Kitab “al-Khazâin al-Saniyyah min Masyâhir al-Kutub al-Fiqhiyyah li Aimmatinâ al-Fuqahâ al-Syâfi’iyyah” yang merupakan karya seorang ulama Nusantara asal Mandailing ini merupakan kitab rujukan penting.
Kitab ini harus dimiliki oleh para santri, khususnya para aktivis Bahtsul Masail. Ia merupakan karya bibliografi (thabaqât al-kutub) yang menghimpun nama-nama dan data-data kitab fikih (yurisprudensi Islam) madzhab Syafi’i beserta pengarangnya. Lebih dari 400 nama kitab fikih Syafi’i dan pengarangnya dirangkum dalam buku ini.
Pengarang kitab ini adalah Syaikh ‘Abd al-Qâdir ibn ‘Abd al-Muthallib al-Mandîlî al-Jâwî (1904-1965 M), seorang ulama besar fikih dan hadits yang berkarir dan berkiprah di Makkah al-Mukarramah asal Nusantara, tepatnya dari Mandailing, Sumatera Utara. Nisbat “al-Mandîlî” di belakang nama pengarang merujuk pada daerah asalnya; Mandailing.
Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Mandîlî lahir pada tahun 1322 H (1904 M). Saat usianya menincak remaja, ia pun pergi haji ke Mekkah dan bermukim di sana untuk menuntut ilmu—hingga tak pulang kampung dan negeri lagi.
Di Mekkah, ia belajar di al-Madrasah al-Shaulatiyyah dan Madrasah Dâr al-‘Ulûm al-Dîniyyah, satu generasi dengan ulama-ulama besar Nusantara lainnya sepertiHadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), Syaikh Abdullah Azhari (Palembang), Syaikh Muhammad Manshur al-Batawi (Betawi, buyut KH. Yusuf Manshur), Syaikh Sa’id al-Banjari (Banjar, cicit Syaikh Arsyad Banjar), Syaikh Ali Abdul Hamid Quds (Semarang), Syaikh Abdul Hamid al-Khatib (Mekkah, putra Syaikh Ahmad Khatib Minang), Syaikh Abdul Karim Amrullah (Padang), dan lain sebagainya.
Para ulama di atas belajar dan mengambil sanad dari Syaikh Sayyid Bakrî Syathâ (pengarang Hâsyiah I’ânah al-Thâlibin), Syaikh ‘Abd al-Karîm al-Dagestânî, Syaikh ‘Umar Hamdân al-Mahrasî (ulama besar hadits), Syaikh Sa’îd Bâ Bashîl (mufti madzhab Syâfi’i), Syaikh ‘Abbâs al-Makkî (qadhi Mekkah dan kakek Syaikh Muhammad Alawi al-Mâlikî), dan lain sebagainya.
Syaikh ‘Abd al-Qadîr al-Mandîlî kemudian mendapatkan lisensi untuk mengajar di Masjid al-Haram dan beberapa isntitusi pendidikan lainnya di Mekkah. Ia dikenal sebagai pakar ilmu fikih dan hadits. Ia juga produktif mengarang kitab, tercatat lebih dari 7 buha kitab, dan yang terpenting adalah kitab “al-Khazâin al-Saniyyah min Masyâhir al-Kutub al-Fiqhiyyah li Aimmatinâ al-Fuqahâ al-Syâfi’iyyah” ini.
Kitab ini disunting (tahqiq) oleh ‘Abd al-Aziz al-Syayib dan diterbitkan oleh Muassasah al-Risalah, Beirut (Lebanon) pada tahun (?).
Dikisahkan oleh sang penyunting, awalnya ia menemukan manuskrip kitab ini di Kelantan (Malaysia). Manuskrip ini berstatus sebagai naskah tunggal (nuskhah yatîmah), tersimpan di perpustakaan milik guru mengaji lokal wilayah tersebut. Ketika melihat dan menyimak isi manuskrip ini untuk pertamakalinya, sang penyunting merasa jika ini bukan sembarang karya. Ini adalah karya yang luar biasa dan sangat penting, dan akan sangat bermanfaat bagi dunia Islam secara luas.
Meski luar biasa dan demikian penting muatan isinya, namun kitab ini tidak diketahui, bak harta karun terpendam yang belum terjamah, baik oleh para peneliti dunia Islam dan Arab, juga Nusantara.
Dalam titimangsa yang dibubuhkan oleh pengarang, kitab ini selesai ditulis pada malam Senin, 17 Jumâdâ al-Tsâniyah tahun 1370 H (26 Maret 1951 M).
Tertulis dalam kata pembuka kitab; “Ini adalah risalah yang aku kumpulkan sebagai pengingat bagiku dan bagi para pelajar yang tidak terlalu pandai sepertiku. Risalah ini menghimpun banyak faedah, yaitu nama kitab-kitab [fikih madzhab Syafi’i] yang kerap disebut di kitab-kitab[ rujukan seperti] Syaikh al-Islâm Zakariyyâ al-Anshârî, Syaikh al-Khatîb al-Syarbînî, al-Jamâl Muhammad al-Ramlî, al-Syihâb Ahmad ibn Hajar al-Haitsâmî [dan lain-lain]. Aku menamakan risalah ini; ‘“al-Khazâin al-Saniyyah min Masyâhir al-Kutub al-Fiqhiyyah li Aimmatinâ al-Fuqahâ al-Syâfi’iyyah’”.
Meski judul kitab ini mengisyaratkan kajian bibliografi atas “al-Kutub al-Fiqhiyyah li Aimmatinâ al-Fuqahâ al-Syâfi’iyyah” (Kitab-Kitab Fikih Madzhab Syâfi’i), namun isi kajiannya lebih dari sekedar itu.
Penyunting mengatakan kitab ini terbagi ke dalam 8 (delapan) bab, yaitu; (1) Nama-nama kitab fikih madzhab Syâfi’i, (2) Tujuh ahli fikih di Madinah, (3) Nama-nama para pembaharu (mujaddidûn) agama Islam dari abad ke abad, (4) Nama-nama ahli hadits yang banyak disebut di kitab-kitab fikih, (5) Rumus-rumus khusus (nickname) dari nama-nama pengarang kitab, (6) Istilah-istilah tertentu yang ada dalam kajian fikih dan kajian ilmu lainnya, (7) Nama-nama sekte (firaq), dan (8) Biografi tujuh orang Qurrâ dan (pe)riwayat qiraat mereka.
Menimbang luasnya cakupan dan ruang kajian kitab ini, maka kitab ini—sebagaimana dikatan penyunting—lebih cocok untuk dinamakan sebagai “Madkhal ilâ Kutub al-Fiqh al-Syâfi’I (Pengantar Kajian Kitab-Kitab Fikih Madzhab Syafi’i)” secara luas.
Inilah salah satu “harta karun intelektual” Nusantara yang tak ternilai harganya, yang “ditemukan” justru bukan oleh orang Nusantara, yang kemudian “dirumat, diteliti, dan dipublikasikan”, juga bukan oleh orang Nusantara.
Masih ada banyak lagi ratusan khazanah intelektual ulama Nusantara lainnya yang terpendam dan tercecer di Timur Tengah, yang semoga dapat “ditemukan, dipungut, diramut, diteliti, dikembangkan, dan dipublikasikan” oleh para pewaris trah-sah para ulama Nusantara yang luar biasa itu; yaitu para santri-santri Nusantara itu sendiri. Semoga!
Kairo, 30 April 2016
A. Ginanjar Sya’ban