Perlukah Mengunggah Sedekah di Media Sosial? Telaah Q.S Al-Baqarah [2]: 271

Perlukah Mengunggah Sedekah di Media Sosial? Telaah Q.S Al-Baqarah [2]: 271

Mengunggah sedekah di media sosial untuk transparansi donasi

Perlukah Mengunggah Sedekah di Media Sosial? Telaah Q.S Al-Baqarah [2]: 271

Kemudahan yang ditawarkan media sosial memungkinkan semua orang untuk mengetahui aktivitas orang lain melalui unggahan di media sosialnya. Orang jauh dan asing, tetangga dekat, bisa “diintip” oleh orang lain melalui “jendela kecil” itu. 

Contoh kecil yang saat ini marak terjadi, terutama di tengah bencana yang melanda di berbagai daerah, adalah banyak orang memberikan sedekah dan diunggah ke media sosial. Akibatnya banyak orang yang melihat, mengetahui jumlah sedekah, maupun bentuk sedekah tersebut. 

Padahal agama menganjurkan bagi pemberi sedekah untuk merahasiakan pemberiannya, yaitu dengan sebuah perumpamaan tangan kanan tak mengetahui apa yang dilakukan tangan kiri.

Dalam Q.S Al-Baqarah [2]: 271, Allah berfirman: 

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya, “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 271)

Kalimat in tubdus sadaqat fa ni’imma hiy dalam ayat di atas mengandung beberapa persoalan yang perlu dikaji kembali, yaitu mana yang lebih baik, menampakkan sedekah atau menyembunyikannya.

Sedekah lebih baik diunggah di media sosial atau tidak?

Pertanyaan mengenai sedekah seharusnya dilakukan secara terang-terangan, dengan mengunggahnya di media sosial, atau dengan sembunyi-sembunyi dapat dijawab dengan mengklasifikasikan sedekah itu sendiri, yaitu sedekah tersebut termasuk sedekah sunnah atau wajib.

Dalam konteks ayat di atas, ulama memiliki perbedaan pendapat. Sebagian berpendapat, sedekah sunnah lebih diutamakan secara sembunyi-sembunyi, sedangkan dalam zakat atau sedekah wajib dianjurkan secara terang-terangan. 

Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib mengemukakan alasan-alasan ulama mengenai manfaat memberikan sedekah secara sembunyi-sembunyi. Beberapa di antaranya dapat menjauhkan seseorang dari riya’, congkak, serta menghindari kemasyhuran dan pujian. Sedangkan dari sudut pandang  penerima, sedekah secara samar-samar dianggap tidak merugikan dan menyinggung hati penerima. 

Al-Razi, seorang ulama tafsir kenamaan memberikan porsi yang seimbang dalam menjelaskan keutamaan sedekah terang-terangan dan sembunyi-sembunyi. Ia juga menyampaikan pandangan ulama tentang keutamaan sedekah terang-terangan. Di antara keutamaannya adalah hal tersebut dapat menjadi inspirasi bagi orang lain untuk turut bersedekah. Jika banyak orang yang melakukan sedekah, jelas  hal ini akan memberikan manfaat bagi banyak orang.

Menyikapi perbedaan pendapat antara sedekah terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, al-Razi mengambil jalan tengah atas polemik tersebut. 

Al-Razi menganggap bahwa kalimat fahuwa khairun lakum dalam QS. Al-Baqarah [2]: 271 bukan sebagai bentuk pengunggulan sesuatu atas lain hal. Kalimat di atas berarti bahwa memberikan sedekah secara sembunyi-sembunyi ialah satu dari banyak kebaikan dan satu bentuk ketaatan dari berbagai macam ketaatan lainnya. 

Artinya baik sedekah secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi adalah sama-sama kebaikan dan ketaatan.

Bagi al-Razi, anjuran sedekah secara sembunyi-sembunyi itu terjadi apabila ada keadaan yang diharuskan untuk memilih. Artinya, jika keduanya harus dipilih dalam waktu bersamaan. Maka yang lebih utama adalah sedekah secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan bila keadaannya tidak menuntut seseorang untuk memilih, maka tidak ada batasan dan keharusan.

Jadi, perlukah pengunggah sedekah di media sosial?

Dalam konteks sedekah dan lembaga filantropi, ada istilah transparansi. Seorang atau lembaga yang mendapatkan dana atau donasi dari publik perlu melaporkannya kepada publik, salah satunya dengan mengunggahnya ke media sosial.

Meskipun demikian, sebagaimana penjelasan di atas, perlu bijak dalam mengunggah sedekah yang dilakukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat dan mudharat bila kita mengunggahnya. Beberapa di antaranya misalnya, 

Pertama, mengunggah sedekah dengan niat untuk memberi contoh baik kepada masyarakat, bukan untuk pamer atau memperkaya konten.

Hal karena akhir-akhir ini, kita sering melihat influencer menampilkan konten kemiskinan secara sensasional dan berlebihan (poverty porn) dan biasanya dengan mencantumkan judul konten yang mengundang simpati publik dan klik.

Kedua, tidak mengunggah sedekah beserta identitas diri penerima tanpa izin.

Dari penjelasan di atas, maka diperbolehkan mengunggah sedekah wajib (zakat) di media sosial, sedangkan untuk sedekah sunnah, perlu mempertimbangkan manfaat-mudharatnya seperti yang disebutkan di atas. (AN)

Wallahu a’lam.

 

Daftar Bacaan:

Fakhruddin al-Rozi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1987)