Istilah thagut sering dijadikan alat tuduhan bagi sesama muslim yang dianggap para pelaku teror sudah kafir. Menurut mereka, diantara penyebab seseorang pantas mendapatkan predikat thaghut adalah karena bersepakat atau mendukung pemerintah yang menurut mereka tidak menerapakan hukum-hukum Allah. Jadi, mereka melakukan al-Bara’ terhadap pegawai pemerintah, baik al-Bara’ itu sebagian atau total sama sekali.
Tapi umumnya, mereka melakukan generalisasi bahwa semua pegawai pemerintah, harus divonis Bara’ dari apa yang mereka lakukan. Karena, pegawai pemerintah pada sebuah negara bangsa – seperti Indonesia misalnya – dianggap meyakini ada hukum lain di luar “hukum Allah” sebagai kebenaran yang mereka jalankan.
Thaghut secara bahasa berasal dari kata thagha yang berarti melampaui batas atau berlebihan melampaui kebenaran, kemaksiatan termasuk menjadi kafir. Demikian pendapat al-Zabidi dalam Taj al-‘Urus, Ibn Faris dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah, dan Ibn Manzhur dalam Lisan al-‘Arab. Dalam Quran, tidak hanya thaghut yang berakar kata dari thagha, ada juga thughyanan (sewenang-wenang), yatgha, yang pada intinya berarti sewenang-wenang. Sampai pengertian kebahasaan ini, kita sebenarnya dapat mengambil kesimpulan awal bahwa ini sama sekali tidak ditunjukkan kepada sesama muslim, bahkan belum tentu juga ditunjukkan kepada semua orang yang tidak beriman.
Dalil yang mereka gunakan diantaranya adalah al-Hasyr: 11, dimana ada orang-orang yang disebut thaghut karena mereka diam-diam menolong orang kafir,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang munafik, mereka berkata kepada saudara-saudaranya yang kafir dari kalangan Ahlul Kitab “sungguh andaikan kalian diusir, kami akan sama-sama keluar dengan kalian dan kami tidak akan menaati seorangpun dari kalian selama-lamanya. Dan jika kalian diperangi, sungguh kami pasti akan menolong kalian.” Dan, Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu adalah pendusta.”
Menurut al-Razi, ayat ini adalah diantara ayat yang diturunkan kepada Abdullah bin Ubay dan kaum munafik yang pada masa Rasulullah Saw. justru berkonspirasi dengan sekelompok orang Yahudi yang hendak memerangi Rasulullah Saw. Peristiwa peperangan antara kaum Yahudi dengan Rasulullah Saw. diantaranya adalalah Perang Bani Qaynuqa’. Pada peristiwa tersebut, justru Abdullah bin Ubay menebar janji – seperti yang dikisahkan dalam ayat diatas – untuk membantu mereka. Padahal kenyataannya, Abdullah bin Ubay hanya berdusta. Jadi, bisa kita ilustrasikan pada masa itu situasinya adalah peperangan. Maka tentu orang yang melakukan demikian dalam peperangan akan disebut mata-mata atau pengkhianat, demikian menurut al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghayb.
Dalil lainnya yang dijadikan mencap thaghut orang-orang yang bergabung dengan pemerintah adalah surah Muhammad 25-28:
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ (25) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ (26) فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ (27) ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ (28)
“Sesungguhnya orang-orang yang murtad sesudahnya, setelah sudah jelas petunjuk bagi mereka, (maka) setan menggoda dan membujuk mereka. Itu dikarenakan mereka berkata kepada orang-orang yang benci dengan yang Allah turunkan, “kami akan menaati anda pada sebagian hal”. Dan Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan. Maka bagaimana nanti jika Malaikat sudah mewafatkan mereka, mereka apa mempertanggungjawabkan apa yang ada di hadapan dan yang sudah mereka lakukan ?. Hal itu karena mereka mengikuti sesuatu yang memurkakan Allah dan membenci keridhoan-Nya, maka terhapuslah amalan-amalan mereka.”
Pertanyaan yang perlu kita lontarkan bagi mereka yang mengklaim bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemerintah sebagai orang yang kafir bahkan thaghut, apakah mereka yang bekerja di pemerintahan sudah tidak lagi muslim ? Padahal, dalam kasus Indonesia misalnya ada banyak sekali mereka yang menjadi pegawai pemerintah adalah seorang muslim. Mereka tetap melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, bahkan mereka terus menerus belajar Islam.
Kemudian dari sisi kebijakan pemerintahan sendiri, tidak pernah ada pelarangan perayaan keagamaan apapun di Indonesia. Justru, para pejabat pemerintah ikut merayakannya dalam bentuk peringatan seperti Maulid Nabi, Nuzulul Quran, atau Isra’ Mi’raj di Istana Negara. Dari sini saja, tuduhan kalau pegawai pemerintah – yang beragama Islam – sudah murtad adalah tuduhan yang kebablasan dan tidak berdasar.
Kritik yang penting juga menurut penulis dari penggunaan ayat tersebut untuk menuduh sesama muslim sebagai thaghut adalah melepaskan ayat tersebut dari konteks bahkan keliru memahami teks dari ayat tersebut. Konteks ayat tersebut adalah justru Rasulullah Saw. pada awalnya mengajak berdialog terlebih dahulu umat Yahudi agar tidak membuat kekacauan dan melecehkan umat muslim. Justru respon yang diberikan sebaliknya, kaum Yahudi merespon dengan membuat konflik terbuka.
Dalam sebuah riwayat, meskipun ini diperdebatkan kesahihannya, kaum Yahudi sampai melakukan pelecehan terhadap perempuan muslim di sebuah pasar sampai baju perempuan itu terlepas dari tubuhnya. Jadi ayat ini sama sekali tidak ditujukan kepada pemerintah yang tidak memusuhi warga negaranya, apalagi menganggapnya sebagai lawan dalam peperangan kecuali warga negara melakukan kekacauan atau membuat masyarakat tidak tenteram. Semoga kita terhindar dari kekeliruan dalam memahami ayat-ayat Quran apalagi sampai menggunakan ayat untuk tujuan-tujuan yang jauh dari tujuan ajaran agama sendiri. Wallahu A’lam.