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.’ Aku pun paham bahwa ia dari tempat yang jauh.
Aku kembali bertanya. ‘Anda mau kemana?.’ Ia menjawab, ‘Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu.’ Aku paham bahwa ia hendak melaksanakan haji. Aku bertanya, ‘Sudah berapa lama Anda berjalan?.’ Ia menjawab, ‘Dan sesungguhnya telah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari.’ Aku mengerti bahwa ia berjalan dari desanya selama enam hari dan hendak pergi ke Mekkah.
Aku bertanya kepadanya, ‘Apa Anda sudah makan?.’ Ia menjawab, ‘Dan tiadalah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada makan makanan.’ Aku mengerti kalau ia belum makan selama beberapa hari. Aku bertanya, ‘Bergegaslah agar aku bisa mengantarkan Anda ke kafilah Anda. Ia menimpali, ‘Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.’ Aku pun paham kalau ia sepertinya tidak sanggup berjalan cepat dan tidak memiliki daya lagi.
Kemudian, aku bertanya kepadanya, ‘Naiklah ke atas kendaranku dan duduklah di belakangku, sehingga kita bisa pergi ke tujuan Anda.’ Ia berkata, ‘Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah binasa.’ Aku sadar bahwa pertemuan antara tubuh wanita dan laki-laki dalam satu rumah, tempat dan kendaraan akan menyebabkan kerusakan. Karena itu, aku turun dari kendaraanku dan berjalan kaki seraya berkata kepadanya, ‘Duduklah di atas kendaaanku. Dan ketika telah berjalan, ia berkata, ‘Maha sci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya.’
Ketika kami sampai di satu kafilah, aku bertaya kepadanya, ‘Apakah ada orang yang Anda kenal dalam kafilah ini.?’ Ia menjawab, ‘Muhammad itu tak lain adalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumya beberapa rasul’. Dan ‘Hai Yahya, ambillah kitab ini (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.’ Juga ‘Hai Musa, sesungguhnya Akulah Allah’, juga ‘Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu kafilah (penguasa) di muka bumi.’
Dari empat ayat yag ia sampaikan aku mengetahui bahwa ia mengenal empat orang di kafilah tersebut, yang bernama Muhammad, Yahya, Musa dan Dawud. Ketika keempat orag tersebut mendekat dan mendatanginya, ia berkata, ‘Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.’ Aku pun sadar bahwa keempat orang itu adalah anak-anakya. Ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja pada kita, karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja pada kita ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’
Dan aku paham dari ucapannya yang ditujukan kepada anak-anaknya, yang maksudnya, “Lelaki itu ini telah bersusah payah untuk mengantarkan aku, maka berilah ia balasan.’ Lalu mereka mengeluarkan sejumlah uang dirham dan dinar yang kemudian mereka berikan kepadaku. Akan tetapi, ia merasa bahwa apa yang telah diberikan kepadaku kurang. Ia berkata, ‘Allah melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki.’
Dan aku menyadari bahwa sesungguhnya ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Tambahlah imbalannya.’ Aku amat heran melihat perilaku wanita itu, dan bertanya kepada anak-anaknya, ‘Siapakah wanita yang penuh kesempurnaan ini?. Aku belum pernah melihat wanita seperti dia sebelunya. Mereka menjawab, ‘Wanita itu adalah Faidhah, pembantu sayyidah Fathimah al-Zahra, yang selama dua puluh tahun tidak berbicara kecuali dengan menggunakan ayat al-Qur’an.”