Rowahan di Kampung Betawi

Rowahan di Kampung Betawi

Rowahan di Kampung Betawi
sumber:http://pesantrenbudaya.blogspot.com

Rowahan atau ruwahan (Jawa) telah dikenal lama oleh masyarakat Betawi. Hanya saja acara rowahan di Betawi diadakan secara bergiliran, dari satu rumah ke rumah yang lain, dan tidak difokuskan di satu tempat, seperti di kuburan umum atau musholla kampung.

Kalau dalam tradisi masyarakat Jawa, ruwahan dilakukan satu paket dengan bersih kampung dan nyadran, maka di Betawi tinggal menyisakan rowahan sebagai satu-satunya ritual dan tradisi.

Dikatakan demikian sebab dulunya ada ritual dan tradisi munggahan berupa mandi kramas dengan menggunakan bahan sampo tradisional yang berasal dari jerami padi ketan yang telah dibakar.

Mungkin karena di kampung-kampung Betawi sudah tidak ada lagi sawah sehingga ritual munggahan yang dilakukan pada hari terakhir bulan Sya’ban itu kini sudah tidak lagi dipraktikkan.

Acara rowahan di Betawi biasanya dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Sya’ban. Pelaksanaanya diadakan di rumah anak laki-laki pertama atau bungsu (bontot), yang sumber pembiayaannya ditanggung bersama-sama oleh anggota keluarga besar lainnya.

Adapun tujuan rowahan sendiri adalah untuk mendoakan para leluhur yang telah wafat. Makanya tak mengherankan apabila daftar nama arwah yang dipanjatkan doa jumlahnya puluhan orang.

Sebagai menu jamuan acara rowahan, keluarga Betawi biasa menyuguhkan tape uli ketan, kue cincin dan geplak. Tape Uli ketan terdiri dari 2 macam hidangan yakni (a) uli atau gemblong/jaddah yang dibuat dari ketan putih yang ditumbuk halus, dan (b) ketan hitam yang telah difragmentasikan menggunakan ragi sehingga menjadi tape ketan hitam yang manis. Rasa uli yang gurih legit akan bertambah enak dengan cara dicocol (teroles) dengan tape ketan hitam.

Ada makna filosofi makanan uli ketan ala Betawi. Uli yang terbuat dari bahan ketan putih melambangkan keeratan hubungan emosional kekerabatan masyarakat Betawi yang tulus. Sementara tape ketan hitam melambangkan karakter orang Betawi yang sepintas terkesan kasar dan galak namun aslinya manis hatinya.

Satu lagi jenis makanan khas Betawi pada acara ruwahan yaitu kue yang terbuat dari adonan kering dari bahan tepung-parutan kelapa-gula. Kue adonan kering ini adakalanya dihidangkan berbentuk kue cincin dan ada pula berbentuk potongan dadu yang disebut kue geplak.

Kue ini juga mengangdung filosofi khusus. Kue cincin melambangkan bahwa orang Betawi bersaudara dengan siapa saja dan suku mana saja asalkan baik-baik dengan orang Betawi. Sedangkan kue geplak melambangkan ketegasan dan kejantanan orang Betawi kepada siapapun yang tidak berbaik dengan mereka.

“lo jual ane beli”, kira-kira begitu. Namun demikian seperti rasa kue geplak yang sama-sama manis layaknya kue cincin, orang Betawi itu pada prinsipnya; “bisa mengalahkan tanpa menghinakan lawan”.

Sekalipun orang Betawi punya kemampuan semacam itu, mereka tetap ingat mati. Makanya orang Betawi tiap menjelang Ramadhan mengadakan acara ruwahan. Apalagi leluhur orang betawi biasa dikebumikan di pelataran belakang atau samping rumah yang dekat dengan pintu dapur. Itulah salah satu kearifan masyarakat Betawi.